Seruan Boikot Produk Israel Kembali Menggema, Merek-merek Ini Jadi Target
loading...
A
A
A
JAKARTA - Boikot produk-produk yang berkaitan dengan Israel kembali menggema. Sejumlah produk terus menjadi target. Merek-merek makanan cepat saji asal Amerika Serikat (AS) termasuk McDonald's dan KFC menghadapi lingkungan operasi yang menantang di Asia, Timur Tengah dan beberapa bagian Eropa yang dibebani oleh seruan untuk memboikot produk mereka karena dianggap memiliki kaitan dengan Israel.
Banyak orang di Timur Tengah mengubah kebiasaan konsumsi mereka sejak perang dimulai, sehingga mengurangi permintaan makanan cepat saji dari peritel Amerika. McDonald's menjadi target boikot setelah foto-foto dan video di media sosial menunjukkan gerai-gerai waralabanya di Israel memberikan makanan kepada para tentara Israel setelah serangan 7 Oktober.
"Semua orang terkena dampaknya, ini adalah sesuatu yang tidak disadari oleh banyak orang, tidak hanya merek-merek Barat, semua orang terkena dampak dari konflik pasca 7 Oktober," ujar Brandon Guthrie, salah satu pendiri dan mitra umum di Shatranj Capital Partners dikutip Irishexaminer dari Bloomberg, Kamis (30/5/2024).
Namun, dampak terhadap McDonald's dan Starbucks secara signifikan lebih tinggi karena mereka lebih terekspos di Mesir, Yordania dan Maroko, kata Guthrie. Meskipun McDonald's tidak mengungkapkan berapa kerugian yang ditimbulkan oleh boikot-boikot ini selama kuartal keempat, kepala eksekutifnya, Chris Kempczinski, mengatakan pada bulan Februari bahwa dampak yang paling terasa terjadi di Timur Tengah, dan juga terjadi di negara-negara Muslim seperti Indonesia dan Malaysia.
Beberapa waralaba KFC di Asia Tenggara juga tidak luput dari aksi boikot. Lebih dari 100 gerai KFC di Malaysia terpaksa ditutup untuk sementara waktu. Di Pakistan, merek-merek air dan minuman ringan lokal di beberapa toko kelontong diberi ruang rak yang menonjol dan lebih disukai daripada Coca-Cola dan Pepsi.
Beberapa poster beredar di kalangan warga Pakistan yang mencap perusahaan-perusahaan multinasional besar, termasuk kedua merek minuman asal Amerika Serikat itu, sebagai produk yang terkait dengan Israel.
Produsen kaleng untuk Pepsi dan Coca-Cola mengalami penurunan penjualan sebesar 11% pada kuartal yang berakhir pada 31 Maret, sebagian karena berkurangnya permintaan domestik akibat reaksi terhadap kerusuhan di Timur Tengah, demikian ungkap Pakistan Aluminium Beverage Cans.
Afrika Utara juga telah menjadi panggung boikot dengan konsekuensi yang nyata. Gerai perdana KFC di Aljazair ditutup sementara di tengah protes nasional pada bulan April. Di Eropa, di mana opini publik kurang homogen, dampak boikot lebih sulit untuk dipastikan.
Baca Juga: 3 Kekejaman Israel di Rafah, Termasuk Bakar Hidup-hidup Warga Sipil Palestina
AmRest Holdings yang terdaftar di Warsawa, salah satu operator makanan cepat saji terbesar di Eropa dengan merek-merek seperti Burger King, KFC dan Pizza Hut, mengatakan dalam laporan kuartal pertamanya bahwa perang di Timur Tengah dapat memengaruhi kepercayaan konsumen, mengubah kecenderungan mereka untuk mengkonsumsi dan cara mereka mengkonsumsi meskipun tidak menjelaskan secara rinci bagaimana ketidakpastian ini sejauh ini berdampak pada kinerja.
Satu negara Eropa yang mengalami dampak yang cukup berarti adalah Prancis, menurut Kempczinski di McDonald's. "Meskipun semua orang berada dalam garis tren yang mulai pulih, McDonald's dan Starbucks mungkin memerlukan waktu hingga akhir tahun untuk pulih karena kemundurannya lebih besar bagi mereka," ujar Guthrie.
Banyak orang di Timur Tengah mengubah kebiasaan konsumsi mereka sejak perang dimulai, sehingga mengurangi permintaan makanan cepat saji dari peritel Amerika. McDonald's menjadi target boikot setelah foto-foto dan video di media sosial menunjukkan gerai-gerai waralabanya di Israel memberikan makanan kepada para tentara Israel setelah serangan 7 Oktober.
"Semua orang terkena dampaknya, ini adalah sesuatu yang tidak disadari oleh banyak orang, tidak hanya merek-merek Barat, semua orang terkena dampak dari konflik pasca 7 Oktober," ujar Brandon Guthrie, salah satu pendiri dan mitra umum di Shatranj Capital Partners dikutip Irishexaminer dari Bloomberg, Kamis (30/5/2024).
Namun, dampak terhadap McDonald's dan Starbucks secara signifikan lebih tinggi karena mereka lebih terekspos di Mesir, Yordania dan Maroko, kata Guthrie. Meskipun McDonald's tidak mengungkapkan berapa kerugian yang ditimbulkan oleh boikot-boikot ini selama kuartal keempat, kepala eksekutifnya, Chris Kempczinski, mengatakan pada bulan Februari bahwa dampak yang paling terasa terjadi di Timur Tengah, dan juga terjadi di negara-negara Muslim seperti Indonesia dan Malaysia.
Beberapa waralaba KFC di Asia Tenggara juga tidak luput dari aksi boikot. Lebih dari 100 gerai KFC di Malaysia terpaksa ditutup untuk sementara waktu. Di Pakistan, merek-merek air dan minuman ringan lokal di beberapa toko kelontong diberi ruang rak yang menonjol dan lebih disukai daripada Coca-Cola dan Pepsi.
Beberapa poster beredar di kalangan warga Pakistan yang mencap perusahaan-perusahaan multinasional besar, termasuk kedua merek minuman asal Amerika Serikat itu, sebagai produk yang terkait dengan Israel.
Produsen kaleng untuk Pepsi dan Coca-Cola mengalami penurunan penjualan sebesar 11% pada kuartal yang berakhir pada 31 Maret, sebagian karena berkurangnya permintaan domestik akibat reaksi terhadap kerusuhan di Timur Tengah, demikian ungkap Pakistan Aluminium Beverage Cans.
Afrika Utara juga telah menjadi panggung boikot dengan konsekuensi yang nyata. Gerai perdana KFC di Aljazair ditutup sementara di tengah protes nasional pada bulan April. Di Eropa, di mana opini publik kurang homogen, dampak boikot lebih sulit untuk dipastikan.
Baca Juga: 3 Kekejaman Israel di Rafah, Termasuk Bakar Hidup-hidup Warga Sipil Palestina
AmRest Holdings yang terdaftar di Warsawa, salah satu operator makanan cepat saji terbesar di Eropa dengan merek-merek seperti Burger King, KFC dan Pizza Hut, mengatakan dalam laporan kuartal pertamanya bahwa perang di Timur Tengah dapat memengaruhi kepercayaan konsumen, mengubah kecenderungan mereka untuk mengkonsumsi dan cara mereka mengkonsumsi meskipun tidak menjelaskan secara rinci bagaimana ketidakpastian ini sejauh ini berdampak pada kinerja.
Satu negara Eropa yang mengalami dampak yang cukup berarti adalah Prancis, menurut Kempczinski di McDonald's. "Meskipun semua orang berada dalam garis tren yang mulai pulih, McDonald's dan Starbucks mungkin memerlukan waktu hingga akhir tahun untuk pulih karena kemundurannya lebih besar bagi mereka," ujar Guthrie.
(nng)