Ritel Kian Dekat ke Digitalisasi
loading...
A
A
A
“Ritel juga memerlukan stimulus pemerintah agar tekanan terhadap cashflow dapat teratasi sekaligus bisa menghindari pemutusan hubungan kerja (PHK),” ujar dia.
Aprindo menilai, penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) telah berimbas pada penurunan sektor ritel selama semester I/2020. Meski kegiatan seperti di pusat perbelanjaan sudah mulai dibuka kembali pada pertengahan Juni lalu, pencapaian penjualan masih belum pulih penuh.
“Belum memuaskan. Memang pertumbuhan ekonomi kita ini didukung dari 56% oleh konsumsi domestik. Di dalamnya adalah ritel. Tapi setidaknya, apa yang dilakukan itu sudah cukup membantu konsumsi domestik,” kata Handaka kepada SINDO, Minggu (23/8).
Pencapaian pada Juni 2020, penjualan di sektor ritel belum mencapai 50%. Kemudian pada Juli atau awal semester II/2020, baru bisa mencapai 50%. Namun, dia belum bisa memprediksi apakah sektor ritel akan pulih pada Desember mendatang. Jika dibandingkan tahun lalu, pertumbuhan ritel diprediksi masih berada di level minus 40–30%. (Baca juga: MUI teaskan Tak Pernah Keluarkan Maklumat Soal Pembubaran BPIP)
Untuk mendukung pencapaian itu, ujar Handaka, peritel memang perlu melakukan terobosan untuk mendukung penjualan, terlebih lagi untuk memulihkan kembali ekonomi usaha akibat pandemi Covid-19. Menurut dia, tidak hanya luring, peritel juga mau tidak mau harus mengembangkan sisi daring.
“Di masa sekarang ini, kita dipaksa (melakukan terobosan). Tren e-commerce atau online sangat mendukung kami,” kata pria yang juga Ketua Penasihat Hippindo (Himpunan Penyewa Pusat Belanja Indonesia) itu.
Menurut pengalamannya, pada saat penerapan kebijakan PSBB di DKI Jakarta, pihaknya mendorong peritel untuk meningkatkan penjualan secara daring. Selain itu, penjualan juga dilakukan melalui layanan aplikasi pesan instan WhatsApp. Konsep lainnya yaitu penyediaan layanan Drive-Thru.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengatakan bahwa peritel harus menjalankan beberapa strategi, seperti memberikan diskon dan mengurangi uang muka. Semua tindakan itu mungkin akan mengurangi keuntungan atau mepet dengan biaya produksi.
“Kalau mereka (masyarakat) tidak ke mal, penjualan daring harus menjadi prioritas. Ini bisa di satu platform digital atau disebar ke banyak platform e-commerce. Jadi tidak tergantung pada platform milik dia, platform lain yang banyak relasi,” ujarnya. (Lihat videonya: Pembunuh Keji Satu Keluarga di Sukahrjo Ditangkap)
Sebenarnya baik perusahaan ritel besar maupun usaha, mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sudah lama bermain daring. Namun, wabah Covid-19 diprediksi meningkatkan dan mengalihkan penjualan ke model daring, sehingga Tauhid mengatakan perlu dilakukan penambahan layanan, seperti sistem pengiriman yang cepat.
Aprindo menilai, penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) telah berimbas pada penurunan sektor ritel selama semester I/2020. Meski kegiatan seperti di pusat perbelanjaan sudah mulai dibuka kembali pada pertengahan Juni lalu, pencapaian penjualan masih belum pulih penuh.
“Belum memuaskan. Memang pertumbuhan ekonomi kita ini didukung dari 56% oleh konsumsi domestik. Di dalamnya adalah ritel. Tapi setidaknya, apa yang dilakukan itu sudah cukup membantu konsumsi domestik,” kata Handaka kepada SINDO, Minggu (23/8).
Pencapaian pada Juni 2020, penjualan di sektor ritel belum mencapai 50%. Kemudian pada Juli atau awal semester II/2020, baru bisa mencapai 50%. Namun, dia belum bisa memprediksi apakah sektor ritel akan pulih pada Desember mendatang. Jika dibandingkan tahun lalu, pertumbuhan ritel diprediksi masih berada di level minus 40–30%. (Baca juga: MUI teaskan Tak Pernah Keluarkan Maklumat Soal Pembubaran BPIP)
Untuk mendukung pencapaian itu, ujar Handaka, peritel memang perlu melakukan terobosan untuk mendukung penjualan, terlebih lagi untuk memulihkan kembali ekonomi usaha akibat pandemi Covid-19. Menurut dia, tidak hanya luring, peritel juga mau tidak mau harus mengembangkan sisi daring.
“Di masa sekarang ini, kita dipaksa (melakukan terobosan). Tren e-commerce atau online sangat mendukung kami,” kata pria yang juga Ketua Penasihat Hippindo (Himpunan Penyewa Pusat Belanja Indonesia) itu.
Menurut pengalamannya, pada saat penerapan kebijakan PSBB di DKI Jakarta, pihaknya mendorong peritel untuk meningkatkan penjualan secara daring. Selain itu, penjualan juga dilakukan melalui layanan aplikasi pesan instan WhatsApp. Konsep lainnya yaitu penyediaan layanan Drive-Thru.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengatakan bahwa peritel harus menjalankan beberapa strategi, seperti memberikan diskon dan mengurangi uang muka. Semua tindakan itu mungkin akan mengurangi keuntungan atau mepet dengan biaya produksi.
“Kalau mereka (masyarakat) tidak ke mal, penjualan daring harus menjadi prioritas. Ini bisa di satu platform digital atau disebar ke banyak platform e-commerce. Jadi tidak tergantung pada platform milik dia, platform lain yang banyak relasi,” ujarnya. (Lihat videonya: Pembunuh Keji Satu Keluarga di Sukahrjo Ditangkap)
Sebenarnya baik perusahaan ritel besar maupun usaha, mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sudah lama bermain daring. Namun, wabah Covid-19 diprediksi meningkatkan dan mengalihkan penjualan ke model daring, sehingga Tauhid mengatakan perlu dilakukan penambahan layanan, seperti sistem pengiriman yang cepat.