Negara Rugi 55 Triliun, Praktisi Bongkar Skandal Investasi PT KCN

Kamis, 27 Juni 2019 - 02:36 WIB
Negara Rugi 55 Triliun, Praktisi Bongkar Skandal Investasi PT KCN
Negara Rugi 55 Triliun, Praktisi Bongkar Skandal Investasi PT KCN
A A A
JAKARTA - Kantor Jasa Penilai Publik Immanuel, Johnny & Rekan (KJPP IJR) PT Sucofindo merilis potensi kerugian negara apabila perjanjian konsesi selama 70 tahun antara PT Karya Citra Nusantara (KCN) dengan Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) V Marunda tidak dibatalkan.

"Dari sisi mekanisme penilaian aset atau appraisal yang telah kami lakukan, maka dapat diprediksi potensi kerugian PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) senilai Rp55,8 triliun," tutur Immanuel Sitompul, pimpinan KJPP IJR PT Sucofindo dalam pernyataan tertulisnya, Rabu (26/6/2019).

Ditemui di tempat terpisah, Kuasa Hukum PT KBN telah melakukan verifikasi informasi tersebut. "Ya benar, memang seperti itu kondisinya. Saya sudah baca laporan dari Sucofindo, mereka KJPP independen. Jadi kalau mereka bilang rugi Rp55 triliun, berarti memang segitu potensi kerugiannya," papar Hamdan Zoelva di Jakarta, Rabu (26/6/2019).

Hamdan menjelaskan bahwa PT KTU telah menodai investasi. "Jadi kronologisnya PT Karya Teknik Utama (KTU) menjadi pemenang lelang yang diselenggarakan oleh PT KBN. Mereka sepakat membuat perusahan bersama yang diberi nama PT KCN. Menurut Adenddum III nomor: 001/ADD/SPKS/DRT.5.3/10/2014 proporsi sahamnya adalah 50% KBN dan 50% KTU. Proporsi saham ini telah disepakati kedua belah pihak dan disahkan dalam RUPSLB PT KCN, namun sampai sekarang PT KTU tidak pernah melakukan penyetoran atas saham baik berupa uang ataupun bangunan Pier I hingga saat ini," ungkap Hamdan.

Selain belum menyetorkan kewajiban modal saham, PT KTU melakukan pembangunan pelabuhan Merunda tanpa izin dari PT KBN. Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta selaku pemilik 26% saham PT KBN memerintahkan PT KTU untuk berhenti melakukan pembangunan Pelabuhan Merunda karena tidak memiliki izin reklamasi dan izin AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan).

Hamdan menambahkan, PT KTU sama saja mengambil aset negara. "Setelah 2 kasus sebelumnya belum selesai, PT KTU ini buat masalah lagi. PT KCN dibawah kendali perintah PT KTU melakukan kerjasama dengan KSOP V Marunda tanpa persetujuan PT KBN. Dalam perjanjian tersebut, ada 2 pelanggaran yang dilakukan oleh PT KTU. Pertama merubah status pelabuhan merunda dari pelabuhan khusus menjadi pelabuhan umum, kedua mengajukan sertifikat pengelolaan atas nama PT KCN.

Berdasarkan Keppres No. 11 tahun 1992 status kawasan tersebut tidak boleh berubah, jika berubah maka harus atas nama PT KBN bukan PT KCN. Ditambah lagi perjanjian antara PT KCN dengan KSOP Marunda V itu selama 70 tahun.

"Sekarang memang hanya sewa tapi 70 tahun lagi, mereka akan menganggap bahwa pemiliknya adalah PT KCN. Setelah 70 tahun orang akan lupa kalau pemilik resmi kawasan Marunda adalah PT KBN. Ini namanya investasi yang pelan pelan mencuri aset negara," ujar Hamdan.

Hamdan menegaskan bahwa skandal investasi PT KCN sudah batal demi hukum. "PT KBN sudah menang di PN Jakarta Utara dan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Objek sengketa yaitu perjanjian konsesi selama 70 tahun antara PT KCN dan KSOP V Marunda terhadap aset PT KBN di Pelabuhan Marunda merupakan perbuatan melawan hukum, cacat hukum, tidak sah, serta batal demi hukum.

Jadi apapun yang diucapkan PT KTU atau PT KCN kalau dasar hukumnya bukan Adenddum III dan Akta Perubahan maka jangan dipercaya. "Mereka ngomong suka kemana mana, apalagi kalau sampai menyerang personal atau tokoh di PT KBN. Mereka sudah kalah dimata hukum, jadi cari cara lain untuk menang tapi di luar substansi kasus," ujar Hamdan.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.0007 seconds (0.1#10.140)