Menguak Sebab Emiten BUMN Karya Absen Setor Dividen Tahun Ini
loading...
A
A
A
JAKARTA - Emiten Badan Usaha Milik Negara atau BUMN Karya pada tahun 2024 absen tidak menyetor dividen kepada pemegang saham. Bahkan Kementerian BUMN selaku pemegang saham mayoritas juga tidak menargetkan nilai dividen yang dapat dikontribusikan seluruh emiten konstruksi untuk tahun buku 2024.
Sehingga pada 2025 ada potensi BUMN karya kembali absen menyetor sebagian laba bersihnya ke pemegang saham. Baca Juga: 7 BUMN Karya Dilebur, Ditargetkan Rampung September 2024
Wakil Menteri BUMN, Kartika Wirjoatmodjo alias Tiko mengatakan, pihaknya masih fokus pada penyehatan keuangan seluruh BUMN karya, lantaran struktur keuangan perusahaan masih terkontraksi.
Proses restrukturisasi pun ditargetkan mulai rampung tahun ini, terutama untuk PT Waskita Karya (Persero) Tbk atau WSKT, dan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. alias WIKA.
“Kita tidak target dividen di (BUMN) karya karena kita tahu mereka semua sedang penyehatan, jadi tidak ada dividen dulu di karya,” ujar Tiko saat ditemui beberapa waktu lalu.
Adapun, BUMN karya yang tidak membagikan dividen tahun ini, di antaranya PT PP (Persero) Tbk (PTPP), PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT), PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI), dan PT Hutama Karya (Persero) atau HK.
Pada kuartal I-2024, Wijaya Karya membukukan rugi yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk meningkat menjadi Rp1,13 triliun. Angka ini naik 117% dibandingkan kerugian pada periode yang sama tahun lalu senilai Rp521,25 miliar.
Dari laporan keuangannya, kerugian di kuartal I-2024 lantaran pendapatan bersih WIKA menurun 18,75% secara tahunan (yoy) menjadi Rp3,53 triliun, dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp4,34 triliun.
Adapun sumber pendapatan WIKA pada periode tersebut berasal dari bidang infrastruktur dan gedung sebesar Rp1,53 triliun, industri Rp1,15 triliun, industri plant Rp585,97 miliar, hotel Rp192,28 miliar, realty dan properti Rp33,02 miliar, serta investasi Rp35,81 miliar.
Kondisi serupa juga dialami emiten bersandi saham WSKT, di mana perusahaan membukukan rugi menjadi Rp939,5 miliar pada paruh pertama semester satu tahun ini. Kerugian itu naik 150,59% dibandingkan periode serupa 2023, yakni Rp 374,93 miliar.
Pencatatan keuangan negatif ini didorong oleh meningkatnya beban keuangan yang terkerek hingga 56,17% menjadi Rp1,09 triliun. Adapun, Waskita Karya mengantongi pendapatan usaha sebesar Rp2,17 triliun di kuartal I-2024, turun 20,27% secara tahunan dari kuartal I-2023, yaitu Rp2,73 triliun.
Sumber pendapatan Waskita berasal dari segmen jasa konstruksi senilai Rp1,48 triliun, turun 35,31% secara tahunan. Meskipun begitu, penjualan precast tumbuh 250,74% menjadi Rp364,7 miliar. Lalu, pendapatan jalan tol naik 1,75% ke posisi Rp248,66 miliar.
Sekalipun dua perusahaan masih merugi, namun keuangan dua emiten BUMN karya lainnya sudah mulai positif. Keduanya adalah PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk. atau PTPP dan PT Adhi Karya (Persero) Tbk, atau ADHI.
Pada kuartal satu tahun ini, PTPP berhasil mencatatkan laba bersih sebesar Rp94,60 miliar. Capaian tersebut meroket 176 persen dari periode yang sama 2023 senilai Rp34,22 miliar.
Pembukuan ini didorong oleh pendapatan usaha yang naik 5,7% menjadi Rp4,61 triliun, dari periode yang sama tahun lalu Rp4,36 triliun. Harga pokok pendapatan naik menjadi Rp4,08 triliun dari posisi sama 2023 Rp3,80 triliun.
Kendati, PTPP memutuskan tidak membagikan dividen untuk tahun buku 2023, karena perusahaan masih fokus pada penguatan struktur permodalan.
Keadaan yang hampir sama juga dialami ADHI, dimana laba bersih yang dapat diatribusikan ke pemilik entitas induk sebesar Rp10,15 miliar selama kuartal I-2024. Laba ini naik 20,14% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yaitu Rp8,45 miliar.
Hanya saja, pendapatan Adhi Karya turun sepanjang kuartal satu tahun ini. Dalam laporan keuangan, perusahaan membukukan pendapatan usaha sebesar Rp2,63 triliun atau lebih rendah 1,21% dari kuartal I-2023 yang berada di posisi Rp2,66 triliun.
Pendapatan usaha ADHI ditopang oleh usaha teknik dan konstruksi sebesar Rp2,03 triliun, properti dan pelayanan Rp106,33 miliar, manufaktur Rp379,54 miliar, dan investasi dan konsesi Rp98,58 miliar.
Sehingga pada 2025 ada potensi BUMN karya kembali absen menyetor sebagian laba bersihnya ke pemegang saham. Baca Juga: 7 BUMN Karya Dilebur, Ditargetkan Rampung September 2024
Wakil Menteri BUMN, Kartika Wirjoatmodjo alias Tiko mengatakan, pihaknya masih fokus pada penyehatan keuangan seluruh BUMN karya, lantaran struktur keuangan perusahaan masih terkontraksi.
Proses restrukturisasi pun ditargetkan mulai rampung tahun ini, terutama untuk PT Waskita Karya (Persero) Tbk atau WSKT, dan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. alias WIKA.
“Kita tidak target dividen di (BUMN) karya karena kita tahu mereka semua sedang penyehatan, jadi tidak ada dividen dulu di karya,” ujar Tiko saat ditemui beberapa waktu lalu.
Adapun, BUMN karya yang tidak membagikan dividen tahun ini, di antaranya PT PP (Persero) Tbk (PTPP), PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT), PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI), dan PT Hutama Karya (Persero) atau HK.
Bagaiman Kinerja Keuangan BUMN Karya?
Pencatatan keuangan dua emiten konstruksi pelat merah di tiga bulan pertama tahun ini masih negatif. Di mana, WIKA dan WSKT masih merugi.Pada kuartal I-2024, Wijaya Karya membukukan rugi yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk meningkat menjadi Rp1,13 triliun. Angka ini naik 117% dibandingkan kerugian pada periode yang sama tahun lalu senilai Rp521,25 miliar.
Dari laporan keuangannya, kerugian di kuartal I-2024 lantaran pendapatan bersih WIKA menurun 18,75% secara tahunan (yoy) menjadi Rp3,53 triliun, dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp4,34 triliun.
Adapun sumber pendapatan WIKA pada periode tersebut berasal dari bidang infrastruktur dan gedung sebesar Rp1,53 triliun, industri Rp1,15 triliun, industri plant Rp585,97 miliar, hotel Rp192,28 miliar, realty dan properti Rp33,02 miliar, serta investasi Rp35,81 miliar.
Kondisi serupa juga dialami emiten bersandi saham WSKT, di mana perusahaan membukukan rugi menjadi Rp939,5 miliar pada paruh pertama semester satu tahun ini. Kerugian itu naik 150,59% dibandingkan periode serupa 2023, yakni Rp 374,93 miliar.
Pencatatan keuangan negatif ini didorong oleh meningkatnya beban keuangan yang terkerek hingga 56,17% menjadi Rp1,09 triliun. Adapun, Waskita Karya mengantongi pendapatan usaha sebesar Rp2,17 triliun di kuartal I-2024, turun 20,27% secara tahunan dari kuartal I-2023, yaitu Rp2,73 triliun.
Sumber pendapatan Waskita berasal dari segmen jasa konstruksi senilai Rp1,48 triliun, turun 35,31% secara tahunan. Meskipun begitu, penjualan precast tumbuh 250,74% menjadi Rp364,7 miliar. Lalu, pendapatan jalan tol naik 1,75% ke posisi Rp248,66 miliar.
Sekalipun dua perusahaan masih merugi, namun keuangan dua emiten BUMN karya lainnya sudah mulai positif. Keduanya adalah PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk. atau PTPP dan PT Adhi Karya (Persero) Tbk, atau ADHI.
Pada kuartal satu tahun ini, PTPP berhasil mencatatkan laba bersih sebesar Rp94,60 miliar. Capaian tersebut meroket 176 persen dari periode yang sama 2023 senilai Rp34,22 miliar.
Pembukuan ini didorong oleh pendapatan usaha yang naik 5,7% menjadi Rp4,61 triliun, dari periode yang sama tahun lalu Rp4,36 triliun. Harga pokok pendapatan naik menjadi Rp4,08 triliun dari posisi sama 2023 Rp3,80 triliun.
Kendati, PTPP memutuskan tidak membagikan dividen untuk tahun buku 2023, karena perusahaan masih fokus pada penguatan struktur permodalan.
Keadaan yang hampir sama juga dialami ADHI, dimana laba bersih yang dapat diatribusikan ke pemilik entitas induk sebesar Rp10,15 miliar selama kuartal I-2024. Laba ini naik 20,14% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yaitu Rp8,45 miliar.
Hanya saja, pendapatan Adhi Karya turun sepanjang kuartal satu tahun ini. Dalam laporan keuangan, perusahaan membukukan pendapatan usaha sebesar Rp2,63 triliun atau lebih rendah 1,21% dari kuartal I-2023 yang berada di posisi Rp2,66 triliun.
Pendapatan usaha ADHI ditopang oleh usaha teknik dan konstruksi sebesar Rp2,03 triliun, properti dan pelayanan Rp106,33 miliar, manufaktur Rp379,54 miliar, dan investasi dan konsesi Rp98,58 miliar.
(akr)