Ledakan Gagal Bayar Utang Menguji Jaring Pengaman IMF dan Bank Dunia
loading...
A
A
A
WASHINGTON - Krisis likuiditas sedang terjadi di seluruh negara berkembang, meningkatkan tekanan pada lembaga keuangan internasional seperti IMF dan Bank Dunia yang didukung AS untuk membantu negara-negara miskin memenuhi pembayaran utang yang meningkat dan mendorong investasi yang sangat dibutuhkan.
Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia yang berbasis di Washington pada akhir Oktober lalu meluncurkan pendekatan tiga pilaruntuk membantu negara-negara menangani tembok utang jatuh tempo selama tiga tahun ke depan.
Negara-negara termiskin di dunia harus membayar utang luar negeri mereka lebih dari USD290 miliar pada beberapa tahun mendatang dan miliaran lebih banyak lagi kepada pemberi pinjaman domestik, menurut data Bank Dunia.
Ada kekhawatiran yang berkembang bahwa tanpa pembiayaan jangka pendek dan perbaikan jangka panjang, situasinya berisiko menjadi gelombang gagal bayar. Dimana bisa melumpuhkan pemerintah, menghantam warganya dan memberikan kerugian bagi investor asing.
Analis di S&P Global Ratings mengatakan, bulan ini utang dan biaya pinjaman yang lebih tinggi akan menyebabkan peningkatan gagal bayar selama dekade berikutnya dibandingkan dengan tahun-tahun terakhir.
Krisis likuiditas berarti bahwa pemerintah membelanjakan lebih banyak uang untuk membayar utang, membatasi apa yang dapat mereka investasikan dalam infrastruktur, pendidikan dan kesehatan, serta adaptasi perubahan iklim.
Negara-negara termiskin di dunia tahun ini menghabiskan rata-rata 50% dari pendapatan mereka untuk membayar utang USD185 miliar kepada kreditur domestik dan asing, menurut data Bank Dunia.
Proposal bersama IMF-Bank Dunia menyerukan secara luas terhadap negara-negara rentan untuk meningkatkan pendapatan pemerintah dan meningkatkan belanja publik; kreditur bilateral untuk menyediakan lebih banyak pendanaan konsesi; dan bagi pemberi pinjaman multilateral menyiapkan langkah-langkah baru seperti jaminan kredit untuk membantu menurunkan biaya pinjaman dan meringankan beban utang.
Namun rencana tersebut dikritik oleh AS – pemegang saham terbesar IMF dan Bank Dunia. Sementara pemerintahan Biden telah menyambut baik keterlibatan lembaga-lembaga tersebut dalam menghadapi masalah likuiditas.
Di antara kritikan lainnya, AS mengatakan inisiatif itu tidak terstruktur atau cukup didefinisikan untuk memperjelas negara mana yang dapat dan harus terlibat. Sementara itu tidak ada pihak yang ingin menyebutkan negara-negara tertentu dengan masalah likuiditas - yang kemungkinan akan menakut-nakuti investor dan menaikkan biaya pinjaman -, karena itu Washington menginginkan kerangka kelayakan yang lebih jelas, kata beberapa pihak.
IMF sejauh ini lebih memilih solusi khusus untuk negara manapun yang membutuhkan bantuan likuiditas, yang harus dirancang dan dipimpin oleh negara-negara itu sendiri, daripada IMF atau kelompok multilateral lainnya.
Upaya besar terakhir dari IMF dan Bank Dunia untuk membantu negara-negara yang terbebani utang – Kerangka Kerja Umum – dikritik keras oleh debitur dan kreditur karena terlalu lambat dan penuh politik. Restrukturisasi utang, dalam beberapa kasus, sudah berlarut-larut selama bertahun-tahun.
Rencana IMF diperkirakan akan dibahas oleh para pemimpin G20 yang bakal menggelar pertemuan di Brasil. Tidak jelas apakah mereka akan mendukung program tertentu, seperti yang mereka lakukan dengan Kerangka Kerja Umum.
Seorang juru bicara IMF mengatakan, bahwa ada konsensus tentang urgensi untuk mengatasi tantangan likuiditas dan "kami tetap terlibat erat" dengan para pemangku kepentingan, termasuk G-20, "tentang pentingnya terus memperkuat keterlibatan kami seputar masalah mendesak ini."
AS, bersama dengan Prancis, pada bulan September menyusun dokumen informal setebal tujuh halaman yang disebut "Pathway for Sustainable Growth" yang menyerukan dan meminta IMF dan Bank Dunia untuk "mengusulkan rencana spesifik yang dapat ditindaklanjuti" untuk dibahas selama pertemuan tahunan IMF dan Bank Dunia bulan lalu di Washington.
"Dalam lanskap utang negara yang kompleks saat ini, IMF memainkan peran penting sebagai pemandu, dan terkadang wasit dan pengontrol lalu lintas udara," kata Wakil menteri keuangan AS untuk urusan internasional, Jay Shambaugh di Dewan Atlantik seperti dilansir Bloomberg.
Dia menekankan, ini adalah kunci "bagi negara-negara untuk memiliki pemahaman yang lebih baik tentang alat yang ada untuk membantu mereka melalui tantangan likuiditas."
Selain itu G7 juga menyerukan IMF dan Bank Dunia untuk menyempurnakan pendekatan mereka. "Kami mendukung pendekatan multidimensi milik negara, berorientasi reformasi, dan mendorong IMF dan Bank Dunia untuk lebih mengembangkan proposal pendekatan tiga pilar," terangnya.
Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia yang berbasis di Washington pada akhir Oktober lalu meluncurkan pendekatan tiga pilaruntuk membantu negara-negara menangani tembok utang jatuh tempo selama tiga tahun ke depan.
Negara-negara termiskin di dunia harus membayar utang luar negeri mereka lebih dari USD290 miliar pada beberapa tahun mendatang dan miliaran lebih banyak lagi kepada pemberi pinjaman domestik, menurut data Bank Dunia.
Ada kekhawatiran yang berkembang bahwa tanpa pembiayaan jangka pendek dan perbaikan jangka panjang, situasinya berisiko menjadi gelombang gagal bayar. Dimana bisa melumpuhkan pemerintah, menghantam warganya dan memberikan kerugian bagi investor asing.
Analis di S&P Global Ratings mengatakan, bulan ini utang dan biaya pinjaman yang lebih tinggi akan menyebabkan peningkatan gagal bayar selama dekade berikutnya dibandingkan dengan tahun-tahun terakhir.
Krisis likuiditas berarti bahwa pemerintah membelanjakan lebih banyak uang untuk membayar utang, membatasi apa yang dapat mereka investasikan dalam infrastruktur, pendidikan dan kesehatan, serta adaptasi perubahan iklim.
Negara-negara termiskin di dunia tahun ini menghabiskan rata-rata 50% dari pendapatan mereka untuk membayar utang USD185 miliar kepada kreditur domestik dan asing, menurut data Bank Dunia.
Proposal bersama IMF-Bank Dunia menyerukan secara luas terhadap negara-negara rentan untuk meningkatkan pendapatan pemerintah dan meningkatkan belanja publik; kreditur bilateral untuk menyediakan lebih banyak pendanaan konsesi; dan bagi pemberi pinjaman multilateral menyiapkan langkah-langkah baru seperti jaminan kredit untuk membantu menurunkan biaya pinjaman dan meringankan beban utang.
Namun rencana tersebut dikritik oleh AS – pemegang saham terbesar IMF dan Bank Dunia. Sementara pemerintahan Biden telah menyambut baik keterlibatan lembaga-lembaga tersebut dalam menghadapi masalah likuiditas.
Di antara kritikan lainnya, AS mengatakan inisiatif itu tidak terstruktur atau cukup didefinisikan untuk memperjelas negara mana yang dapat dan harus terlibat. Sementara itu tidak ada pihak yang ingin menyebutkan negara-negara tertentu dengan masalah likuiditas - yang kemungkinan akan menakut-nakuti investor dan menaikkan biaya pinjaman -, karena itu Washington menginginkan kerangka kelayakan yang lebih jelas, kata beberapa pihak.
IMF sejauh ini lebih memilih solusi khusus untuk negara manapun yang membutuhkan bantuan likuiditas, yang harus dirancang dan dipimpin oleh negara-negara itu sendiri, daripada IMF atau kelompok multilateral lainnya.
Upaya besar terakhir dari IMF dan Bank Dunia untuk membantu negara-negara yang terbebani utang – Kerangka Kerja Umum – dikritik keras oleh debitur dan kreditur karena terlalu lambat dan penuh politik. Restrukturisasi utang, dalam beberapa kasus, sudah berlarut-larut selama bertahun-tahun.
Rencana IMF diperkirakan akan dibahas oleh para pemimpin G20 yang bakal menggelar pertemuan di Brasil. Tidak jelas apakah mereka akan mendukung program tertentu, seperti yang mereka lakukan dengan Kerangka Kerja Umum.
Seorang juru bicara IMF mengatakan, bahwa ada konsensus tentang urgensi untuk mengatasi tantangan likuiditas dan "kami tetap terlibat erat" dengan para pemangku kepentingan, termasuk G-20, "tentang pentingnya terus memperkuat keterlibatan kami seputar masalah mendesak ini."
AS, bersama dengan Prancis, pada bulan September menyusun dokumen informal setebal tujuh halaman yang disebut "Pathway for Sustainable Growth" yang menyerukan dan meminta IMF dan Bank Dunia untuk "mengusulkan rencana spesifik yang dapat ditindaklanjuti" untuk dibahas selama pertemuan tahunan IMF dan Bank Dunia bulan lalu di Washington.
"Dalam lanskap utang negara yang kompleks saat ini, IMF memainkan peran penting sebagai pemandu, dan terkadang wasit dan pengontrol lalu lintas udara," kata Wakil menteri keuangan AS untuk urusan internasional, Jay Shambaugh di Dewan Atlantik seperti dilansir Bloomberg.
Dia menekankan, ini adalah kunci "bagi negara-negara untuk memiliki pemahaman yang lebih baik tentang alat yang ada untuk membantu mereka melalui tantangan likuiditas."
Selain itu G7 juga menyerukan IMF dan Bank Dunia untuk menyempurnakan pendekatan mereka. "Kami mendukung pendekatan multidimensi milik negara, berorientasi reformasi, dan mendorong IMF dan Bank Dunia untuk lebih mengembangkan proposal pendekatan tiga pilar," terangnya.
(akr)