Pengusaha Tekstil Ungkap Biang Keladi Penyebab Badai PHK Massal
loading...
A
A
A
JAKARTA - Fenomena badai Pemutusan Hubungan Kerja atau PHK massal yang menerjang para pekerja, khususnya industri tekstil dan produk tekstil (TPT) lokal, disebut karena tidak berjalannya bisnis yang digempur oleh invasi produk impor dalam skala besar.
Para pengusaha beramai-ramai mengeluhkan kebijakan Kementerian Perdagangan yang mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan ( Permendag ) Nomor 8 Tahun 2024, sebagai biang keladi dari relaksasi barang impor produk TPT khususnya berupa pakaian jadi.
Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Jemmy Kartiwa Sastraatmaja mengungkapkan, badai PHK massal yang menimpa para pekerja di industri TPT tersebut, menjadi langkah menelan pil pahit yang tak terelakkan lantaran tidak berjalannya bisnis di pasar domestik.
Terlebih, lanjut Jemmy, kondisi ini juga diperparah dengan krisis ekonomi global sehingga mengakibatkan komoditas ekspor produk TPT lokal terhambat. Namun demikian, Jemmy menyayangkan kebijakan pemerintah dengan mengeluarkan Permendag Nomor 8 Tahun 2024, yang justru semakin menambah beban bagi pengusaha industri TPT lokal tersebut.
"Penyebab ramai-ramainya industri TPT gulung tikar dan efisiensi karyawan ini adalah terbitnya Permendag Nomor 8 Tahun 2024. Intinya di dalam Permendag tersebut, mempermudah aturan Impor pakaian jadi dengan mencabut aturan Perteks sebagai persyaratan dalam pengajuan izin impor pakaian jadi," jelas Jemmy kepada MPI, Sabtu (15/6/2024).
Jemmy menegaskan, jika pemerintah masih ingin mendukung keberlangsungan dari industri TPT tanah air, sebaiknya segera cabut Permendag 8 Tahun 2024, dengan seiring mengembalikan Perteks sebagai syarat impor khususnya pada pakaian jadi.
"Revisi kembali Permendag 8 2024, kembalikan aturan Perteks sebagai syarat Impor pakaian jadi," tegas Jemmy.
Hal senada juga diungkapkan Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat Benang Filament Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta yang mengatakan Permendag Nomor 8 Tahun 2024 itu menjadi biang kerok yang tidak hanya menyasar pada tutupnya pabrik TPT, namun juga mengakibatkan brand lokal beralih kepada produk impor.
Para pengusaha beramai-ramai mengeluhkan kebijakan Kementerian Perdagangan yang mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan ( Permendag ) Nomor 8 Tahun 2024, sebagai biang keladi dari relaksasi barang impor produk TPT khususnya berupa pakaian jadi.
Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Jemmy Kartiwa Sastraatmaja mengungkapkan, badai PHK massal yang menimpa para pekerja di industri TPT tersebut, menjadi langkah menelan pil pahit yang tak terelakkan lantaran tidak berjalannya bisnis di pasar domestik.
Terlebih, lanjut Jemmy, kondisi ini juga diperparah dengan krisis ekonomi global sehingga mengakibatkan komoditas ekspor produk TPT lokal terhambat. Namun demikian, Jemmy menyayangkan kebijakan pemerintah dengan mengeluarkan Permendag Nomor 8 Tahun 2024, yang justru semakin menambah beban bagi pengusaha industri TPT lokal tersebut.
"Penyebab ramai-ramainya industri TPT gulung tikar dan efisiensi karyawan ini adalah terbitnya Permendag Nomor 8 Tahun 2024. Intinya di dalam Permendag tersebut, mempermudah aturan Impor pakaian jadi dengan mencabut aturan Perteks sebagai persyaratan dalam pengajuan izin impor pakaian jadi," jelas Jemmy kepada MPI, Sabtu (15/6/2024).
Jemmy menegaskan, jika pemerintah masih ingin mendukung keberlangsungan dari industri TPT tanah air, sebaiknya segera cabut Permendag 8 Tahun 2024, dengan seiring mengembalikan Perteks sebagai syarat impor khususnya pada pakaian jadi.
"Revisi kembali Permendag 8 2024, kembalikan aturan Perteks sebagai syarat Impor pakaian jadi," tegas Jemmy.
Hal senada juga diungkapkan Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat Benang Filament Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta yang mengatakan Permendag Nomor 8 Tahun 2024 itu menjadi biang kerok yang tidak hanya menyasar pada tutupnya pabrik TPT, namun juga mengakibatkan brand lokal beralih kepada produk impor.