BEI: Perang Israel-Iran Bikin Bursa Saham Asia Ambruk Berjamaah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Eskalasi militer antara Iran dan Israel turut menjadi perhatian dari PT Bursa Efek Indonesia ( BEI ) selaku penyelenggara pasar modal. Pasalnya sentimen ini dikhawatirkan dapat berdampak terhadap psikologis pasar.
Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa Bursa Efek Indonesia (BEI) Irvan Susandy mengatakan pihaknya memantau setiap perkembangan global, sekaligus berkoordinasi dengan regulator pasar modal lainnya. Pihaknya meminta investor untuk tidak panik dan menyikapi kondisi global dengan positif dan optimis.
"Kita harus selalu optimistis menyikapi fenomena yang ada. Kami berharap tidak sampai menimbulkan perang terbuka antara ke dua negara, karena efeknya bisa dirasakan oleh banyak negara lain juga," kata Irvan kepada wartawan pasar modal, Jumat (19/4/2024).
Irvan mengakui bahwa peningkatan tensi geopolitik kedua negara Timur Tengah itu mendapat respons negatif beberapa bursa di kawasan Asia. Indonesia adalah salah satunya. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup turun 1,11% di 7.087, sekaligus menyentuh level terendah dalam tiga bulan terakhir di 7.036,26.
“Ada beberapa bursa yang turun lebih dalam dari Indonesia seperti Filipina (-1,71%), Vietnam (-1,93%), Thailand (-1,81%) dan Jepang (-2,54%),” terang Irvan.
Hingga Februari 2024, eksposur Lembaga Jasa Keuangan (LJK) secara langsung terhadap Kawasan Timur Tengah relatif terbatas. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa surat berharga dengan penerbit dari Timur Tengah yang dimiliki perbankan domestik hanya sebesar Rp1,3 triliun atau 0,06 persen dari total surat berharga yang dimiliki perbankan, sementara asuransi dan Perusahaan Pembiayaan tidak memiliki surat berharga dengan penerbit dari Timur Tengah.
Di pasar saham, nilai kepemilikan saham investor dari Timur Tengah tercatat sebesar Rp65,73 triliun atau sekitar 2 persen dari total nilai kepemilikan saham investor non-residen. Kepemilikan LJK (pengendali) oleh investor di Timur Tengah tercatat hanya di perbankan dengan asset share sebesar 0,1 persen dari total aset perbankan.
Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa Bursa Efek Indonesia (BEI) Irvan Susandy mengatakan pihaknya memantau setiap perkembangan global, sekaligus berkoordinasi dengan regulator pasar modal lainnya. Pihaknya meminta investor untuk tidak panik dan menyikapi kondisi global dengan positif dan optimis.
"Kita harus selalu optimistis menyikapi fenomena yang ada. Kami berharap tidak sampai menimbulkan perang terbuka antara ke dua negara, karena efeknya bisa dirasakan oleh banyak negara lain juga," kata Irvan kepada wartawan pasar modal, Jumat (19/4/2024).
Irvan mengakui bahwa peningkatan tensi geopolitik kedua negara Timur Tengah itu mendapat respons negatif beberapa bursa di kawasan Asia. Indonesia adalah salah satunya. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup turun 1,11% di 7.087, sekaligus menyentuh level terendah dalam tiga bulan terakhir di 7.036,26.
“Ada beberapa bursa yang turun lebih dalam dari Indonesia seperti Filipina (-1,71%), Vietnam (-1,93%), Thailand (-1,81%) dan Jepang (-2,54%),” terang Irvan.
Hingga Februari 2024, eksposur Lembaga Jasa Keuangan (LJK) secara langsung terhadap Kawasan Timur Tengah relatif terbatas. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa surat berharga dengan penerbit dari Timur Tengah yang dimiliki perbankan domestik hanya sebesar Rp1,3 triliun atau 0,06 persen dari total surat berharga yang dimiliki perbankan, sementara asuransi dan Perusahaan Pembiayaan tidak memiliki surat berharga dengan penerbit dari Timur Tengah.
Di pasar saham, nilai kepemilikan saham investor dari Timur Tengah tercatat sebesar Rp65,73 triliun atau sekitar 2 persen dari total nilai kepemilikan saham investor non-residen. Kepemilikan LJK (pengendali) oleh investor di Timur Tengah tercatat hanya di perbankan dengan asset share sebesar 0,1 persen dari total aset perbankan.
(nng)