Lifting Migas Mencapai 94,6%

Kamis, 04 April 2019 - 12:35 WIB
Lifting Migas Mencapai 94,6%
Lifting Migas Mencapai 94,6%
A A A
JAKARTA - Realisasi lifting minyak dan gas (migas) pada kuartal I/2019 tercatat sebesar 1,8 juta barrel oil equivalent per day(boepd). Realisasi lifting tersebut mencapai 94,6% dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 sebesar 2,2 juta boepd.

Kepala Divisi Program dan Komunikasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Wisnu Prabawa Taher menjelaskan, capaian ini terdiri atas lifting minyak dan kondensat sebesar 745.000 barel minyak per hari (barrel oil per day/bopd) atau 96,1% dari target APBN 2019 sebesar 775.000 bopd.

Sementara lifting gas bumi sebesar 1,069 ribu boepd atau 93,8% dari target APBN 2019 sebesar 1,250 ribu boepd. Menurut dia, salah satu alasan mengapa realisasi lifting lebih rendah dari target APBN karena terjadinya decline rate yang lebih tinggi dari perkiraan awal pada akhir 2018.

Selain itu, pengeboran sumur sejumlah kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) masih belum optimal karena jadwalnya banyak yang mundur karena faktor cuaca. ”Selain itu, juga adanya isu integrity fasilitas kendala di perangkat fasilitas produksi, kebutuhan maintenance. Harapannya ini bisa segera teratasi,” ujar Wisnu di Jakarta kemarin.

Dia berharap sejumlah hambatan tersebut bisa segera selesai sehingga KKKS dan SKK Migas sehingga upaya mencapai target lifting 2019 dapat tercapai. Pihaknya optimistis lifting dan produksi migas dapat lebih optimal pada kuartal II/2019.

Pihaknya mencatat terdapat tiga KKKS sebagai penyumbang lifting minyak terbesar. Adapun pertama ditempati oleh Exxon-Mobil Cepu dengan lifting sebesar 220.000 bopd. Sementara posisi kedua diduduki Chevron Pasific Indonesia dengan lifting sebesar 197.000 bopd.

Posisi ketiga diduduki oleh Pertamina EP dengan lifting minyak sebesar 78.000 bopd. Sementara untuk gas, BP Berau KKKS yang mengoperasikan Blok Tangguh menduduki posisi pertama dengan lifting gas sebesar 181.000 boepd. Adapun Conoccophilips men capai lifting sebesar 146.000 boepd.

Posisi ketiga ditempati oleh Pertamina EP dengan capaian 139.000 boepd. ”Capaian lifting minyak Chevron tidak mengalami perubahan jika dibandingkan dengan capaian pada Februari 2019 begitu juga dengan capaian lifting gas Pertamina EP,” jelasnya.

Sementara dibandingkan per Februari, lifting gas untuk BP Berau mengalami penurunan dari 187.000 boepd menjadi 181.000 boepd hingga Maret 2019. ”Penyebabnya adalah planned shutdown sebesar 3,4 mbopd dan 749 mmscfd di BP Berau, untuk kegiatan turn around Train-1 pada 26 Maret 2019,” ujar Wisnu.

Untuk mencapai target lifting migas pada APBN 2018, kata dia, SKK Migas terus mendorong sejumlah KKKS untuk mencapai lifting yang lebih optimal antara lain Pertamina EP, Pertamina Hulu Mahakam, Pertamina Hulu ONWJ dan OSES, Medco E&P Natuna, Kangean Energy Indonesia, Premier Oil Indonesia, dan Eni Muara Bakau.

Menanggapi itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan meminta SKK Migas dan KKKS terus berupaya mencapai target lifting migas dalam APBN 2019.

”Kontraktor dan SKK Migas perlu lebih serius menangani lifting secara teratur dan sesuai hasil produksi harian,” ujarnya. Sementara itu, pengamat ekonomi energi dari Universitas Gajah Mada Yogyakarta (UGM) Fahmy Radhi menilai, target lifting tahun ini sulit untuk mencapai target.

Pasalnya, produksi minyak masih ditopang oleh sumur-sumur tua belum menghasilkan temuan sumur-sumur baru. ”Kalau saya melihat lifting cenderung menurun tahun ini. Target yang ditetapkan cenderung tidak realistis karena masih pada sumur- sumur tua dan blok terminasi sehingga produksi stagnan bahkan cenderung menurun,” ujarnya.

Fahmy beranggapan, tidak adanya eksplorasi dan eksploitasi sumur-sumur baru target lifting yang ditetapkan pemerintah akan sulit tercapai. Selain itu, pihaknya juga melihat investasi hulu migas belum bergairah tahun ini karena harga minyak diprediksi masih cenderung menurun akibat kelebihan pasokan minyak pasar dunia.

”Investasi memang ada yang masuk, tapi tidak langsung menghasilkan. Kalaupun ada eksplorasi sumur baru itu tidak langsung menghasilkan masih menunggu sampai 10 tahun ke depan untuk produksi. Karena itu, tahun ini saya melihat lifting justru menurun,” kata dia.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro mengatakan target lifting migas dalam APBN 2019 realistis, tetapi untuk mencapainya tidak sederhana.

Menurut dia, untuk merealisasikan, pemerintah atau SKK Migas dapat mengontrol rencana kerja dan anggaran (WPnB) yang telah dimasukkan KKKS. ”Secara angka target APBN 2019 moderat, tetapi memang tidak sederhana, perlu komitmen stakeholder,” papar dia.
(Nanang Wijayanto)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3674 seconds (0.1#10.140)