Kinerja Manufaktur Indonesia Positif, Tepis Adanya Deindustrialisasi

Jum'at, 29 Maret 2024 - 05:53 WIB
loading...
Kinerja Manufaktur Indonesia Positif, Tepis Adanya Deindustrialisasi
Sektor manufaktur terus menunjukkan kinerja positif demi peningkatkan perekonomian Indonesia. Kondisi ini juga menepis anggapan beberapa pihak yang menyatakan Indonesia ada di fase deindustrialisasi. Ilustrasi/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Industri manufaktur terus menunjukkan kinerja positif untuk peningkatkan perekonomian nasional . Kinerja positif tersebut diharapkan akan menjadi modal utama menarik lebih banyak investasi asing dengan orientasi ekspor.

Kondisi ini juga menepis anggapan beberapa pihak yang menyatakan Indonesia ada di fase deindustrialisasi. Ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis (LPEM FEB) Universitas Indonesia Kiki Verico mengatakan, Indonesia tidak ada pada fase deindustrialisasi.

“Deindustrialisasi itu dialami negara yang sudah mencapai tahap advanced manufacturing atau maju manufakturnya lalu menurun (sunset) dan mulai digantikan negara lain yg manufakturnya baru take-off (sunrise). Negara industri maju itu lalu bergeser backbone ekonominya dari industri manufaktur ke sektor jasa,” katanya, Kamis (28/3/2024).

Kiki mengatakan kementerian lain perlu mendukung langkah yang dijalankan Kementerian Perindustrian ( Kemenperin ) untuk memperkuat sektor manufaktur yang ke depannya. Tujuannyua meningkatkan ekspor Indonesia dan memberikan sumbangan lebih besar bagi perekonomian nasional.

"Jadi, bagaimana kita menarik investasi masuk kemudian meningkatkan ekspor. Nah, di sini peran Kemenperin bersama Kemendag, dan Kementerian Investasi (BKPM) harus harmonis, termasuk kebijakannya. Jangan sampai kebijakan perindustrian mendukung industri, sedangkan perdagangan dan investasi nya tidak, kan repot," terangnya.

Sektor manufaktur merupakan menjadi penyumbang terbesar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Sepanjang 2023, industri manufaktur mencatatkan kinerja yang impresif dan memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Hal ini bisa dilihat dari Prompt Manufacturing Index (PMI) Bank Indonesia pada kuartal IV-2023 yang mencapai 51,20% atau masih berada di zona ekspansi.

Angka tersebut senada dengan data yang dirilis S&P Global yang menunjukkan sektor manufaktur berada dalam level ekspansi di atas level 50 sepanjang 30 bulan berturut-turut. Hanya dua negara yang mampu mencatat prestasi tersebut yaitu Indonesia dan India.

Menurut Kiki, manufaktur masih nomor satu kontribusinya terhadap PDB di Indonesia dengan kontribusi 19 persen di 2023. Dari sisi penyerapan tenaga kerja, sektor manufaktur juga masih menjadi penyumbang terbesar mencapai 16% dari total penyerapan tenaga kerja di Indonesia.

"Manufaktur itu kurang lebih 40% dari aktivitas formal atau orang yang bekerja dengan gaji tetap. Di Indonesia aktivitas formal hanya 40%. Nah manufaktur itu 40% dari 40% tersebut. Jadi sangat dominan," terangnya.

Sektor manufaktur juga menjadi penyumbang pajak tertinggi di Indonesia. "Artinya, manufaktur ini sangat signifikan bagi ekonomi Indonesia, karena value added-nya paling besar, penyerapan tenaga kerja juga paling besar, aktivitas formal yang memberikan gaji tetap juga paling besar, sehingga penerimaan pajak juga paling besar dari manufaktur," paparnya.

Kiki menekankan penting sekali untuk mendukung sektor manufaktur demi meningkatkan kinerja ekspor Indonesia. Manufaktur dapat mengaitkan antara investasi asing jangka panjang dengan nett export. Menurutnya, daya saing sebuah negara dilihat dari kemampuan sebuah negara bersaing dalam ekspor impor dan terlihat dari kemampuan menarik investasi asing. Apalagi Indonesia sebagai negara berkembang pastinya butuh investasi asing.

"Yang mengaitkan daya saing dengan investasi itu adalah manufaktur. Jadi, sektor manufaktur sangat penting, kalau sektor jasa hanya akibat saja. Artinya, di negara berkembang, jika sektor manufakturnya bagus tentu saja sektor jasanya juga bagus," jelasnya.

Ada sejumlah upaya yang harus dilakukan oleh pemerintah agar sektor industri di Indonesia terus semakin maju. Pertama, kualitas institusi dan lingkungan. Kualitas institusi biasanya diukur dari iklim investasi atau indeks kemudahan berusaha.

Kedua, environment dan sosial. Faktor sosial dilihat dari keberpihakan pemerintah terhadap rakyat, serta bagaimana pemerintah mengatasi ketimpangan kemiskinan. Ketiga yang paling penting yaitu, jumlah penduduk muda dan produktivitas.

"Produktivitas itu parameter ukurannya salah satunya dilihat dari cara menghasilkan barang yang rumit atau complexity index. Sayangnya, complexity index Indonesia masih jauh di bawah Malaysia, Thailand dan Vietnam. Artinya, kalau penduduknya banyak tapi tidak produktif ya repot," jelasnya.

Keempat, infrastruktur yang mampu menurunkan harga logistik. "Kalau infrastruktur tidak bagus, logistik mahal, investor juga tidak mau investasi manufaktur di Indonesia," tandasnya.

Kemenperin menargetkan produk domestik bruto (PDB) industri manufaktur pada 2024 bertumbuh 5,8%. Lebih tinggi dibandingkan proyeksi 2023 yang sebesar 4,81%.

Di sisi lain catatan safeguardglobal.com tahun lalu, Indonesia masuk dalam 10 besar penyumbang produk manufaktur dunia sekaligus satu-satunya negara ASEAN. Berdasarkan publikasi tersebut, Indonesia berkontribusi sebesar 1,4% kepada produk manufaktur global. Posisi prestisius ini merupakan kenaikan yang berarti, karena pada empat tahun yang lalu, Indonesia masih berada di posisi ke-16.
(poe)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1897 seconds (0.1#10.140)