Dampak Ngeri Perang Iran-Israel Bagi Perekonomian Indonesia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Serangan Iran yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap Israel akhir pekan lalu telah meningkatkan ketegangan di Timur Tengah yang kaya akan minyak dan mengancam harga bahan bakar melonjak jika konflik meningkat dan mengganggu suplai global. Iran meluncurkan sejumlah rudal ke arah Israel sebagai pembalasan atas serangan yang dicurigai dilakukan Israel terhadap sebuah kompleks diplomatik Iran di Suriah pada 1 April.
Ketegangan tersebut membuat harga minyak sempat melonjak tajam, yang belum pernah terjadi sejak Oktober. Harga minyak telah meningkat tajam sejak mencapai titik terendah di awal Februari. Brent telah naik lebih dari 16% pada saat itu ditutup di atas USD90 per barel pada awal April untuk pertama kalinya sejak Oktober sementara WTI telah naik hampir 19% dan mencapai USD85 per barel. Konflik yang semakin dalam ini meningkatkan risiko peningkatan volatilitas di pasar minyak global.
Perseteruan antarkedua negara dapat mengganggu pengiriman melalui Selat Hormuz, sebuah jalur air sempit di perbatasan selatan negara tersebut yang dilalui oleh lebih dari seperempat perdagangan minyak maritim global termasuk minyak mentah dan produk bahan bakar minyak (BBM) setiap harinya.
Jika konflik meningkat lebih jauh, Iran memiliki kemampuan untuk menyerang kapal tanker minyak yang melewati selat tersebut dengan menggunakan pesawat tak berawak, rudal, atau kapal selam. Skenario terburuk akan melibatkan blokade total selat oleh Teheran meskipun kemungkinannya sangat kecil.
Data IEA menunjukkan Iran mengekspor hingga 1,5 juta barel per hari minyak mentah atau setara dengan 1,5% pasokan minyak global. Negara ini memproduksi total 3,25 juta barel per hari minyak mentah di bulan Maret. Megutip CNN International, meningkatnya ketegangan di Timur Tengah dapat berdampak pada permintaan logam mulia dan bank-bank sentral kembali jalur penurunan suku bunga karena risiko geopolitik dan lonjakan inflasi lebih tinggi.
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal Hastiadi menyatakan dampak ekonomi baru akan terlihat jika perang Iran dengan Israel terus berlanjut. Perekonomian Indonesia akan terkena dampak kenaikan harga minyak mentah global.
Dia memproyeksikan harga minyak bisa mencapai USD100 barel apabila tensi kedua negara terus memanas. Harga minyak naik bukan karena pasokannya berkurang akibat perang tapi jalur perdagangan terganggu.
"Kalau kita lihat dampak secara global harga minyak dunia akan di atas USD100 per barel," kata dia dikutip dari BBC, Minggu (21/4/2024).
Indonesia sebagai negara importir minyak akan terkena dampak. Saat harga minyak meningkat maka harga BBM juga akan naik kemudian diikuti dengan kenaikan harga komoditas lainnya. "Apabila pemerintah mempertahankan harga BBM di level sekarang maka beban subsidi BBM akan besar sekali," jelasnya.
Dia memproyeksikan penambahan anggaran subsidi mencapai Rp50-Rp110 triliun. Dengan proyeksi ini, pengeluaran pemerintah akan lebih besar ketimbang pendapatan dari pajak atau terjadi defisit fiskal. "Beban fiskal APBN 2024 yang sebelumnya 2,3%-2,4%, defisit fiskalnya bisa jadi 2,8 %-2,9%," kata dia.
Fithra waswas kondisi ini akan membuat investor kabur karena mereka tidak yakin Indonesia dapat menekan defisit fiskal pada 2025. Akibatnya, nilai rupiah akan semakin turun. Saat ini saja, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sudah tembus di atas Rp16.000 per dolar AS. Hal senada dikatakan Direktur Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira. Dampak perang tersebut akan megerek harga BBM, LPG hingga tarif listrik untuk mengimbangi biaya subsidi.
BBM, listrik, dan LPG merupakan komoditas penting dalam proses produksi. Menurut Bhima jika tarif tersebut naik maka biaya produksi juga bisa meningkat. Produsen kemudian membebankan kenaikan itu ke masyarakat dengan cara menaikkan harga pangan berdampak pada inflasi .
"Jika inflasi naik terlalu tinggi efeknya adalah ke daya beli masyarakat yang saat ini sudah tertekan oleh berbagai kenaikan harga pangan," kata dia.
Tak berhenti di situ, ketika harga mulai naik dan inflasi meningkat Bank Indonesia (BI) berpotensi menaikkan suku bunga acuan sehingga meningkatkan bunga kredit perbankan. Kebijakan ini dapat menyusahkan warga yang sedang berupaya melunasi berbagai cicilan KPR hingga kebutuhan lain. Sebab itu, dampak konflik Iran dengan Israel perlu adanya intervesi dari pemerintah dan otoritas terkait.
Ketegangan tersebut membuat harga minyak sempat melonjak tajam, yang belum pernah terjadi sejak Oktober. Harga minyak telah meningkat tajam sejak mencapai titik terendah di awal Februari. Brent telah naik lebih dari 16% pada saat itu ditutup di atas USD90 per barel pada awal April untuk pertama kalinya sejak Oktober sementara WTI telah naik hampir 19% dan mencapai USD85 per barel. Konflik yang semakin dalam ini meningkatkan risiko peningkatan volatilitas di pasar minyak global.
Perseteruan antarkedua negara dapat mengganggu pengiriman melalui Selat Hormuz, sebuah jalur air sempit di perbatasan selatan negara tersebut yang dilalui oleh lebih dari seperempat perdagangan minyak maritim global termasuk minyak mentah dan produk bahan bakar minyak (BBM) setiap harinya.
Jika konflik meningkat lebih jauh, Iran memiliki kemampuan untuk menyerang kapal tanker minyak yang melewati selat tersebut dengan menggunakan pesawat tak berawak, rudal, atau kapal selam. Skenario terburuk akan melibatkan blokade total selat oleh Teheran meskipun kemungkinannya sangat kecil.
Data IEA menunjukkan Iran mengekspor hingga 1,5 juta barel per hari minyak mentah atau setara dengan 1,5% pasokan minyak global. Negara ini memproduksi total 3,25 juta barel per hari minyak mentah di bulan Maret. Megutip CNN International, meningkatnya ketegangan di Timur Tengah dapat berdampak pada permintaan logam mulia dan bank-bank sentral kembali jalur penurunan suku bunga karena risiko geopolitik dan lonjakan inflasi lebih tinggi.
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal Hastiadi menyatakan dampak ekonomi baru akan terlihat jika perang Iran dengan Israel terus berlanjut. Perekonomian Indonesia akan terkena dampak kenaikan harga minyak mentah global.
Dia memproyeksikan harga minyak bisa mencapai USD100 barel apabila tensi kedua negara terus memanas. Harga minyak naik bukan karena pasokannya berkurang akibat perang tapi jalur perdagangan terganggu.
"Kalau kita lihat dampak secara global harga minyak dunia akan di atas USD100 per barel," kata dia dikutip dari BBC, Minggu (21/4/2024).
Indonesia sebagai negara importir minyak akan terkena dampak. Saat harga minyak meningkat maka harga BBM juga akan naik kemudian diikuti dengan kenaikan harga komoditas lainnya. "Apabila pemerintah mempertahankan harga BBM di level sekarang maka beban subsidi BBM akan besar sekali," jelasnya.
Dia memproyeksikan penambahan anggaran subsidi mencapai Rp50-Rp110 triliun. Dengan proyeksi ini, pengeluaran pemerintah akan lebih besar ketimbang pendapatan dari pajak atau terjadi defisit fiskal. "Beban fiskal APBN 2024 yang sebelumnya 2,3%-2,4%, defisit fiskalnya bisa jadi 2,8 %-2,9%," kata dia.
Fithra waswas kondisi ini akan membuat investor kabur karena mereka tidak yakin Indonesia dapat menekan defisit fiskal pada 2025. Akibatnya, nilai rupiah akan semakin turun. Saat ini saja, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sudah tembus di atas Rp16.000 per dolar AS. Hal senada dikatakan Direktur Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira. Dampak perang tersebut akan megerek harga BBM, LPG hingga tarif listrik untuk mengimbangi biaya subsidi.
BBM, listrik, dan LPG merupakan komoditas penting dalam proses produksi. Menurut Bhima jika tarif tersebut naik maka biaya produksi juga bisa meningkat. Produsen kemudian membebankan kenaikan itu ke masyarakat dengan cara menaikkan harga pangan berdampak pada inflasi .
"Jika inflasi naik terlalu tinggi efeknya adalah ke daya beli masyarakat yang saat ini sudah tertekan oleh berbagai kenaikan harga pangan," kata dia.
Tak berhenti di situ, ketika harga mulai naik dan inflasi meningkat Bank Indonesia (BI) berpotensi menaikkan suku bunga acuan sehingga meningkatkan bunga kredit perbankan. Kebijakan ini dapat menyusahkan warga yang sedang berupaya melunasi berbagai cicilan KPR hingga kebutuhan lain. Sebab itu, dampak konflik Iran dengan Israel perlu adanya intervesi dari pemerintah dan otoritas terkait.
(nng)