Harga Logam Tanah Jarang Ambles, Pendapatan Penambang Ikut Menyusut
loading...
A
A
A
JAKARTA - Lynas Rare Earths membukukan penurunan pendapatan kuartalan usai terimbas menyusutnya produksi pada fasilitas Kalgoorlie di Australia Barat dan rendahnya harga dasar logam tanah jarang (Rare Earths). Sentimen tersebut mengirim saham Lynas menyentuh level terendah dalam lebih dari tiga bulan.
Saham penambang tanah jarang itu turun sebanyak 2,8% menjadi 5,880 dolar Australia, atau terperosok hingga level terendah sejak 11 April. Operasi Lynas di Malaysia juga mengalami penutupan karena ada pemeliharaan selama periode yang dilaporkan, dimana menurut penambang tanah jarang itu bakal memakan waktu lebih dari sebulan.
Total produksi oksida tanah jarang untuk kuartal keempat yang berakhir 30 Juni berada di posisi 2.188 ton REO, angka tersebut anjlok lebih dari 50% dibandingkan tahun lalu.
"Bantalan utama pada salah satu tungku mengalami kegagalan dan membutuhkan penutupan untuk pemeliharaan yang memakan waktu lebih dari sebulan," kata Lynas, mengacu pada operasi hilirnya di Malaysia.
Melambatnya permintaan dari perusahaan energi hijau dan pembuat mobil listrik, ditambah dengan meningkatnya pasokan global, terus menekan harga produk tanah jarang.
"Pasar tanah jarang terus dipengaruhi oleh permintaan China yang melemah dan persediaan rantai pasokan yang tinggi.... saat ini tidak ada dukungan jangka pendek pada harga," tulis analis Jefferies dalam sebuah catatan.
Lynas mengatakan, harga pasar tetap rendah meskipun ada sedikit peningkatan dalam permintaan produk akhir di domestik China.
Harga jual rata-rata Rare Earths yakni 42,3 per kilogram dolar Australia pada kuartal tersebut, kata perusahaan, dibandingkan dengan 43,5 dolar Australia per kg setahun sebelumnya.
Awal bulan ini, Lynas fokus pada adanya gangguan pada kemampuan BHP untuk memasok asam sulfat, bahan utama dalam pemrosesan tanah jarang, ke fasilitas Kalgoorlie, setelah BHP menangguhkan operasi nikel di Australia Barat.
Lynas mengatakan, telah mengerjakan kontingensi dengan penambang terbesar di dunia yang bertujuan untuk melanjutkan pasokan asam ke pabrik Kalgoorlie.
Produsen tanah jarang terbesar di dunia di luar China itu membukukan pendapatan penjualan sebesar 136,6 juta dolar Australia atau USD90,72 juta yang setara Rp1,4 triliun (Kurs Rp16.166 per USD) untuk kuartal keempat 2023, dibandingkan dengan 157,5 juta dolar Australia setahun yang lalu.
Saham penambang tanah jarang itu turun sebanyak 2,8% menjadi 5,880 dolar Australia, atau terperosok hingga level terendah sejak 11 April. Operasi Lynas di Malaysia juga mengalami penutupan karena ada pemeliharaan selama periode yang dilaporkan, dimana menurut penambang tanah jarang itu bakal memakan waktu lebih dari sebulan.
Total produksi oksida tanah jarang untuk kuartal keempat yang berakhir 30 Juni berada di posisi 2.188 ton REO, angka tersebut anjlok lebih dari 50% dibandingkan tahun lalu.
"Bantalan utama pada salah satu tungku mengalami kegagalan dan membutuhkan penutupan untuk pemeliharaan yang memakan waktu lebih dari sebulan," kata Lynas, mengacu pada operasi hilirnya di Malaysia.
Melambatnya permintaan dari perusahaan energi hijau dan pembuat mobil listrik, ditambah dengan meningkatnya pasokan global, terus menekan harga produk tanah jarang.
"Pasar tanah jarang terus dipengaruhi oleh permintaan China yang melemah dan persediaan rantai pasokan yang tinggi.... saat ini tidak ada dukungan jangka pendek pada harga," tulis analis Jefferies dalam sebuah catatan.
Lynas mengatakan, harga pasar tetap rendah meskipun ada sedikit peningkatan dalam permintaan produk akhir di domestik China.
Harga jual rata-rata Rare Earths yakni 42,3 per kilogram dolar Australia pada kuartal tersebut, kata perusahaan, dibandingkan dengan 43,5 dolar Australia per kg setahun sebelumnya.
Awal bulan ini, Lynas fokus pada adanya gangguan pada kemampuan BHP untuk memasok asam sulfat, bahan utama dalam pemrosesan tanah jarang, ke fasilitas Kalgoorlie, setelah BHP menangguhkan operasi nikel di Australia Barat.
Lynas mengatakan, telah mengerjakan kontingensi dengan penambang terbesar di dunia yang bertujuan untuk melanjutkan pasokan asam ke pabrik Kalgoorlie.
Produsen tanah jarang terbesar di dunia di luar China itu membukukan pendapatan penjualan sebesar 136,6 juta dolar Australia atau USD90,72 juta yang setara Rp1,4 triliun (Kurs Rp16.166 per USD) untuk kuartal keempat 2023, dibandingkan dengan 157,5 juta dolar Australia setahun yang lalu.
(akr)