Dolar AS Terlalu Perkasa, Rupiah Akhir Pekan Dipukul KO ke Rp16.450/USD
loading...
A
A
A
Dari sentimen domestik, pasar terus memantau ketidakpastian arah kebijakan fiskal yang meningkatkan fiscal risk juga menjadi faktor yang memengaruhi pelemahan mata uang rupiah. Hal itu dilihat dari kondisi proyeksi defisit anggaran yang besar di kisaran 2,8% dari produk domestik bruto (PDB). Angka tersebut mendekati batas atas level 3% dari PDB.
Terlebih belakangan ini bermunculan kabar mengenai sikap Presiden terpilih Prabowo Subianto yang terlihat permisif dengan utang dan bahkan diisukan hendak menaikkan rasio utang pemerintah ke kisaran 50% dari PDB, meski kemudian kabar itu sudah dibantah tim Prabowo-Gibran.
Oleh karena itu, pemerintah mendatang di bawah Prabowo-Gibran harus secepatnya menyampaikan komitmennya terhadap disiplin fiskal agar naiknya risiko fiskal dapat ditekan dan tidak menciptakan sentimen negatif terhadap rupiah.
Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) selayaknya menjaga stabilitas rupiah berbasis kekuatan fundamental perekonomian Indonesia. Hal itu yakni surplus neraca perdagangan, bukan intervensi valuta asing (valas) dengan cadangan devisa yang terbatas atau menaikkan suku bunga domestik.
"Sebenarnya rupiah tidak perlu mengalami pelemahan yang panjang jika pasokan dolar dari surplus neraca perdagangan mengalir ke pasar. Pelemahan rupiah, merupakan anomali karena hingga Mei 2024 Indonesia masih mencatatkan surplus neraca perdagangan yang cukup baik," pungkas Ibrahim.
Berdasarkan data diatas, mata uang rupiah untuk perdagangan berikutnya diprediksi bergerak fluktuatif, namun kembali ditutup melemah di rentang Rp16.440 - Rp16.510 per USD.
Terlebih belakangan ini bermunculan kabar mengenai sikap Presiden terpilih Prabowo Subianto yang terlihat permisif dengan utang dan bahkan diisukan hendak menaikkan rasio utang pemerintah ke kisaran 50% dari PDB, meski kemudian kabar itu sudah dibantah tim Prabowo-Gibran.
Oleh karena itu, pemerintah mendatang di bawah Prabowo-Gibran harus secepatnya menyampaikan komitmennya terhadap disiplin fiskal agar naiknya risiko fiskal dapat ditekan dan tidak menciptakan sentimen negatif terhadap rupiah.
Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) selayaknya menjaga stabilitas rupiah berbasis kekuatan fundamental perekonomian Indonesia. Hal itu yakni surplus neraca perdagangan, bukan intervensi valuta asing (valas) dengan cadangan devisa yang terbatas atau menaikkan suku bunga domestik.
"Sebenarnya rupiah tidak perlu mengalami pelemahan yang panjang jika pasokan dolar dari surplus neraca perdagangan mengalir ke pasar. Pelemahan rupiah, merupakan anomali karena hingga Mei 2024 Indonesia masih mencatatkan surplus neraca perdagangan yang cukup baik," pungkas Ibrahim.
Berdasarkan data diatas, mata uang rupiah untuk perdagangan berikutnya diprediksi bergerak fluktuatif, namun kembali ditutup melemah di rentang Rp16.440 - Rp16.510 per USD.
(akr)