Pekerja Industri Rokok dan Tembakau Desak Pembatalan Kenaikan Cukai

Kamis, 17 Oktober 2019 - 17:08 WIB
Pekerja Industri Rokok dan Tembakau Desak Pembatalan Kenaikan Cukai
Pekerja Industri Rokok dan Tembakau Desak Pembatalan Kenaikan Cukai
A A A
JAKARTA - Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan dan Minuman (FSP RTMM) mendukung pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) jilid II. Sekaligus meminta Kementrian Keuangan (Kemenkeu) melalui Badan Kebijakan Fiskal (BKF) membatalkan dan menghentikan wacana kenaikan cukai dan harga jual eceran (HJE) rokok masing-masing sebesar 23% dan 35%.

Wacana kenaikan cukai dan HJE rokok bila direalisasikan dinilai akan berdampak negatif bagi perekonomian nasional. Sebab dapat menghilangkan lapangan pekerjaan, hingga menurunkan kesejahteraan petani tembakau dan karyawan industri rokok. Selain itu berpotensi menumbuhkan maraknya peredaran rokok illegal.

“Kami meminta Kementerian Keuangan yang baru nanti melalui Badan Kebijakan Fiskal untuk membatalkan wacana kenaikan cukai yang 23% dan HJE sebesar 35%,” tegas Ketua Umum FSP RTMM Sudarto kepada pers di Jakarta.

Selain itu, lanjut Sudarto, FSP RTMM juga meminta pemerintah memperhatikan dan melindungi industry rokok kretek sebagai industry khas Indonesia yang padat karya. Pemerintah perlu memberikan perhatian pada kelangsungan dan kesejahteraan nasib para pekerjanya.

“Kami juga meminta agar setiap kebijakan pemerintah berkaitan dengan industry rokok dan tembakau seperti penggunaan dana bagi hasil cukai tembakau atau DBHC -CT memasukan aspek kesejahteraan dan perlindungan pekerja rokok dalam pemafaatannya. Selain itu, kebijakan kebijakan tersebut juga wajib memperhatikan masukan dari serikat pekerja industri rokok dan temabakau serta masukan dari pihak-pihak terkait lainnya," papar Sudarto.

Atas masukan dan permintaan dari FSP RTMM tersebut pihak Kementerian Keuangan melalui BKF, menurut Sudarto berjanji untuk memperhatikan aspirasi dan permintaan dari pihaknya, khususnya mengenai Sigaret Kretek Tangan atau SKT. Hal ini karena secara umum ini dalam kurun lima tahun ini industri hasil tembakau mengalami jalan ditempat, bahkan mengalami penurunan.

Dampaknya bagi industri tembakau adalah menurunnya kesejahteraan karyawan. Bila pemerintah tidak memperhatikan SKT, terang dia maka bukan hanya kesejahteran karyawan industri rokok yang turun melainkan juga lapangan pekerjaan untuk buruh dan karyawan industri rokok dan tembakau akan semakin berkurang. Bila kondisi ini terus berlangsung, menurutnya akan membahayakan perekonomian masyarakat yang pada akhirnya merugikan perekonomian negara.

Lebih lanjut Sudarto menyampaikan, pihaknya masih terus menunggu realisasi janji dari pihak BKF, khususnya dalam hal pembatalan atau penundaan kenaikan cukai dan HJE Rokok. Juga perhatian pemerintah pada industry rokok sigaret kretek tangan.

Realisasi janji pemerintah khususnya BKF akan terlihat di Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang biasanya sudah keluar di pertengahan Oktober atau akhir Oktober. Bila PMK Sudah keluar, pihaknya dapat dengan mudah menganalisa, apakah janji janji yang disampaikan pihak BKF benar direalisasikan atau tidak.

“Mereka berjanji akan memperhatikan suara dan permintaan kami termasuk soal SKT. Akan tetapi sampai saat ini PMK belum turun juga dan karena itu kita mengambil inisiatif untuk menunggu dulu PMK yang dikeluarkan pemerintah, baru kami kaji lagi langkah-langkah selanjutnya, Jadi Kami akan menunggu PMK nya dulu baru kami akan mengambil sikap. Kami akan mempelajari sejauh mana PMK yang baru nanti mampu mengakomodir aspirsi dari kawan kawan serikat pekerja RTMM, “papar Sudarto.

Sambung dia berharap, belum keluarnya PMK selain karena akan berakhirnya pemerintahan Presiden Jokowi jilid pertama, juga sebagai indiikasi dikabulkannya permintaan FSP RTMM. Yakni dibatalkannya atau ditunda nya kenaikan cukai rokok dan HJE Rokok masing masing-masing sebesar 23 dan 35%. Karena tidak ada perubahan kebijakan, maka tidak perlu ada PMK baru.

Sudarto juga berharap di pemerintahan Presiden Jokowi jilid dua, Kementrian Keuangan tetap memperhatikan aspirasi dan masukan dari FSP RTMM. Yakni tidak adanya kenaikan cukai dan HJE rokok. Serta memperhatikan kelestarian SKT dan kesejahteraan karyawan dan para pekerjanya.

Namun demikian, bila di pemerintahan Presiden Jokowi jilid dua, Menteri keuangan yang baru mengeluarkan PMK yang mengatur kebijakan tentang rokok dan tembakau, tidak memperhatikan masukan FSP RTMM, menurut Sudarto pihaknya akan menolak. Sebab masukan dari FSP RTMM berkaitan dengan kelangsungan industry rokok dan kesejahteraan para pekerjanya.

“Tentunya kami akan menolak keputusan tersebut dan kami juga akan meminta kepada pemerintah terkait seperti Kemenkeu, BKF dan Presiden untuk melindungi tenaga kerja kami karena dalam kurun 10 tahun terakhir ini korban PHK sudah sangat tinggi,” tegas Sudarto.

Dijelaskan Sudarto, bila dilihat kebelakang dalam kurun 10 tahun terakhir faktanya ribuan pabrik rokok telah tutup. Apabila kenaikan cukai dan HJE yang sagat tinggi jadi dilakukan pemerintah tentunya hal ini akan berdampak lebih buruk lagi bagi penurunan penghasilan para pekerja di IHT bahkan hingga PHK.

“Kami atas nama rakyat Indonesia akan mengacu kepada UUD1945 bahwa kami segenap rakyat Indonesia berhak memperolah lapangan pekerjaan dan kami akan menuntut pemerintah untuk bertanggung jawab terhadap penurunan penghasilan kawan-kawan pekerja serta korban PHK akibat kenaikan cukai dan HJE ini,” tegas Ketua Umum FSP RTMM.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5596 seconds (0.1#10.140)