Belum Ada Kesepakatan, Transisi Blok Rokan Temui Jalan Buntu

Minggu, 01 Desember 2019 - 21:01 WIB
Belum Ada Kesepakatan, Transisi Blok Rokan Temui Jalan Buntu
Belum Ada Kesepakatan, Transisi Blok Rokan Temui Jalan Buntu
A A A
JAKARTA - PT Pertamina (Persero) pesimistis transisi Blok Rokan yang dikelola Chevron, di Riau, dapat berjalan mulus pada tahun depan sebelum ladang migas tersebut resmi dikelola perseroan pada 2021 mendatang. Padahal, masa transisi penting segera dilakukan supaya Pertamina dapat segera masuk melakukan investasi pengeboran sumur guna mengantisipasi terjadinya penurunan produksi.

“Secara hukum memang belum bisa masuk tahun depan. Terkait hal itu kami sedang membahas dengan SKK Migas, karena kami baru bisa masuk pada 2021,” ujar Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati, di Jakarta, belum lama ini.

Menurut dia pembahasan bersama Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) tersebut yakni terkait bagaimana bersama-sama mencari solusi supaya proses transisi berjalan mulus sebelum 2021. Apabila transisi berjalan mulus, maka Pertamina dapat segera melakukan investasi supaya produksi tidak turun. Pasalnya dalam dua tahun terakhir Blok Rokan mengalami penurunan produksi karena Chevron tidak lagi melakukan investasi. Untuk itu, Pertamina tentu berharap, masa transisi dapat membuka ruang untuk segera berinvestasi.

Wakil Kepala SKK Migas Fatar Yani Abdurrahman mengakui, masa transisi Blok Rokan masih terkendala terkait hitung-hitungan skema bagi hasil apabila Pertamina masuk berinvestasi sebelum resmi alih kelola pada 2021. Pihaknya beranggapan, bagi hasil nantinya menjadi tidak pasti.

“Kalau Pertamina yang memberikan modal nanti bingung pembagiannya bagaimana karena sesuai kontrak production sharing contract, Pertamina belum waktunya masuk. Tapi kalau dihitung sebagai partner nanti keuntungannya lebih besar dari Chevron,” kata dia.

Fatar memberikan solusi, apabila pembahasan tidak menemukan solusi jalan satu-satunya ialah Chevron melepas aset Blok Rokan kemudian diambil oleh Pertamina. Namun opsi tersebut dipastikan memberatkan keuangan Pertamina. Untuk itu, pihaknya menyarankan supaya Pertamina mencari mitra strategis untuk memperkuat finansial supaya segera masuk masa transisi.

“Jadi itu seperti saran Pak Menteri (Menteri ESDM Arifin Tasrif) kemarin. Pertamina perlu mitra untuk memperkuat finansial dan teknologi. Kalau sendiri, disamping menggerus keungan negara juga pendapatan Pertamina. Risiko industri hulu migas itu besar jadi seluruh dunia juga bermitra tidak bekerja sendiri,” tandasnya.

Sementara itu, Menteri ESDM Arifin Tasrif mengakui masa transisi antara Pertamina dengan Chevron memang masih menemui jalan buntu. Namun pihaknya telah meminta kepada perusahaan migas asal Amerika Serikat tersebut melakukan investasi pengeboran untuk mengantisipasi terjadinya penurunan produksi sebelum Pertamina masuk pada 2021 mendatang.

“Kita sudah mengimbau supaya mereka berinvestasi melakukan pemeliharaan sumur atau alternatif lainnya Pertamina lebih cepat masuk,” jelasnya.

Sementara, Senior Vice President Policy and Government and Public Affairs Chevron Pacific Indonesia (CPI) Wahyu Budiarto mengaku pihaknya terus melakukan diskusi terkait transisi tersebut. Pihaknya terus melakukan pembahasan bersama tim dari Pertamina dan SKK Migas. “Kami terus melakukan meeting. Bagaimana kita membantu Pertamina untuk operasi dengan smooth dan cepat,” kata dia.
(fjo)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.6073 seconds (0.1#10.140)