Garuda Indonesia Menang Banding di Paris, Greylag Didenda Rp1,3 M
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pengadilan Tingkat Banding Paris menolak permohonan banding yang diajukan oleh Greylag Goose Leasing 1410 Designated Activity Company and Greylag Goose Leasing 1446 Designated Activity Company (Greylag Entities) atas Putusan Paris Commercial Court tertanggal 9 Februari 2023 lalu.
Keputusan tersebut semakin memperkuat langkah perbaikan kinerja PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) melalui payung hukum restrukturisasi. Penguatan landasan hukum tersebut turut diperkuat dengan telah menangnya Garuda Indonesia Holiday France S.A.S (GIHF) dalam perkara Judicial Release. Selanjutnya, Greylag Entities diperintahkan untuk membayar sebesar 80.000 Euro kepada GIHF melalui putusan yang resmi ditetapkan pada 22 Februari 2024 lalu.
Direktur Utama GIAA, Irfan Setiaputra menjelaskan bahwa diterimanya putusan tersebut merupakan salah satu wujud penguatan landasan hukum perseroan dalam memastikan kepentingan kreditur terkait kepastian pemenuhan kewajiban usaha.
"Sejalan dengan telah disahkannya perjanjian perdamaian di proses PKPU oleh otoritas hukum terkait pada 2022 lalu," kata Irfan dalam pernyataan resmi, Kamis (29/2/2024).
Sebelumnya, pengajuan banding ini merupakan tindak lanjut upaya hukum Greylag terhadap putusan Judicial Release yang diajukan oleh GIHF atas langkah hukum yang ditempuh lessor pesawat Greylag 1410 dan Greylag 1446 terkait pada tahun 2022 lalu mengenai Provisional Attachment atau sita sementara rekening GIHF.
Lebih lanjut, Greylag 1410 dan Greylag 1446 sebelumnya juga telah menempuh berbagai upaya hukum di sejumlah negara, terkait dengan permohonan pembatalan perjanjian perdamaian PKPU GIAA yang sebelumnya telah mendapatkan persetujuan suara mayoritas kreditur di tahun 2022. Di mana masing-masing dari gugatan tersebut telah ditolak oleh otoritas hukum masing-masing negara terkait.
Sebagai informasi, pada tahun 2022 lalu perseroan menerima sejumlah gugatan dalam kaitan proses Restrukturisasi Garuda Indonesia oleh Greylag Entities yaitu melalui GIHF berupa gugatan likuidasi, di mana gugatan tersebut oleh Paris Commercial Court dinyatakan tidak dapat diterima.
Kemudian, gugatan Winding Up Application di mana Supreme Court New South Wales, Australia juga telah memberikan putusan terhadap gugatan tersebut berupa penghentian proses tersebut. Selain itu, terkait upaya Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung, upaya hukum kasasi tersebut juga telah dimenangkan oleh GIAA.
"Dengan ketetapan hukum ini, maka selanjutnya fokus kami adalah untuk memastikan, misi transformasi dan upaya pemenuhan kewajiban perseroan sebagaimana yang telah disetujui oleh mayoritas kreditur berlangsung optimal," ujar Irfan.
Keputusan tersebut semakin memperkuat langkah perbaikan kinerja PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) melalui payung hukum restrukturisasi. Penguatan landasan hukum tersebut turut diperkuat dengan telah menangnya Garuda Indonesia Holiday France S.A.S (GIHF) dalam perkara Judicial Release. Selanjutnya, Greylag Entities diperintahkan untuk membayar sebesar 80.000 Euro kepada GIHF melalui putusan yang resmi ditetapkan pada 22 Februari 2024 lalu.
Direktur Utama GIAA, Irfan Setiaputra menjelaskan bahwa diterimanya putusan tersebut merupakan salah satu wujud penguatan landasan hukum perseroan dalam memastikan kepentingan kreditur terkait kepastian pemenuhan kewajiban usaha.
"Sejalan dengan telah disahkannya perjanjian perdamaian di proses PKPU oleh otoritas hukum terkait pada 2022 lalu," kata Irfan dalam pernyataan resmi, Kamis (29/2/2024).
Sebelumnya, pengajuan banding ini merupakan tindak lanjut upaya hukum Greylag terhadap putusan Judicial Release yang diajukan oleh GIHF atas langkah hukum yang ditempuh lessor pesawat Greylag 1410 dan Greylag 1446 terkait pada tahun 2022 lalu mengenai Provisional Attachment atau sita sementara rekening GIHF.
Lebih lanjut, Greylag 1410 dan Greylag 1446 sebelumnya juga telah menempuh berbagai upaya hukum di sejumlah negara, terkait dengan permohonan pembatalan perjanjian perdamaian PKPU GIAA yang sebelumnya telah mendapatkan persetujuan suara mayoritas kreditur di tahun 2022. Di mana masing-masing dari gugatan tersebut telah ditolak oleh otoritas hukum masing-masing negara terkait.
Sebagai informasi, pada tahun 2022 lalu perseroan menerima sejumlah gugatan dalam kaitan proses Restrukturisasi Garuda Indonesia oleh Greylag Entities yaitu melalui GIHF berupa gugatan likuidasi, di mana gugatan tersebut oleh Paris Commercial Court dinyatakan tidak dapat diterima.
Kemudian, gugatan Winding Up Application di mana Supreme Court New South Wales, Australia juga telah memberikan putusan terhadap gugatan tersebut berupa penghentian proses tersebut. Selain itu, terkait upaya Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung, upaya hukum kasasi tersebut juga telah dimenangkan oleh GIAA.
"Dengan ketetapan hukum ini, maka selanjutnya fokus kami adalah untuk memastikan, misi transformasi dan upaya pemenuhan kewajiban perseroan sebagaimana yang telah disetujui oleh mayoritas kreditur berlangsung optimal," ujar Irfan.