Tantangan Menyeimbangkan Produksi dan Konsumsi Minyak Sawit Berkelanjutan

Rabu, 19 Agustus 2020 - 23:10 WIB
loading...
Tantangan Menyeimbangkan...
Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) mendiskusikan tentang ketentuan konsep Shared Responsibility (SR), yaitu sebuah konsep yang menyeimbangkan antara produksi dan konsumsi minyak sawit berkelanjutan di Indonesia. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) mendiskusikan tentang ketentuan RSPO mengenai konsep Shared Responsibility (SR), yaitu sebuah konsep yang menyeimbangkan antara produksi dan konsumsi minyak sawit berkelanjutan di Indonesia.

Dengan tingkat penyerapan minyak sawit berkelanjutan di Indonesia yang hanya sebesar 13% pada Juni tahun ini, panelis dari RSPO, Golden Agri Resources (GAR), World Wide Fund for Nature (WWF) Indonesia, dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) berkumpul bersama untuk mendiskusikan tantangan kunci dan peluang untuk mendorong transformasi pasar di negara produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia.

(Baca Juga: Rentetan Kejadian Ini Bikin Produksi Sawit Menyusut di Semester I Tahun 2020 )

Direktur RSPO Indonesia, Tiur Rumondang menjelaskan, bahwa konsep Shared Responsibility atau Tanggung Jawab Bersama bukan merupakan konsep yang baru bagi RSPO dan telah menjadi bagian dari kode etik anggota RSPO selama lebih dari lima tahun, setelah revisi Prinsip dan Kriteria (P&K) pada tahun 2017, hingga saat ini para pemangku kepentingan mengidentifikasi bahwa konsep Shared Responsibility perlu diidentifikasi dan dikembangkan lebih lanjut.

“Selama 14 tahun terakhir, kita telah melihat pertumbuhan yang impresif dalam produksi minyak sawit berkelanjutan dari anggota kami.Namun permintaannya tidak sebanding dengan suplai dan ada keyakinan bahwa pembeli tidak mematuhi standar yang berlaku bagi produsen karena tidak adanya aturan mengenai hal itu,” kata Tiur.

Maka dengan Shared Responsibility, Ia mengutarakan ingin mendorong upaya di antara semua pemangku kepentingan dalam rantai pasok minyak sawit untuk mentransformasi pasar dan untuk meraih visi bersama RSPO untuk menjadikan minyak sawit berkelanjutan sebagai norma.

Dalam mendukung pendekatan ini, Head of Market Transformation WWF-Indonesia, Aditya Bayunanda mengatakan, “Saat ini upaya bersama sangat dibutuhkan untuk memastikan bahwa produsen yang memproduksi minyak sawit secara berkelanjutan menerima manfaat yang seharusnya, dan konsumen kemudian menggunakan daya beli mereka untuk memberikan insentif kepada produsen, utamanya petani kecil.”

(Baca Juga: Ekspor Minyak Sawit Terkontraksi 11%, Kecuali ke Tiga Negara Ini )

WWF mempromosikan penggunaan produk minyak sawit berkelanjutan di pasar domestik maupun pasar internasional, serta memberikan informasi yang relevan kemana pembeli bisa memperoleh sumber minyak sawit berkelanjutan dalam rangka mendukung para pelaku pasar.

Dalam komentarnya terhadap topik ini, Managing Director for Sustainability and Strategic Stakeholder Engagement GAR, Agus Purnomo mengatakan, selama ini beban yang signifikan hanya ditanggung oleh produsen kelapa sawit. "Kita perlu membuat aksi keberlanjutan sebagai sebuah tanggung jawab bersama yang dipikul bersama-sama oleh semua pihak," ungkap Agus.

GAR telah menjadi anggota RSPO sejak April 2011 dan memiliki 270.000 hektar perkebunan sawit yang telah mendapat sertifikasi RSPO dengan kapasitas produksi hingga 1,3 juta ton minyak sawit mentah (CPO). Selain komitmen mereka terhadap RSPO, GAR juga telah mendorong dan mengajak pabrik dan petani independen yang tidak tergabung dalam jaringan rantai pasok mereka untuk mengimplementasikan kebijakan keberlanjutan yang serupa.

“Kami memiliki data perkebunan yang mencakup 80% dari total seluruh pemasok kami. Data ini penting untuk memastikan kepada konsumen kami bahwa mereka telah membeli dari perkebunan dan pabrik yang telah berkomitmen untuk mengikuti prinsip keberlanjutan,” kata Agus.

Ketua YLKI Tulus Abadi menambahkan, bahwa mayoritas konsumen di Indonesia tidak mengetahui mengenai adanya komposisi minyak sawit yang terkandung dalam berbagai produk yang dijual di pasar.

“Banyak konsumen di Indonesia yang hanya mengetahui minyak sawit sebagai bagian dari minyak goreng dan hal-hal terkait konsumsi yang berkelanjutan bukan merupakan perhatian besar bagi mereka. Ini terjadi karena tidak adanya edukasi dari pelaku industri terhadap konsumen tentang pengetahuan produk dan juga tidak adanya kebijakan yang jelas dalam hal ini,” papar Tulus.

“Kami mendorong industri minyak goreng untuk memastikan bahwa produk mereka ramah lingkungan, dari hulu hingga ke hilir. Mereka juga harus memastikan bahwa tidak ada pelanggaran terhadap hak-hak buruh dan hak asasi manusia lainnya dalam kriteria keberlanjutan mereka,” kata Tulus.

Pada 31 Oktober 2019, Dewan Gubernur RSPO menyetujui aturan yang menyerukan ‘Shared Responsibility’. Aturan baru ini mengatur bahwa produsen penghasil barang konsumen (Consumer Goods Manufacturers) dan pengecer yang membeli produk minyak sawit berkelanjutan untuk meningkatkan serapannya sebesar 15 persen (dari baseline tahun sebelumnya yaitu Laporan Komunikasi Tahunan Anggota RSPO (ACOP 2019) untuk tahun pertama dari implementasi Shared Responsibility (misal: kalau serapannya sebesar 10% pada tahun sebelumnya, maka harus menjadi 25 persen pada tahun pertama setelah implementasi Shared Responsibility).
(akr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1560 seconds (0.1#10.140)