Bos Saudi Aramco: Transisi Energi Gagal, Stop Mimpi Tinggalkan Minyak

Selasa, 19 Maret 2024 - 10:46 WIB
loading...
Bos Saudi Aramco: Transisi...
Transisi energi dinilai gagal dan perlu diatur kembali di mana dunia harus meninggalkan fantasi penghapusan migas secara bertahap. FOTO/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Menentang tren yang tengah berkembang saat ini, bos perusahaan migas penghasil minyak terbesar dunia Saudi Aramco menilai transisi enegi gagal dan para pembuat kebijakan harus meninggalkan mimpi untuk menghentikan minyak dan gas secara bertahap. Faktanya, permintaan bahan bakar fosil diperkirakan memang terus meningkat di tahun-tahun mendatang.

"Di dunia nyata, strategi transisi (energi) saat ini tampak gagal di sebagian besar bidang karena bertabrakan dengan lima kenyataan sulit," kata CEO Saudi Aramco Amin Nasser dalam wawancara panel di konferensi energi CERAWeek oleh S&P Global di Houston, Texas, seperti dilansir CNBC, Selasa (19/3/2024).

Menurut dia, strategi transisi perlu disetel ulang, di mana dunia harus meninggalkan fantasi penghapusan minyak dan gas secara bertahap, dan sebaliknya berinvestasi pada minyak dan gas yang mencerminkan asumsi permintaan yang realistis.
Berdasarkan perkiraan Badan Energi Internasional (IEA) yang dilansir tahun lalu, puncak permintaan minyak, gas, dan batu bara akan terjadi pada tahun 2030.



Namun, Nasser mengatakan, permintaan tidak mungkin mencapai puncaknya dalam waktu dekat, apalagi pada tahun tersebut. Nasser berpendapat bahwa IEA hanya berfokus pada permintaan di AS dan Eropa dan badan itu seharusnya perlu fokus juga pada permintaan negara berkembang.

Nasser mengatakan sumber energi alternatif tidak mampu menggantikan hidrokarbon dalam skala besar, meskipun dunia telah berinvestasi lebih dari UUSD9,5 triliun selama dua dekade terakhir. Tenaga angin dan surya saat ini memasok kurang dari 4% energi dunia, sementara total penetrasi kendaraan listrik kurang dari 3%.

Sementara itu, kata Nasser, porsi hidrokarbon dalam bauran energi global hampir tidak berkurang pada abad ke-21 dari 83% menjadi 80%. Permintaan global telah meningkat sebesar 100 juta barel setara minyak per hari selama periode yang sama dan akan mencapai titik tertinggi sepanjang masa tahun ini. Sementara permintaan gas menurutnya telah tumbuh 70% sejak awal abad ini. Peralihan dari batu bara ke gas, kata dia, bertanggung jawab atas dua pertiga pengurangan emisi karbon di AS.

"Ini bukanlah gambaran masa depan yang telah dilukiskan oleh beberapa pihak," kata Nasser. "Bahkan mereka mulai menyadari pentingnya keamanan minyak dan gas."



Sementara itu, negara-negara berkembang di wilayah selatan akan mendorong permintaan minyak dan gas seiring dengan tumbuhnya perekonimian di negara-negara tersebut, yang mewakili lebih dari 85% populasi dunia. Negara-negara ini menerima kurang dari 5% dari target investasi
energi terbarukan.

Ketimbang gembar-gembor pengembangan energi bersih dan terbarukan, tegas Nasser, dunia seharusnya lebih fokus pada upaya pengurangan emisi minyak dan gas. Sang CEO mengatakan, peningkatan efisiensi selama 15 tahun terakhir saja telah mampu mengurangi permintaan energi global hampir 90 juta barel per hari setara minyak. Sementara itu, tenaga angin dan tenaga surya baru mampu menggantikan 15 juta barel pada periode yang sama.

"Kita harus mulai menggunakan sumber energi dan teknologi baru secara bertahap jika sudah benar-benar siap, kompetitif secara ekonomi, dan memiliki infrastruktur yang tepat," tandasnya.
(fjo)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1224 seconds (0.1#10.140)