Kenaikan Bea Masuk 200% Impor dari China Dinilai Bisa Berdampak Buruk

Kamis, 11 Juli 2024 - 18:04 WIB
loading...
Kenaikan Bea Masuk 200%...
Pemerintah diimbau untuk mempertimbangkan matang-matang kebijakan untuk menaikkan bea impor hingga 200%. FOTO/dok.SINDOnews
A A A
JAKARTA - Pemerintah diimbau untuk mempertimbangkan matang-matang kebijakan untuk menaikkan bea impor hingga 200%. Kebijakan itu dinilai memiliki dampak yang cukup besar bagi masyarakat, pelaku usaha, dan perekonomian nasional.

Anggota Dewan Pakar DPP Gerindra, Bambang Haryo Soekartono (BHS), menyatakan rencana pemerintah untuk menaikkan bea masuk hingga 200% terutama barang dari China, haruslah dipertimbangkan dengan sebaik-baiknya dan mempertimbangkan semua sektor.

"Ada hal yang harus dipertimbangkan oleh pemerintah sebelum menaikkan bea masuk impor. Yaitu, dampaknya pada masyarakat konsumen, industri dan perdagangan dalam negeri," kata BHS, dikutip Kamis (11/7/2024).



Ia menyampaikan jika barang jadi dari luar negeri, khususnya dari China atau negara lain dinaikkan bea masuknya, maka tidak menutup kemungkinan negara tersebut akan mencari cara untuk menaikkan pendapatan negaranya dari ekspor barang mereka ke negara kita, terutama untuk bahan baku sektor industri di dalam negeri.

Sebagai contoh, di industri tekstil saat ini di Indonesia banyak mengambil bahan baku produksi dari China. Industri tekstil di Indonesia mengimpor bahan baku sekitar 80% dari China yang menjadi ongkos biaya produksi. Beban biaya bahan baku mengambil porsi sekitar 70% dari total biaya produksi. Sedangkan di negara tetangga seperti Malaysia, ketergantungan bahan baku impor di industri tekstilnya hanya sekitar 60%, dan di Vietnam hanya sekitar 50%.

"Apabila Pemerintah China membalas menaikkan harga komponen bahan baku, maka ini akan menjadi beban harga produk tekstil di Indonesia yang akan semakin meningkat. Sehingga masyarakat sulit menjangkau daya beli untuk produksi industri di dalam negeri, maka produk industri dalam negeri akan hancur karena masyarakat Indonesia tidak mampu membeli," paparnya.

Harga tekstil impor dari China yang dinaikkan hingga 200% juga akan membebani daya beli masyarakat yang ada di dalam negeri. Dan akhirnya perdagangan total hasil dari industri dalam negeri kita tidak terjangkau oleh masyarakat, serta hasil industri dari China pun tidak terjangkau oleh masyarakat dan bisa membawa dampak kehancuran perdagangan tekstil di dalam negeri.

"Ini tentu bisa mengakibatkan kehancuran industri dan perdagangan yang ada di dalam negeri ini, sehingga mengakibatkan pengangguran yang demikian besar dan tentu membawa dampak kemiskinan serta keterpurukan ekonomi nasional," tambahnya.

Baca Juga: 10 Alasan Harga Barang Impor dari China Lebih Murah Ketimbang Buatan Lokal Indonesia

BHS meminta pemerintah untuk lebih memikirkan dampak dari penetapan kenaikan bea impor ini secara lebih luas. Seharusnya pemerintah mengambil kebijakan alternatif dengan menurunkan ongkos biaya produksi industri dalam negeri, terutama sektor industri untuk kebutuhan pokok seperti tekstil, alat pertanian, pupuk, dan lain lain dengan menurunkan biaya energi terutama listrik.

Di Malaysia harga listriknya 60% lebih murah daripada Indonesia. Demikian juga beberapa negara tetangga di ASEAN lain, juga energi gas yang saat ini gas di Indonesia dijual ke industri dengan harga USD8-USD12 per MMBTU. Sedangkan negara negara seperti China, Malaysia, menjual harga gas nya di industrinya sekitar USD3 kebawah.

"Padahal Indonesia adalah penghasil gas alam terbesar di Asia Tenggara, bahkan nantinya mungkin di Asia ataupun dunia," pungkasnya.
(nng)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1729 seconds (0.1#10.140)