Keperkasaan BRICS di Sektor Pangan Global, Tak Hanya Penguasa Minyak dan Gas

Senin, 21 Oktober 2024 - 18:15 WIB
loading...
Keperkasaan BRICS di...
Secara khusus, BRICS tidak hanya dikenal sebagai penguasa cadangan minyak dan mineral, tetapi juga pemain utama di pasar agri-food internasional. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Kedigdayaan BRICS dalam panggung ekonomi global semakin meningkat, seiring perluasan anggota sejak tahun 2024. Secara khusus, BRICS tidak hanya dikenal sebagai penguasa cadangan minyak dan mineral, tetapi juga pemain utama di pasar agri-food internasional .

Aliasi BRICS yang berusia hampir 15 tahun, diawali oleh Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan untuk kemudian meluas hingga mencakup negara-negara kelas menengah seperti Mesir, Ethiopia, Iran, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab pada awal tahun 2024.



Kelima negara yang membentuk kemitraan BRICS awal mencakup sekitar 40% dari populasi dunia (3,3 miliar orang). Bersama-sama, mereka menghasilkan hampir 32% dari output ekonomi global pada tahun 2022, diukur dalam produk domestik bruto (PDB) berdasarkan paritas daya beli.

China menjadi penyumbang terbesar, yang mencakup 70% dari PDB BRICS (IMF, 2023). Kini setelah diperluas, BRICS plus merupakan rumah bagi hampir setengah dari populasi dunia (46%) dan menghasilkan 36% dari PDB global.

Sebagai perbandingan, kelompok negara-negara industri G7 yang terdiri dari Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat merupakan rumah bagi sekitar 10% populasi dunia dan menyumbang hampir 30% PDB global.

Sekitar setengah dari kontribusi G7 dihasilkan oleh Amerika Serikat. Jika Uni Eropa, yang memegang status pengamat di G7 ditambahkan, aliansi tersebut akan menyumbang hampir 13% populasi dunia dan sekitar 38% dari output ekonomi global.

Perdagangan pertanian yang kompetitif telah memberikan kontribusi yang signifikan untuk mengurangi kelaparan dan kerawanan pangan dalam beberapa dekade terakhir. Pertumbuhan perdagangan sektor pertanian secara global tumbuh luar biasa dalam satu dekade terakhir.

Ekspor global untuk pertanian meningkat sekitar sepertiga (secara nominal) pada tahun 2021, dari sekitar USD1,5 triliun menjadi hampir USD2 triliun (UN Comtrade, 2023). Negara-negara BRICS, G7, dan UE (Uni Eropa) berkontribusi secara signifikan terhadap perdagangan pangan internasional dan dalam upaya mengatasi tantangan ketahanan pangan global.

BRICS dan G7 Menyumbang Hampir Setengah dari Ekspor Pertanian Global

Hampir setengah dari ekspor pertanian global pada tahun 2021 berasal dari G7 dan BRICS. Prancis, Jerman, dan Italia menyumbang 13% dari ekspor pertanian global, dan AS menyumbang 9%.

Keempat negara tersebut secara bersama-sama menyumbang sekitar 80% dari ekspor pertanian G7, tetapi UE tetap menjadi pengekspor barang pertanian yang paling signifikan.

Sejak awal dekade terakhir, pangsa ekspor pertanian global negara-negara perintis BRICS terpantau naik tipis sekitar 1%. Jika anggota baru 2024 disertakan, negara-negara BRICS+ akan (secara hipotetis) menyumbang 20% ekspor pertanian global pada tahun 2021 (anggota asli 16% dan anggota baru 4%).

Sebaliknya, pangsa ekspor pertanian dari G7 turun sedikit, dari 30% pada tahun 2011 menjadi 28% pada tahun 2021. Sejak tahun 2011, baik UE maupun AS telah kehilangan sekitar 4% dan 0,5% dari pangsa ekspor mereka masing-masing.

Perubahan-perubahan kecil ini – tanpa berusaha menafsirkan atau menjelaskannya secara berlebihan – juga dapat terjadi karena adanya perbaikan dalam kondisi perdagangan, termasuk perdagangan pertanian.

Indeks Pembatasan Perdagangan Jasa (STRI) OECD (OECD, 2023), misalnya menunjukkan bahwa, selama 10 tahun terakhir, negara-negara BRICS telah membuat perbaikan dalam bidang transportasi udara, transportasi angkutan barang melalui jalan darat, dan transportasi laut.

Kini secara kasar, BRICS setara dengan G7, UE, dan AS. Paling jelas terlihat pada China dan Brazil. Namun anggota BRICS masih tertinggal dalam hal, khususnya perantara bea cukai logistik dan transportasi angkutan barang melalui kereta api.

Situasi serupa dapat diamati menggunakan STRI Digital (OECD Stat, 2023), yang mengidentifikasi hambatan regulasi dalam proses perdagangan digital. Hal ini berlaku khususnya untuk kualitas infrastruktur digital, yang meskipun ada perbaikan dalam beberapa tahun terakhir, secara rata-rata negara-negara BRICS jauh lebih rendah daripada di AS, G7, atau UE.

Namun, BRICS mencatatkan kinerja sangat baik dalam hal kualitas dan penggunaan transaksi elektronik dan sistem pembayaran digital.

Perdagangan Pertanian BRICS dan G7


Saat beberapa orang mungkin melihat BRICS dan G7 sebagai dua blok yang berbeda dan saling bertentangan (secara politik dan ekonomi), tetapi hubungan mereka di pasar agri-pangan global memiliki gambaran yang berbeda.

BRICS dan G7 menjalin hubungan dagang pertanian yang erat satu sama lain. Pada tahun 2021, sekitar 12% (USD66 miliar) dari total ekspor pertanian G7 ditujukan ke negara-negara BRICS. Pangsa ekspor terbesar dipegang oleh AS sebesar 57%, Kanada sebesar 13%, dan Prancis sebesar 10%. Produk utamanya adalah minyak sayur, biji-bijian, dan daging.

Sebaliknya pada tahun 2021 hampir 17% atau senilai USD52 miliar dari total ekspor pertanian BRICS masuk ke G7. China dan Brasil mendominasi, saat bersama-sama menyumbang sekitar tiga perempat (masing-masing 48% dan 25%) dari ekspor pertanian BRICS ke G7.

China terutama mengekspor daging dan ikan, saat Jepang (42%) dan AS (31%) men jadi tujuan terpenting ekspor pertanian dalam kelompok G7. Di Brasil, kopi, teh, dan rempah-rempah merupakan ekspor utama ke G7.

Mitra dagang terpenting adalah AS, yang menyumbang 36% dari total ekspor Brasil ke G7, diikuti oleh Jepang sebesar 18% dan Jerman sebesar 15%. Perlu dicatat bahwa 81% dari ekspor biji-bijian Brasil ke G7 pada tahun 2021 masuk ke Jepang dan 99% dari hewan hidup yang diekspor Brasil masuk ke AS.

Gambaran serupa muncul untuk perdagangan pertanian antara BRICS dan UE. Pada tahun 2022, UE mengekspor 12% produk pertaniannya ke negara-negara BRICS dan mengambil sekitar 22% impor pertaniannya dari BRICS (Komisi Eropa, 2023).

BRICS Pemain Kunci di pasar pertanian


BRICS menyumbang porsi yang signifikan dari ekspor lima komoditas pertanian dan pangan teratas berdasarkan nilai perdagangan.Dengan total nilai ekspor sekitar USD730 miliar pada tahun 2021 (berdasarkan nomenklatur 2 digit UN Comtrade), lima komoditas teratas adalah biji-bijian (USD151 miliar), daging (USD153 miliar), minuman (USD139 miliar), buah-buahan dan kacang-kacangan (USD139 miliar) dan lemak dan minyak (USD145 miliar).

Semua itu menyumbang sekitar 40% dari nilai ekspor pertanian global. Raihan tersebut tidak termasuk kacang kedelai, yang juga memiliki nilai perdagangan signifikan sekitar USD80 miliar.

Secara khusus, BRICS merupakan pemain kunci di pasar biji-bijian, yang menguasai sekitar seperlima (19%) dari ekspor global pada tahun 2021. Posisi ini sebanding dengan AS (20%) dan UE (21%). Jika anggota BRICS yang baru juga diperhitungkan, pangsanya akan menjadi 28% dan akan setara dengan G7 (34%).

BRICS juga memegang pangsa yang cukup besar dalam hal nilai ekspor di pasar daging, buah-buahan dan kacang-kacangan, serta lemak dan minyak masing-masing sebesar 16%, 12% dan 9%; dengan pengecualian lemak dan minyak. Angka ini kira-kira setara dengan AS (14%, 11% dan 3%) tetapi jauh lebih rendah dari UE (35%, 26% dan 23%).

Jika pangsa ekspor anggota BRICS baru ditambahkan, nilai ekspor relatif untuk buah-buahan dan kacang-kacangan, serta lemak dan minyak (15% dan 15%) akan sangat mirip dengan G7 (18% dan 14%). Namun untuk daging, G7 (31%) berada sekitar sepuluh poin lebih tinggi secara persentase daripada BRICS+ (19%).

Hal ini sebagian besar disebabkan oleh pangsa pasar ekspor yang tinggi dari anggota G7 di UE (Jerman, Prancis, dan Italia).

Bentuk Kartel Gandum


Rusia sebelumnya mendesak BRICS untuk membentuk bursa gandum antar-blok. Tujuan resmi aliansi ini adalah untuk memfasilitasi perdagangan antarnegara anggota, tetapi analis memperingatkan bahwa struktur baru ini akan bertujuan untuk menjadi analog dari Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) untuk pasar gandum global, dengan tujuan memengaruhi harga.



“Mengatur harga hanya dengan menciptakan bursa tidak akan berhasil karena ini memerlukan penyatuan eksportir ke dalam organisasi yang mirip dengan OPEC+ sehingga kita dapat bersama-sama membatasi pasokan di pasar,” kata Vladimir Chernov, analis di Freedom Finance Global.
(akr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0821 seconds (0.1#10.140)