Dunia Kocar-kacir Banjir Produk China, Nilainya Tembus Nyaris Rp5.000 Triliun

Senin, 15 Juli 2024 - 09:10 WIB
loading...
Dunia Kocar-kacir Banjir...
Dunia semakin khawatir dengan kebangkitan ekonomi china yang tak terbendung. FOTO/iStock Photo
A A A
JAKARTA - Pemerintah di seluruh dunia semakin khawatir dengan kebangkitan ekonomi china yang tak terbendung. Penaklukan Tiongkok dalam skala global ditandai dengan ekspor barang secara besar-besaran, menciptakan ketidakseimbangan perdagangan yang mengkhawatirkan. Surplus perdagangan China yang sangat besar telah menimbulkan banyak reaksi internasional.

Pada Juni, ekspor China secara global mencapai USD308 miliar atau setara Rp4.972 triliun, menandai peningkatan selama tiga bulan berturut-turut, sementara impor turun menjadi USD209 miliar. Situasi ini menciptakan rekor surplus perdagangan sebesar USD99 miliar, yang memperburuk ketidakseimbangan ekonomi dengan mitra dagang China. Surplus ini sebagian besar dipicu oleh lemahnya permintaan domestik, yang mendorong China untuk beralih ke pasar luar negeri untuk menjual produknya.

Namun, dinamika ini harus dibayar mahal. Menanggapi banjirnya produk China ini, beberapa negara, termasuk Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Brasil, telah memberlakukan pajak baru untuk impor China, terutama untuk kendaraan listrik dan peralatan rumah tangga. Ketegangan perdagangan ini adalah gejala dari kelesuan yang lebih dalam. China menggunakan surplus perdagangannya untuk mengimbangi permintaan domestik yang lemah dan pasar real estat yang dilanda krisis. Jatuhnya harga apartemen, yang merupakan bagian besar dari tabungan rumah tangga china, telah mengurangi konsumsi domestik, memaksa negara ini untuk mengekspor lebih banyak agar ekonominya tetap bertahan.

Strategi Keuangan

Keuangan memainkan peran sentral dalam strategi RRT untuk mempertahankan pertumbuhan ekonominya. Dengan jutaan orang yang ingin menabung sebagai respons terhadap krisis real estat, Pemerintah China telah mengalihkan pinjaman bank dari sektor real estat ke industri manufaktur.



Pinjaman bank baru untuk peminjam industri mencapai USD614 miliar selama dua belas bulan hingga Maret, enam kali lebih banyak daripada pinjaman tahunan untuk peminjam ini sebelum pandemi. Realokasi besar-besaran sumber daya keuangan ini merupakan upaya untuk mengimbangi perlambatan pasar real estat dengan meningkatkan produksi industri.

Namun, kebijakan ini bukannya tanpa risiko. Kelebihan kapasitas manufaktur dapat menyebabkan penurunan harga produk ekspor, memperburuk ketegangan perdagangan yang sudah ada dengan mitra-mitra asing. Selain itu, berfokus pada ekspansi industri daripada menstimulasi permintaan domestik dapat memperpanjang masalah ekonomi RRT dalam jangka panjang.

Para pejabat China berharap bahwa peningkatan ekspor akan membuat pabrik-pabrik tetap beroperasi dan menciptakan lapangan kerja, tetapi ketergantungan yang berlebihan pada pasar luar negeri dapat menjadi bumerang jika hubungan perdagangan terus memburuk. Sebuah kutipan dari pakar ekonomi Bruce Pang merangkum situasi ini dengan baik:

"Rekor surplus juga dapat memicu mereka yang cepat menilai kelebihan kapasitas manufaktur China dan praktik dumping yang dirasakan untuk meningkatkan perdagangan," kata dia dilasnir dari Contribune, Senin (15/7/2024).
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Lanjut Baca Berita Terkait Lainnya
Berita Terkait
Moskow-Washington Kian...
Moskow-Washington Kian Mesra, AS Siap Hubungkan Kembali Rusia ke SWIFT
Dulu Kabur, Kini Perusahaan...
Dulu Kabur, Kini Perusahaan Asing Antri untuk Kembali ke Rusia
Hubungan Afsel dan BRICS...
Hubungan Afsel dan BRICS Makin Kuat usai Tak Lagi Dapat Bantuan AS
Ambisi Uni Eropa Mengurangi...
Ambisi Uni Eropa Mengurangi Ketergantungan Mineral Penting asal China
Rusia Tuntut Raksasa...
Rusia Tuntut Raksasa Energi Inggris Bayar Ganti Rugi Rp26,3 Triliun
Sinyal Kuat AS Cabut...
Sinyal Kuat AS Cabut Sanksi Rusia demi Hidupkan Ekspor Biji-bijian Laut Hitam
Minyak Mentah Rusia...
Minyak Mentah Rusia Mengalir Deras ke Negara BRICS
Gurita Bisnis Keluarga...
Gurita Bisnis Keluarga Xi Jinping Terungkap, Raup Jutaan Dolar di Tengah Kampanye Antikorupsi
Indonesia Gabung New...
Indonesia Gabung New Development Bank BRICS, Prabowo Diskusi dengan Dilma Rousseff
Rekomendasi
Pemudik Ngaku Kehilangan...
Pemudik Ngaku Kehilangan Kartu E-Toll Saldo Rp1 Juta di Ruas Tol Semarang-Batang
Pelaku Pembacokan 3...
Pelaku Pembacokan 3 Warga Bandar Lampung Dapat Hadiah Timah Panas
Uni Eropa Bersiap untuk...
Uni Eropa Bersiap untuk Perang Besar, Berikut 4 Indikatornya
Berita Terkini
LPDB Perkuat Ekonomi...
LPDB Perkuat Ekonomi Syariah Berbasis Koperasi melalui Pembiayaan Dana Bergulir
6 jam yang lalu
Cara Pelopor Cat Pelapis...
Cara Pelopor Cat Pelapis Anti Bocor Pererat Tali Silaturahmi di Bulan Ramadan
6 jam yang lalu
Mudik Aman Sampai Tujuan,...
Mudik Aman Sampai Tujuan, BKI Berangkatkan Pemudik ke 6 Rute
7 jam yang lalu
Khawatir ART mudik?...
Khawatir ART mudik? Tenang Saja! Toko Ini Tetap Buka Selama Libur Lebaran
7 jam yang lalu
BRI Peduli, Tebar Kebaikan...
BRI Peduli, Tebar Kebaikan di Hari Nyepi dengan Bantu Sembako dan Renovasi Pura
8 jam yang lalu
THR Lancar dan Aman,...
THR Lancar dan Aman, Kirim Pakai BRImo Aja!
8 jam yang lalu
Infografis
Koruptor Terbesar China...
Koruptor Terbesar China Menilap Rp6,8 Triliun Dieksekusi Mati
Copyright ©2025 SINDOnews.com All Rights Reserved