Pesan Tanri Abeng Soal BUMN: Kompetensi Komisaris dan Politisasi Jadi Masalah Krusial
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menteri Negara Pendayagunaan BUMN era kabinet Presiden Soeharto, Tanri Abeng memberikan sejumlah pesan perihal perbaikan kinerja perusahaan pelat merah, sebelum dirinya tutup usia pada Minggu (23/6/2024). Semasa hidupnya, pengamat ekonomi ini kerap menyampaikan gagasan penting agar pengelolaan bisnis perseroan negara dapat dimaksimalkan pemegang saham.
Salah satu yang disoroti adalah politisasi BUMN .Pada Mei 2020 lalu, Tanri menyebut salah satu kendala utama bagi BUMN ketika perusahaan dipolitisasi oleh oknum-oknum tertentu. Saat itu, dia meminta tak ada politisasi BUMN sehingga kinerja perseroan dapat tumbuh maksimal.
“Apabila manajemennya diobok-obok. Maka BUMN ini tidak akan pernah optimum kinerjanya," ujarnya dalam sebuah diskusi virtual LP3ES di Jakarta kala itu.
Tak berhenti disitu saja, mantan Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) ini juga sering menyoroti persoalan yang melanda BUMN. Dari perkara strategi bisnis, manajemen perusahaan, hingga kompetensi Dewan Komisaris.
Menurutnya, kompetensi Dewan Komisaris masih menjadi masalah krusial, ketika perseroan dihadapkan pada berbagai situasi.
“Masalahnya juga sekarang, di BUMN ini komisarisnya terkadang tidak memberi dukungan karena kurang kompetensi di dewan komisaris, maka direksi tidak mendapat dukungan, tapi terkadang jadi beban bagi mereka," ucap Tanri di lokasi yang berbeda.
Kinerja BUMN, lanjut dia, didasarkan pada kebijakan-kebijakan Direksi perusahaan. Namun, regulasi akan diimplementasikan secara maksimal bila ada dukungan dari Komisaris dan Kementerian BUMN.
Masalahnya, penempatan figur komisaris dinilai tidak sesuai sehingga berpengaruh pada kinerja perusahaan.
Waktu itu, Tanri menyarankan agar Dewan Direksi perlu merubah strategi bisnisnya. Perubahan itu dari strategi utang ke strategic partner. Strategi partner merupakan kerja sama atau aliansi antara BUMN dengan perusahaan multinasional yang memiliki sumber daya yang mumpuni.
Strategi aliansi ini diyakini mampu mendorong kinerja perusahaan negara dan membebaskan perusahaan dari belenggu utang. Perusahaan multinasional yang menjadi mitra BUMN adalah mereka yang memiliki keuangan yang stabil, teknologi terbaru, manajemen yang baik (best practice manajemen), hingga akses pasar yang luas.
“Jadi perubahan (strategi) utang bon kepada strategis aliansi ini menarik sekali, saya kira ini bisa berlangsung," tutur dia sebelumnya.
Dalam proses kerja sama itu, korporat multinasional akan membawa dolar, teknologi, dan best practice manajemen yang bisa dimanfaatkan BUMN. Pemanfaatan sumber daya diyakini mampu memperbaiki kinerja perseroan ke depannya.
Salah satu yang disoroti adalah politisasi BUMN .Pada Mei 2020 lalu, Tanri menyebut salah satu kendala utama bagi BUMN ketika perusahaan dipolitisasi oleh oknum-oknum tertentu. Saat itu, dia meminta tak ada politisasi BUMN sehingga kinerja perseroan dapat tumbuh maksimal.
“Apabila manajemennya diobok-obok. Maka BUMN ini tidak akan pernah optimum kinerjanya," ujarnya dalam sebuah diskusi virtual LP3ES di Jakarta kala itu.
Tak berhenti disitu saja, mantan Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) ini juga sering menyoroti persoalan yang melanda BUMN. Dari perkara strategi bisnis, manajemen perusahaan, hingga kompetensi Dewan Komisaris.
Menurutnya, kompetensi Dewan Komisaris masih menjadi masalah krusial, ketika perseroan dihadapkan pada berbagai situasi.
“Masalahnya juga sekarang, di BUMN ini komisarisnya terkadang tidak memberi dukungan karena kurang kompetensi di dewan komisaris, maka direksi tidak mendapat dukungan, tapi terkadang jadi beban bagi mereka," ucap Tanri di lokasi yang berbeda.
Kinerja BUMN, lanjut dia, didasarkan pada kebijakan-kebijakan Direksi perusahaan. Namun, regulasi akan diimplementasikan secara maksimal bila ada dukungan dari Komisaris dan Kementerian BUMN.
Masalahnya, penempatan figur komisaris dinilai tidak sesuai sehingga berpengaruh pada kinerja perusahaan.
Waktu itu, Tanri menyarankan agar Dewan Direksi perlu merubah strategi bisnisnya. Perubahan itu dari strategi utang ke strategic partner. Strategi partner merupakan kerja sama atau aliansi antara BUMN dengan perusahaan multinasional yang memiliki sumber daya yang mumpuni.
Strategi aliansi ini diyakini mampu mendorong kinerja perusahaan negara dan membebaskan perusahaan dari belenggu utang. Perusahaan multinasional yang menjadi mitra BUMN adalah mereka yang memiliki keuangan yang stabil, teknologi terbaru, manajemen yang baik (best practice manajemen), hingga akses pasar yang luas.
“Jadi perubahan (strategi) utang bon kepada strategis aliansi ini menarik sekali, saya kira ini bisa berlangsung," tutur dia sebelumnya.
Dalam proses kerja sama itu, korporat multinasional akan membawa dolar, teknologi, dan best practice manajemen yang bisa dimanfaatkan BUMN. Pemanfaatan sumber daya diyakini mampu memperbaiki kinerja perseroan ke depannya.
(akr)