Kenaikan Cukai Rokok Diperlukan Kurangi Dampak Negatif bagi Generasi Muda

Jum'at, 20 September 2024 - 22:49 WIB
loading...
Kenaikan Cukai Rokok...
Konferensi pers bertajuk Mendorong Kebijakan Kenaikan Cukai Rokok demi Perlindungan Kesehatan Masyarakat Indonesia. FOTO/dok.SINDOnews
A A A
JAKARTA - Direktur Center of Human and Economic Development (CHED) Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan Jakarta (ITB-AD), Roosita Meilani Dewi menekankan pentingnya kenaikan cukai yang merata untuk mengurangi dampak negatif konsumsi rokok.

Kenaikan Cukai Hasil Tembakau (CHT) yang merata dapat menghindari downtrading serta mengurangi dampak negatif multiplier effect dan eksternalitas negatif, sehingga diusulkan untuk menaikkan cukai rokok minimal 25% per tahun secara sama dan merata untuk semua jenis rokok, mengingat UU Cukai menetapkan rata-rata cukai rokok hingga 57% namun belum pernah diimplementasikan sepenuhnya," ujar Roosita dalam konferensi pers bertajuk "Mendorong Kebijakan Kenaikan Cukai Rokok demi Perlindungan Kesehatan Masyarakat Indonesia" dikutip, Jumat (20/9/2024).

Pakar cukai rokok dari Universitas Indonesia (UI) Abdillah Ahsan menyoroti pentingnya dukungan pemangku kepentingan daerah dalam penerapan kebijakan ini.

"Kenaikan harga rokok perlu mendapat dukungan penuh dari pemangku kepentingan di daerah. Beban kesehatan terkait konsumsi rokok sangat besar, dan cukai bisa menjadi solusi efektif untuk mengurangi konsumsi," katanya.

Baca Juga: CHED ITB-AD: Disorientasi Jokowi dalam Pengendalian Produk Hasil Tembakau

Penelitiannya di beberapa daerah seperti Lampung, Bali, dan Yogyakarta menunjukkan bahwa cukai efektif mengurangi konsumsi rokok. Sedangkan, untuk diversifikasi perkebunan tembakau dan penanganan rokok ilegal dapat menggunakan dana bagi hasil cukai hasil tembakau.

Sementara itu, Dr. Putu Ayu Swandewi Astuti, Ketua Udayana Central, menegaskan dampak luas dari konsumsi rokok terhadap kesehatan, ekonomi, dan social di tatanan individu, keluarga, komunitas dan negara.

“Pengendalian konsumsi rokok melalui optimalisasi cukai penting dalam mengendalikan angka perokok pada semua spektrum masyarakat baik yang belum merokok atau sudah merokok, dewasa maupun anak muda. Dalam upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat dan menurunkan beban negara, angka perokok harus secara serius ditekan dari berbagai aspek pengendalian,” tegasnya.

Rohani Budi Prihatin selaku Analis Legislatif pada Pusat Analisis Legislatif Badan Keahlian DPR RI yang bertindak sebagai moderator memandu konferensi pers secara dinamis dan membuka diskusi terbuka dengan peserta dan media.

Tanggapan diberikan dr. Benget Saragih, Ketua Tim Pengendalian Penyakit Akibat Tembakau, Kemenkes RI, menyampaikan bahwa urgensi kenaikan cukai hasil tembakau yakni mencegah kemudahan mengakses penjualan rokok, termasuk rokok batangan dan mencegah adanya penjualan rokok murah untuk menutup potensi penjualan ke anak-anak.

Dalam konferensi ini, perwakilan masyarakat sipil juga turut menyampaikan pandangannya. Ifdhal Kasim, Koordinator Koalisi Nasional Masyarakat Sipil Pengendalian Tembakau dan mantan Ketua Komnas HAM RI, menyatakan bahwa kebijakan kenaikan cukai rokok erat kaitannya dengan hak asasi manusia, khususnya hak atas kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.

"Hak atas kesehatan, hak atas perlindungan anak dan generasi muda juga hak atas lingkungan yang sehat. Kenaikan pajak rokok juga akan berdampak sosial ekonomi yang berhubungan dengan HAM, yaitu mengurangi kemiskinan serta akan tercapai keadilan sosial. Maka, menaikkan pajak rokok sejalan dengan upaya pemerintah dalam membangun masyarakat yang lebih sehat dan sejahtera. Ini adalah bagian dari pemenuhan hak asasi manusia yang harus dijamin oleh negara," kata dia.

Baca Juga: CHED ITB-AD: Rokok Menerpedo Hari Anak Nasional

Ketua Komisi Nasional Anak, Hery Chariansyah menambahkan bahwa perlu adanya logika hukum dalam menyikapi upaya pengendalian tembakau, kebijakan-kebijakan yang sudah ada belum maksimal dalam menekan prevalensi perokok, khususnya perokok anak. Hal ini dapat dilihat dari tahun ke tahun prevalensi perokok terus mengalami peningkatan.

"Cukai harusnya mampu menjadi instrumen kontrol untuk menekan prevalensi perokok. Sehingga yang perlu kita dorong dari aspek hukum yakni mendorong pemerintah untuk tegas dalam pelaksannaan kebijakan dan penetaapan cukai sehingga cukai dapat berjalan sebagaimana fungsinya," jelasnya.

Berdasarkan laporan, Indonesia merupakan negara yang tertinggi kedua di dunia untuk perokok laki-laki dewasa 58,4% dan urutan ke-23 tertinggi secara keseluruhan 31,0%. Harga rokok yang relatif murah di Indonesia, yaitu rata-rata USD2,87 atau sekitar Rp44.485 per bungkus, jauh di bawah rata-rata dunia sebesar USD5,8 atau sekitar Rp89.900, dianggap sebagai salah satu faktor penyebab tingginya angka perokok.
(nng)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0737 seconds (0.1#10.140)