3 Efek Jika Korea Utara Gabung BRICS, Ancaman Serius Bagi Dominasi Barat?

Senin, 24 Juni 2024 - 18:39 WIB
loading...
3 Efek Jika Korea Utara...
Presiden Rusia Vladimir Putin dan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un menghadiri pertemuan di Vostochny. Foto/Dok Kantor Berita Pusat Korea Korea Utara via Reuters.
A A A
JAKARTA - Ketertarikan Korea Utara (Korut) untuk bergabung dengan blok ekonomi negara-negara berkembang atau yang dikenal dengan sebutan BRICS menjadi sorotan, mengingat dampak potensial yang bisa ditimbulkan terhadap geopolitik global.



Seperti diketahui BRICS sedang meniti peluang untuk mengubah lanskap keuangan global , termasuk pengembangan mata uang alternatif sebagai penantang dominasi dolar AS (USD). Keinginan Pyongyang untuk bergabung dengan kelompok ini, bakal memiliki implikasi yang signifikan.



Minat bergabung dengan BRICS, bisa menjadi langkah yang dapat mendefinisikan kembali isolasi geopolitik yang dianut Korea Utara sejak lama. Ketertarikan Pyongyang pada kelompok kekuatan baru ini menimbulkan banyak pertanyaan tentang motivasinya dan implikasi potensial bagi keseimbangan global.

3 Efek jika Korea Utara Gabung BRICS

1. Mengancam Dominasi Ekonomi Barat


Negara-negara BRICS bakal semakin memposisikan diri mereka sebagai counter terhadap dominasi Barat, terutama di bidang moneter. Proposal Rusia untuk menciptakan mata uang baru berdasarkan mata uang negara-negara anggota adalah contoh dari ambisi ini.

Gabungnya Korut dilihat sebagai respons potensial terhadap jatuhnya dolar, inisiatif semacam itu secara fundamental dapat mengubah sistem keuangan global. Ditambah serta berpotensi meningkatkan otonomi keuangan negara-negara BRICS.

Bagi Korea Utara, yang sering dipandang sebagai negara terasing secara internasional, daya tarik BRICS adalah kesempatan untuk memperkuat aliansi ekonominya dan mungkin cara menghindari sanksi keras yang dihadapinya. Bergabung dengan blok tersebut dapat memberikan akses ke sistem pembayaran alternatif.

Termasuk negara ini bisa mendapatkan akses ke mata uang digital yang dikembangkan oleh bank sentral, sehingga mengurangi ketergantungan pada jaringan SWIFT yang dikendalikan oleh kekuatan Barat.

2. Dedolarisasi Makin Menggema


Strategi dedolarisasi ini konsisten dengan tujuan Pyongyang untuk mencapai otonomi dan legitimasi yang lebih besar di panggung dunia. Dalam sebuat media di Korut mempublikasikan artikel yang menerangkan, bahwa perluasan BRICS adalah hasil tidak terhindarkan dari ketidakadilan dalam tatanan ekonomi internasional yang terjadi saat ini.

Artikel ini ditulis oleh Jong Il Hyon, seorang analis urusan internasional dari DPRK. "Sudah diketahui bahwa sistem moneter internasional berdasarkan dolar telah menjadi dua pilar yang mendukung dominasi AS atas dunia, bersama dengan sarana militer," ujar Jong.

Analis Korea Utara tersebut juga menjelaskan bahwa selama hampir satu abad, dimulai dari dolar emas pada 1940-an, kemudian dolar minyak pada 1970-an, dan sekarang utang dolar, AS telah menggunakan setiap cara dan metode untuk mempertahankan dominasi dolar AS sebagai mata uang utama.

Diungkapkan juga olehnya sebagai contoh yakni sanksi keuangan terhadap Rusia setelah invasi Ukraina. Menurutnya, AS tanpa ragu memberlakukan sanksi keuangan terhadap negara-negara yang tidak disukainya melalui penyalahgunaan posisi dominan dolar.

Efeknya hal ini mengakibatkan penurunan ketergantungan pada dolar AS dan peningkatan penggunaan mata uang nasional untuk perdagangan internasional oleh berbagai negara, termasuk negara-negara BRICS. Tren dedolarisasi yang semakin berkembang menunjukkan bahwa AS, melalui tindakan-tindakan yang tegas dan sewenang-wenang dalam mengejar dominasi global, telah mempercepat upaya internasional untuk meninggalkan dolar.

3. Implikasi Geopolitik

Integrasi Korea Utara ke dalam BRICS akan menjadi manuver geopolitik yang sangat besar. Pengakuannya akan menimbulkan tantangan yang signifikan. Terutama keharusan mematuhi standar internasional dan memenuhi persyaratan transparansi keuangan.

Namun, langkah ini akan memberi Korea Utara platform untuk memperkuat legitimasinya. Dengan demikian bisa mematahkan isolasinya. Selain itu seperti dilansir cointribune, hal ini akan memaksa masyarakat internasional untuk mengakui kemampuan Korut untuk bertahan hidup secara ekonomi, di luar kerangka kerja tradisional yang didominasi oleh Barat.

Minat Korea Utara terhadap BRICS bukan hanya perhitungan politik; Ini bisa mencerminkan strategi bertahan hidup di dunia multipolar yang berkembang pesat.

Ketika BRICS terus menantang status quo global, potensi masuknya Korea Utara tidak hanya dapat mendefinisikan kembali aliansi di kawasan Asia-Pasifik, tetapi juga mempercepat transformasi sistem moneter internasional.
(akr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1173 seconds (0.1#10.140)