Kontribusi Kinerja Ekspor Pangan di Era Menteri Amran

Sabtu, 24 November 2018 - 22:05 WIB
Kontribusi Kinerja Ekspor Pangan di Era Menteri Amran
Kontribusi Kinerja Ekspor Pangan di Era Menteri Amran
A A A
JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) telah merilis data kinerja perdagangan Indonesia periode Januari-Oktober 2018. Alhasil, pada periode ini neraca perdagangan Indonesia defisit USD5,51 miliar setara Rp82,72 triliun. Defisit dalam 10 bulan pertama 2018 ini yang menjadi pemicu utamanya karena memburuknya kinerja perdagangan sektor migas sebesar USD10,74 miliar.

Kendati demikian, Kepala Subbagian Komunikasi dan Pemberitaan Media Cetak Kementerian Pertanian (Kementan) Abiyadun menerangkan, bahwa neraca perdagangan sektor pertanian justru berkebalikan dari sektor migas. Kurun waktu Januari hingga Oktober 2018, nilai ekspor pertanian mencapai USD24,56 miliar, sementara impor hanya USD15,86 miliar.

"Dengan demikian, neraca perdagangan sektor pertanian surplus USD8,61 miliar. Angka ini bukan main dalam memberikan kontribusi terhadap pembangunan perekonomian nasional di tengah melemahnya kinerja sektor migas," ujar Abiyadun.

Dengan menelisik data BPS ini, terang dia ditemukan 18 komoditas pangan yang menggerek neraca perdagangan pertanian surplus. Komoditas tersebut yakni ubi kayu segar dengan nilai ekspor USD453 ribu, ubi jalar USD8,29 juta, pisang USD12,85 juta, daging ayam segar dan olahan USD242 ribu, kelapa USD1,62 miliar, karet USD3,38 miliar, kelapa sawit USD28,15 miliar, kopi USD521,03 juta.

Selanjutnya teh mencapai USD68,71 juta, lada USD124,15 juta, kakao USD435,82 juta, pala USD89,91 juta, dan gula jenis rafinasi selain putih pun surplus USD960 ribu. Tak hanya itu, neraca perdagangan beberapa komoditas hortikultura pun surplus. Bawang merah surplus USD6,15 juta, cabai segar USD305 ribu, nanas segar dan olahan USD166,46 juta dan salak USD1,18 juta. Manggis pun yang masif dilakukan ekspor ikut memberikan hasil yang membanggakan yaitu surplus USD23,84 juta.

"Menariknya kinerja cemerlang sektor pertanian terhadap surplus neraca perdagangan bukanlah kurun waktu ini saja. Faktanya, Angka Tetap (ATAP) BPS kurun waktu dua tahun terakhir pun menunjukkan ekspor hasil pertanian yang meliputi komoditas tanaman pangan, perkebunan, peternakan dan hortikultura terjadi kenaikan," paparnya.

Sambung dia menerangkan, pada tahun 2016, volume ekspor hasil pertanian mencapai 35,49 juta ton, nilainya USDS26,73 miliar. Sementara di tahun 2017 naik menjadi 41,26 juta ton, nilainya cukup fantastis yakni USD33,05 miliar. Artinya, volume dan nilai ekspor tahun 2017 masing-masing naik 16,25% dan 23,66%. Hasilnya pun, volume dan nilai neraca perdagangan sektor pertanian tahun 2016-2017 surplus. Yakni masing-masing 97,06% dan 45,85%.

Esensi Surplus


"Surplus neraca perdagangan sektor pertanian di atas mengandung makna penting akan esensi kebijakan dan program terobosan pembangunan di tangan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman. Pertama, surplus neraca perdagangan sektor pertanian di atas jelas-jelas dapat dijadikan bukti otentik bahwa komitmen dan kinerja pertanian di era pemerintahan Jokowi-JK tidak bisa diragukan lagi," jelas dia.

Komitmen dan kerja keras Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman guna mengakselerasi nilai ekspor pangan diyakini patut dijadikan prestasi dalam sejarah membangun perekonomian bangsa dan negara. Peningkatan produksi pangan tidak hanya sebatas mengejar stok untuk memenuhi dalam negeri, tetapi juga untuk menghidupi negara-negara lain.

Kedua, kinerja ekspor pertanian di atas pun berhasil mengejewantahkan harapan Presiden RI Jokowi bahwa pangan akan menjadi panglima. “Siapa yang memiliki pangan, ia yang mengendalikan. Saya tak ragu, bahwa di masa mendatang politik dan hukum tak lagi menjadi panglima dan satu-satunya yang mengendalikan negara. Ketersediaan pangan dinilai bakal menjadi kekuatan suatu negara,” tegas Jokowi di Graha Widya Wisuda Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tanggal 6 September 2017 lalu.

Ketiga, neraca perdagangan sektor pertanian yang terus mengalami surplus bahkan peningkatan itu juga menjadi bukti otentik mematahkan analisa para pengamat yang keliru. Tak main-main, dulu ada pengamat yang memvonis bahwa kebijakan pertanian era Jokowi-JK merupakan kebijakan yang gagal paham dan sesat pikir.

Ternyata, dari data resmi BPS ini, kebijakan pertanian saat ini sungguh cemerlang dan semakin membuktikan bahwa Indonesia merupakan negara yang kuat. Sebab, pangan menyangkut soal hidup matinya bangsa. Jika pangan kita cukup, negara pasti kuat. Sebaliknya, jika pangan kita lemah, maka itu pertanda besar negara kita pun lemah.

Oleh karena itu, terang dia pembangunan pertanian ke depannya yang berambisi menjadikan Indonesia sebagai Lumbung Pangan Dunia harus didukung penuh oleh berbagai pihak. Dukungan terobosan teknologi dan penumbuhan generasi pertanian yang unggul tentulah sebuah keniscayaan. Sebab tantangan nyata dan berat yang akan dihadapi ke depan adalah bonus demografi dan dampak agroindustri 4.0 yang membutuhkan banyak keterlibatan generasi muda inovatif.

Pun, program mekanisasi pertanian modern dan inovasi teknologi pertanian yang menjadi fokus pemerintahan saat ini harus dilanjutkan dan dijadikan sebagai program utama dalam setiap rezim pemerintahan ke depannya. Pasalnya tanpa teknologi, pembangunan pertanian yang maju mustahil bisa dicapai.

Begitu juga program optimalisasi lahan rawa yang sering disebut “Raksasa Tidur” harus benar-benar diwujudkan. Pada pembukaan Peringatan Hari Pangan Seduni HPS di Desa Jejangkit, Kecamatan Jejangkit, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan (18/10) bulan lalu, Menteri Koordinasi Bidang Perekonomian, Darmin Nasution menyebutkan pengotimalan lahan rawa merupakan langkah cerdas dalam menjawab penyusutan lahan karena urbanisasi, industrialisasi dan perubahan iklimn.

Pastinya, dalam mewujudkan semua program pembangunan pertanian memerlukan sinergitas dan kolaborasi yang baik antar semua pemangku kepentingan sebagai kunci dalam menghadapi tantangan dan peluang ekspor pangan ke depan.

"Oleh karena itu, isu pangan dalam kancah Pilpres 2019 nanti harus dijadikan isu utama sebagai variabel penting dalam membangun negara yang kuat. Tentunya, memajukan pertanian harus didukung dengan pembangunan infrastruktur. Sebab berdampak nyata dalam memberikan akses dan ketersediaan pangan serta meningkatkan minat investasi. Dengan demikian, isu pangan berbasis kesejahteraan, ekspor dan investasi harus menjadi isu besar dalam membangun negara yang dicita-citakan," ungkapnya.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6176 seconds (0.1#10.140)