Fenomena Makan Tabungan, Begini Penjelasan Direktur BCA
loading...
A
A
A
JAKARTA - Direktur PT Bank Central Asia Tbk ( BCA ), Santoso mengakui, sejak 3 hingga 6 bulan terakhir terakhir terjadi fenomena makan tabungan yang dilakukan oleh para nasabah BCA . Baik untuk segmen atas atau yang memiliki saldo besar, maupun segmen bawah.
Menurutnya, hal demikian terjadi lantaran kondisi makro ekonomi Indonesia yang belum cukup pulih. Sehingga banyak nasabah yang mengambil uang dari yang sebelumnya disimpan di Bank. Fenomena ini terjadi tidak hanya terjadi di masyarakat, tapi juga dilakukan oleh korporasi.
"Bisnis memang masih bekerja, namun pertumbuhannya mulai agak berat, karena kebanyakan, banyak pebisnis lingkup bisnisnya mengalami slow down," ujarnya dalam acara pengumuman program Gebyar Hadiah BCA Tahap I di Jakarta, Senin (23/9/2024).
Direktur BCA, Santoso menjelaskan, fenomena makan tabungan yang terjadi saat ini, merupakan realita. Meski demikian, Santoso menyikapi situasi ini dengan optimistis mengingat adanya tren penurunan suku bunga serta indikasi masuknya investor ke Indonesia.
"Jadi memang itu realita, tapi di balik itu, kami optimistis, kita berharap sekali, sebentar lagi pemilihan pemerintah daerah serentak. Kemudian, suku bunga ini sedikit menurun. Kalau kita lihat berita, sudah ada indikasi banyak investor dari luar datang ke Indonesia, ini menunjukan satu optimisme, kami percaya situasi ini tentunya akan kita sikapi secara optimiskedepan," jelasSantoso.
Adapun berdasarkan data dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) rerata saldo tabungan masyarakat di bank per April 2024 memang mengalami penyusutan jika dibandingkan dengan posisi sebelum pandemi Covid-19 tahun 2019 lalu.
Rata-rata saldo masyarakat yang disimpan di Bank pada tahun 2019 yaitu sebesar Rp3 juta per nasabah, sedangkan posisi April 2024 rerata saldo nasabah di Bank hanya berkisar Rp1,8 juta per nasabah.
Santoso menyebut, kondisi ini paling besar dirasakan terutama untuk segmen menengah ke bawah. Sebab menurutnya, kondisi bisnis yang belum pulih ini berdampak pada efisiensi yang kerap dilakukan oleh perusahaan atau pemberi kerja.
Sehingga tidak jarang, masyarakat atau pekerja yang menjadi korban PHK. Situasi ini yang akhirnya membuat nasabah harus memakan tabungannya sendiri.
"Tantangan kita ada di kelas menengah bawah, itu karena jumlah average bisnis mereka tidak banyak tumbuh, bahkan ada cenderung di segmen tertentu pertumbuhan rerata lebih rendah 6 bulan terakhir," kata Santoso.
"Sehingga kesimpulannya mereka dalam kondisi survive mode, mungkin ada yang terkena PHK, bisnis lagi sepi, itu adalah realita," pungkasnya.
Menurutnya, hal demikian terjadi lantaran kondisi makro ekonomi Indonesia yang belum cukup pulih. Sehingga banyak nasabah yang mengambil uang dari yang sebelumnya disimpan di Bank. Fenomena ini terjadi tidak hanya terjadi di masyarakat, tapi juga dilakukan oleh korporasi.
"Bisnis memang masih bekerja, namun pertumbuhannya mulai agak berat, karena kebanyakan, banyak pebisnis lingkup bisnisnya mengalami slow down," ujarnya dalam acara pengumuman program Gebyar Hadiah BCA Tahap I di Jakarta, Senin (23/9/2024).
Direktur BCA, Santoso menjelaskan, fenomena makan tabungan yang terjadi saat ini, merupakan realita. Meski demikian, Santoso menyikapi situasi ini dengan optimistis mengingat adanya tren penurunan suku bunga serta indikasi masuknya investor ke Indonesia.
"Jadi memang itu realita, tapi di balik itu, kami optimistis, kita berharap sekali, sebentar lagi pemilihan pemerintah daerah serentak. Kemudian, suku bunga ini sedikit menurun. Kalau kita lihat berita, sudah ada indikasi banyak investor dari luar datang ke Indonesia, ini menunjukan satu optimisme, kami percaya situasi ini tentunya akan kita sikapi secara optimiskedepan," jelasSantoso.
Adapun berdasarkan data dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) rerata saldo tabungan masyarakat di bank per April 2024 memang mengalami penyusutan jika dibandingkan dengan posisi sebelum pandemi Covid-19 tahun 2019 lalu.
Rata-rata saldo masyarakat yang disimpan di Bank pada tahun 2019 yaitu sebesar Rp3 juta per nasabah, sedangkan posisi April 2024 rerata saldo nasabah di Bank hanya berkisar Rp1,8 juta per nasabah.
Santoso menyebut, kondisi ini paling besar dirasakan terutama untuk segmen menengah ke bawah. Sebab menurutnya, kondisi bisnis yang belum pulih ini berdampak pada efisiensi yang kerap dilakukan oleh perusahaan atau pemberi kerja.
Sehingga tidak jarang, masyarakat atau pekerja yang menjadi korban PHK. Situasi ini yang akhirnya membuat nasabah harus memakan tabungannya sendiri.
"Tantangan kita ada di kelas menengah bawah, itu karena jumlah average bisnis mereka tidak banyak tumbuh, bahkan ada cenderung di segmen tertentu pertumbuhan rerata lebih rendah 6 bulan terakhir," kata Santoso.
"Sehingga kesimpulannya mereka dalam kondisi survive mode, mungkin ada yang terkena PHK, bisnis lagi sepi, itu adalah realita," pungkasnya.
(akr)