Bisnis Rusia Mulai Ketergantungan China Saat Pasokan Yuan Diramal Mengering

Selasa, 01 Oktober 2024 - 14:55 WIB
loading...
A A A
Selain itu, unit Rusia dari Raiffeisen Bank Austria mulai menolak untuk melakukan pembayaran ke China pada awal bulan ini, kata laporan itu.

Likuiditas yuan di Rusia sudah berada di bawah tekanan setelah AS memperluas definisinya tentang industri militer Rusia awal tahun ini, memperluas ruang lingkup potensial perusahaan China yang dapat terkena sanksi sekunder karena melakukan bisnis dengan Moskow.

Akibatnya, bank-bank China enggan mentransfer yuan ke mitranya asal Rusia sambil melayani pembayaran perdagangan luar negeri, membuat transaksi dalam limbo selama berbulan-bulan. Dengan likuiditas yuan yang mengering dari China, perusahaan-perusahaan Rusia memanfaatkan bank sentral untuk yuan melalui swap mata uang.

Tetapi Bank of Russia menghancurkan harapan untuk lebih banyak likuiditas, dengan mengatakan bahwa swap dimaksudkan hanya untuk stabilisasi jangka pendek pasar mata uang domestik dan bukan sumber pendanaan jangka panjang.

Bank-bank Rusia telah mengurangi lebih dari separuh pinjaman swap mereka, yang turun menjadi USD2,19 miliar pada hari Rabu dari level tertinggi 35,2 miliar yuan pada awal September, menurut Reuters.

"Kami tidak dapat meminjamkan dalam yuan, karena kami tidak memiliki apa-apa untuk menutupi posisi mata uang asing kami," kata German Gref, CEO pemberi pinjaman Rusia Sberbank, pada sebuah forum ekonomi awal bulan ini.

Untuk saat ini, pengeluaran dalam situasi perang Rusia serta ekspor minyak ke China dan India telah membantu menopang ekonomi Rusia secara keseluruhan. Tetapi kombinasi pabrik yang sibuk dan kekurangan tenaga kerja karena mobilisasi militer telah memicu lonjakan inflasi. Sementara itu, Rusia menderita akibat krisis populasi yang meningkat.

Para peneliti yang dipimpin oleh Jeffrey Sonnenfeld dari Yale memperingatkan, pada bulan Agustus bahwa data PDB yang tampaknya kuat menutupi masalah yang lebih dalam di ekonomi.

"Sementara industri pertahanan, konsumen Rusia yang semakin terbebani dengan utang, berpotensi menjadi panggung untuk krisis yang membayangi," tulis mereka.

"Fokus yang berlebihan pada pengeluaran militer menekan investasi produktif di sektor ekonomi lainnya, menghambat prospek pertumbuhan dan inovasi jangka panjang," terangnya.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1292 seconds (0.1#10.140)