3 Negara BRICS Kuasai Lima Besar Ekonomi Terbesar di Dunia
loading...
A
A
A
WASHINGTON - Data dan angka-angka terbaru World Economic Outlookmenunjukkan bahwa ekonomi terbesar dunia berdasarkan PPP sekarang mencakup tiga negara BRICS – China, India, dan Rusia. Catatan tersebut juga menjadi pertanda sanksi Barat tidak terlalu berpengaruh terhadap Rusia yang ekonominya justru meningkat.
Dana Moneter Internasional (IMF) menempatkan Rusia sebagai ekonomi terbesar keempat di dunia berdasarkan paritas daya beli (PPP). Diterangkan PPP membandingkan produktivitas ekonomi dan standar hidup antar negara dengan menyesuaikan perbedaan biaya barang dan jasa.
Dalam World Economic Outlook yang diterbitkan pada hari Selasa, IMF mengatakan produk domestik bruto (PDB) Rusia pada tahun 2024 berjumlah 3,55% dari PDB global dalam hal PPP, mengungguli Jepang, yang memiliki 3,38%.
Menurut laporan tersebut, Rusia menempati urutan keempat dalam hal PPP setelah China (18,8%), AS (Amerika Serikat) (15%), dan India (7,9%). Rusia mengungguli Jepang dalam hal paritas daya beli, menurut organisasi yang berbasis di Washington tersebut.
"Hari ini kami harus menerapkan substitusi impor yang agresif dan membangun produksi kami sendiri. Oleh karena itu, tempat keempat Rusia cukup bagus," kata kepala Pusat Penelitian Ekonomi Makro di Universitas Keuangan, Evgeny Balatsky, kepada Rossyiskaya Gazeta.
"Dalam beberapa tahun terakhir, Rusia menyalip pesaingnya di Eropa – satu demi satu – Inggris, Prancis, Jerman, dan sekarang Jepang," tambahnya.
Awal bulan ini, Menteri Keuangan Rusia, Anton Siluanov mengatakan, pangsa negara-negara BRICS dalam PDB global, yang diukur dengan PPP, telah tumbuh dengan mantap untuk mencapai angka saat ini sebesar 36,7%.
Data IMF menunjukkan bahwa pangsa PDB global negara-negara G7 (Kanada, Prancis, Jepang, Italia, AS, Inggris, dan UE) dalam hal PPP telah menyusut, turun dari 50,42% pada tahun 1982 menjadi 29% pada tahun 2024.
IMF juga meningkatkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Rusia di 2024 menjadi 3,6%, angka tersebut meningkat dari proyeksi sebelumnya 3,2%. Namun lembaga yang berbasis di Washington itu memangkas perkiraannya untuk pertumbuhan tahun depan dari 1,5% menjadi 1,3%.
IMF mengaitkan penurunan peringkat untuk tahun 2025 dengan "konsumsi swasta dan investasi yang melambat di tengah tekanan pada pasar tenaga kerja dan pertumbuhan upah yang lebih lambat."
Dana Moneter Internasional (IMF) menempatkan Rusia sebagai ekonomi terbesar keempat di dunia berdasarkan paritas daya beli (PPP). Diterangkan PPP membandingkan produktivitas ekonomi dan standar hidup antar negara dengan menyesuaikan perbedaan biaya barang dan jasa.
Dalam World Economic Outlook yang diterbitkan pada hari Selasa, IMF mengatakan produk domestik bruto (PDB) Rusia pada tahun 2024 berjumlah 3,55% dari PDB global dalam hal PPP, mengungguli Jepang, yang memiliki 3,38%.
Menurut laporan tersebut, Rusia menempati urutan keempat dalam hal PPP setelah China (18,8%), AS (Amerika Serikat) (15%), dan India (7,9%). Rusia mengungguli Jepang dalam hal paritas daya beli, menurut organisasi yang berbasis di Washington tersebut.
"Hari ini kami harus menerapkan substitusi impor yang agresif dan membangun produksi kami sendiri. Oleh karena itu, tempat keempat Rusia cukup bagus," kata kepala Pusat Penelitian Ekonomi Makro di Universitas Keuangan, Evgeny Balatsky, kepada Rossyiskaya Gazeta.
"Dalam beberapa tahun terakhir, Rusia menyalip pesaingnya di Eropa – satu demi satu – Inggris, Prancis, Jerman, dan sekarang Jepang," tambahnya.
Awal bulan ini, Menteri Keuangan Rusia, Anton Siluanov mengatakan, pangsa negara-negara BRICS dalam PDB global, yang diukur dengan PPP, telah tumbuh dengan mantap untuk mencapai angka saat ini sebesar 36,7%.
Data IMF menunjukkan bahwa pangsa PDB global negara-negara G7 (Kanada, Prancis, Jepang, Italia, AS, Inggris, dan UE) dalam hal PPP telah menyusut, turun dari 50,42% pada tahun 1982 menjadi 29% pada tahun 2024.
IMF juga meningkatkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Rusia di 2024 menjadi 3,6%, angka tersebut meningkat dari proyeksi sebelumnya 3,2%. Namun lembaga yang berbasis di Washington itu memangkas perkiraannya untuk pertumbuhan tahun depan dari 1,5% menjadi 1,3%.
IMF mengaitkan penurunan peringkat untuk tahun 2025 dengan "konsumsi swasta dan investasi yang melambat di tengah tekanan pada pasar tenaga kerja dan pertumbuhan upah yang lebih lambat."
(akr)