Membedah Pola Kerja Sama Developer dengan Pemilik Lahan

Rabu, 26 Agustus 2020 - 14:16 WIB
loading...
Membedah Pola Kerja Sama Developer dengan Pemilik Lahan
Foto: dok/SINDOnews
A A A
Agus Kriswandi Basyari
Pitaloka Land

Pekan ini akan menguraikan bagaimana pola kerja sama antara developer dan pemilik lahan dalam hal membangun proyek perumahan. Kerja sama dimaksud merujuk pada ketentuan dan persyaratan yangh arus dilakukan oleh kedua belah pihak.

Di dalam membangun proyek perumahan terkadang dilakukan hubungan simbiosismutualisme antara developer sebagai pengembang perumahan dengan pemilik lahan. Hal ini tidak hanya dilakukan oleh pengembang kecil, tapi juga oleh pengembang besar.

Sebagai gambaran umum, sekilas akan dipaparkan tata kelola pola kerja sama dengan rangkaian sebagai berikut. Pertama, penentuan lokasi lahan. Lahan yang dipilih tentu saja merupakan lahan yang sudah dikaji berdasarkan aspek-aspek yang memenuhi syarat untuk dikembangkan menjadi proyek perumahan. (Baca: Belajar Usaha Memabngun Perumahan untuk Pemula)

Pengkajian dilakukan, baik dari aspek legalitas lahan baik dari status kepemilikan, ukuran lahan, maupun tidak ada sengketa yang kesemuanya itu diuji di BPN. Aspek lain adalah berkenaan dengan lokasi yang strategis sehingga mudah dijual dan yang juga tak kalah penting adalah bebas banjir.

Setelah pengujian lahan selesai, langkah berikutnya adalah melakukan penandatanganan perjanjian kerja sama. Langkah ini tentu saja sudah terlebih dahulu dilakukan pembicaraan tentang kewajiban, hak, dan wewenang masing-masing pihak.

Di dalam perjanjian pokok-pokok penting yang termuat meliputi beberapa hal. Biasanya kesepakatan dimulai dari harga lahan. Kesepakatan harga lahan akan menjadi tolok ukur seberapa besar kontribusi pemilik lahan di dalam proyek perumahan yang dibangun.

Misalnya lahan yang dikerjasamakan seluas 10.000 m2 atau 1 hektare, harga yang disepakati sebesar Rp500.000 per meter. Maka, besaran kontribusi pemilik lahan atas proyek adalah 10.000 m dikalikan Rp500.000, yaitu senilaiRp5 miliar. (Baca juga: Santri Ditangkap, Warga Kepung Polisi di Pondok Pesantren)

Poin berikutnya, berkenaan dengan bagi hasil. Biasanya bagi hasil diperhitungkan berdasarkan strategisnya lahan yang dikerjasamakan. Semakin bernilai jual baik, semakin besar bagi hasil yang diterima pemilik lahan.

Pada umumnya bagi hasil berada di kisaran 10-30%. Pola bagi hasil juga diperhitungkan berdasarkan harga lahan yang disepakati. Semakin tinggi harga lahan, biasanya semakin kecil bagi hasil yang didapatkan pemilik lahan.

Langkah selanjutnya di dalam perjanjian kerja sama akan termuat jangka waktu perjanjian. Developer akan memperhitungkan jangka waktu perjanjian berdasarkan pengkajian, seperti lamanya perencanaan, pengurusan perizinan, target penjualan, cash flow keuangan, pekerjaan teknik di lapangan, pengurusan KPR perbankan, dan lain hal yang harus disusun secara timeline-nya oleh developer. Dengan demikian, jangka waktu perjanjian kerja sama dapat diperhitungkan mendekati keakuratan aktualisasi di lapangan.

Langkah berikutnya, yaitu memuat tentang kewajiban, hak, dan wewenang masing-masing pihak yang dimuat berdasarkan kemufakatan. Sebagai contoh, kewajiban pemilik lahan bersedia dilakukan balik nama lahan ke perusahaan milik developer. Dalam ranah ini, biasanya pemilik lahan dilibatkan di dalam perusahaan dengan memasukkan sebagai pengurus perusahaan, misalnya sebagai komisaris. Jadi, pemilik lahan secara hukum menjadi salah satu pemilik perusahaan. (Lihat videonya: Antrean Mengular, Pengadilan Agama Soreang Dibanjiri Pasutri Sidang Cerai)

Perjanjian kerja sama ini dibuat secara notarial di notaris yang sama-sama ditunjuk. Dengan demikian, perjanjian ini baik secara de facto maupun de jure sangat kuat dan mengikat serta memiliki kesetaraan hukum yang sama.
(ysw)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1216 seconds (0.1#10.140)