RPP Kesehatan Berpotensi Picu PHK di Industri Kreatif dan Media

Sabtu, 15 Juni 2024 - 20:51 WIB
loading...
RPP Kesehatan Berpotensi Picu PHK di Industri Kreatif dan Media
Seorang karyawati sedang melintas di kawasan perkantoran SCBD, di Jakarta. FOTO/SINDOnews/Isra Triansyah
A A A
JAKARTA - Pelaku usaha serta pekerja di sektor media dan industri kreatif menyatakan tidak dilibatkan dalam penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan yang menjadi turunan dari Undang-Undang Kesehatan No. 17 Tahun 2023. Padahal RPP tersebut mengandung beberapa pasal yang melarang iklan, promosi, dan sponsorship produk tembakau yang dikhawatirkan akan merugikan bakal merugikan mereka.

Koordinator Divisi Advokasi Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (Sindikasi), Guruh Riyanto, menyatakan bahwa pemerintah belum melibatkan pihaknya dalam penyusunan RPP Kesehatan. Sindikasi juga tidak mengetahui secara detil isi aturan di dalam RPP Kesehatan yang rencananya akan segera diterbitkan dalam waktu dekat ini.

"Secara organisasi, kami belum terlibat terkait perancangannya. Kami juga belum membaca dan mempelajari soal (aturan tembakau di) RPP Kesehatan," ujarnya dalam keterangannya, Sabtu (15/6/2024).



Dari 16 subsektor ekonomi kreatif, setidaknya enam di antaranya terlibat langsung dengan industri tembakau, seperti dalam periklanan dan pembuatan konten kreatif. Pasal larangan iklan dalam RPP Kesehatan mengancam pekerjaan bagi 725 ribu orang di industri media dan kreatif di Indonesia.

Ketua Dewan Periklanan Indonesia (DPI) M Rafiq, menolak keras pasal-pasal yang melarang iklan, promosi, dan sponsorship produk tembakau dalam RPP Kesehatan. Ia menyayangkan ketidaklibatan pemerintah terhadap industri periklanan dan kreatif dalam merancang aturan yang berpotensi merugikan mereka.



Rafiq mencatat bahwa iklan rokok sudah diatur dengan berbagai regulasi, seperti PP Nomor 109 Tahun 2012 dan Etika Pariwara Indonesia (EPI), yang dijalankan secara disiplin oleh pelaku industri iklan dan kreatif. Gilang Iskandar dari ATVSI mengungkapkan bahwa larangan iklan tembakau akan berdampak signifikan pada industri media, periklanan, dan kreatif di Indonesia termasuk sektor pertelevisian yang sangat bergantung pada iklan rokok.

Dia memperkirakan potensi penurunan pendapatan hingga Rp9 triliun jika pembatasan iklan rokok diberlakukan yang akan mempengaruhi kualitas siaran dan tenaga kerja media. Dari perspektif industri kreatif, Emil Mahyudin dari APMI mengatakan bahwa sebagian besar kegiatan konser dan festival musik di Indonesia mengandalkan sponsor dari industri tembakau, dan dampak larangan iklan ini dapat membuat industri kreatif semakin terpuruk pasca dampak Covid-19.
(nng)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1691 seconds (0.1#10.140)