MK Larang Wamen Rangkap Jabatan, Erick Thohir: Punya Saya Pejuang

Kamis, 27 Agustus 2020 - 22:17 WIB
loading...
MK Larang Wamen Rangkap Jabatan, Erick Thohir: Punya Saya Pejuang
Terkait putusan MK agar wakil menteri (wamen) tidak boleh rangkap jabatan dengan tingkat setara, Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan, saya rasa wamen kita pejuang, dan kita enggak mikir masalah itu. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Gugatan uji materi pasal 10 UU 39/2008 tentang Kementerian Negara tidak dikabulkan Mahkamah Konstitusi (MK) , tapi memutuskan agar wakil menteri (wamen) tidak boleh rangkap jabatan dengan tingkat yang setara. Keputusan tersebut telah didengar oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir, yang juga memiliki Wakil Menteri merangkap Wakil Komisaris PT Pertamina (Persero) yaitu Budi Gunadi Sadikin.

"Saya belum tahu detailnya, tapi saya pelajarin. Tetapi intinya tidak mengabulkan, tapi menyarankan. Nanti mungkin konsultasi dengan tentu dari pemerintah Menkumham, dan ada yang lain kita koordinasikan dulu," ujar Menteri Erick Thohir usai RDP, Jakarta, Kamis (27/8/2020).

(Baca Juga: MK Putuskan Wakil Menteri Tidak Boleh Rangkap Jabatan )

Mantan pemilik klub Sepak Bola Inter Milan itu menegaskan, rangkap jabatan Budi Gunadi Sadikin semata-mata untuk memperbaiki kinerja BUMN. Alasan kenapa memilih sosok yang tengah menjadi Jurubicara Pemulihan Ekonomi Nasional itu ialah karena track recordnya yang mumpuni.

"Saya rasa wamen kita pejuang, dan kita enggak mikir masalah itu (rangkap jabatan). Tetapi mereka itu kenapa saya minta bantu? Karena tugasnya baik di pertama, dan perbankan itu sangat berat. Dan hari ini salah satunya kedua industri ini yang sangat penting," kata dia.

Oleh karena itu, sosok yang kerab disapa ET ini akan memastikan makna dari keputusan MK tersebut. Karena ia tidak menginginkan adanya anggapan Kementerian BUMN melakukan tindakan melawan hukum.

(Baca Juga: Dilarang MK, Tiga Wamen Ini Rangkap Segudang Jabatan )

"Saya mau pelajari dulu. Seakan-akan kami dari kementerian itu melawan hukum. Tapi kalau tidak salah itu keputusannya menganjurkan, jadi bukannya gitu. Saya yakin wamen saya tak seperti itu," ujarnya.

Sebagaimana diketahui, Pasal 10 UU Kementerian Negara berbunyi, "Dalam hal terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus, Presiden dapat mengangkat wakil Menteri pada Kementerian tertentu."

Gugatan uji materiil dengan perkara nomor: 80/PUU-XVII/2019 sebelumnya diajukan oleh dua pemohon. Keduanya yakni Ketua Umum Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK) Bayu Segara sebagai pemohon I dan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sahid Jakarta Novan Lailathul Rizky sebagai pemohon II.

Dalam alasan permohonan, para pemohon menilai jabatan wakil menteri tidak dibutuhkan karena posisi dan jabatan jabatan wakil menteri hanyalah sekadar untuk membagi-bagi jabatan. Karenanya jabatan wakil menteri harusnya ditiadakan. Sehingga dalam petitum, para pemohon meminta MK di antaranya memutuskan menyatakan Pasal 10 UU Kementerian Negara bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Ketua MK Anwar Usman menyatakan, dari fakta-fakta yang terungkap selama persidangan di MK maka Mahkamah berwenang mengadili perkara ini. Dia menuturkan, Mahkamah menilai bahwa para pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo. Hakim konstitusi Anwar menegaskan, apabila para pemohon memiliki kedudukan hukum, quod non, pokok permohonan para pemohon tidak beralasan menurut hukum.

"Mengadili, menyatakan permohonan para Pemohon tidak dapat diterima," kata hakim konstitusi Anwar Usman saat membacakan amar putusan dalam Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi

Sementara itu, Hakim konstitusi Manahan MP Sitompul menjelaskan, terhadap Pasal 10 UU Kementerian yang menjadi objek permohonan a quo maka sebenarnya Mahkamah telah menyatakan pendiriannya dan telah menjatuhkan putusan sebelumnya sebagaimana tertuang dalam Putusan MK nomor: 79/PUU-IX/2011 tertanggal 5 Juni 2012, dengan amar putusan menyatakan mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian dalam perkara dimaksud.

Dia mengungkapkan, ada beberapa pertimbangan dalam dalam Putusan MK nomor: 79/PUU-IX/2011. Di antaranya, baik diatur maupun tidak diatur di dalam Undang-Undang, maka pengangkatan wakil menteri sebenarnya merupakan bagian dari kewenangan Presiden. Sehingga, dari sudut substansi, tidak terdapat persoalan konstitusionalitas dalam konteks ini.
(akr)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1271 seconds (0.1#10.140)