Trump Menang Pilpres AS, Analis: Ketidakpastian Bayangi Pasar Minyak Nabati

Minggu, 10 November 2024 - 13:57 WIB
loading...
Trump Menang Pilpres...
Suasana di Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) ke-20 di Nusa Dua, Bali, Jumat (8/11) lalu. FOTO/M Faizal
A A A
NUSA DUA - Kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden AS dinilai akan berdampak pada perubahan kebijakan energi yang selanjutnya akan menciptakan ketidakpastian di pasar minyak nabati global. Meski bukan konsumen utama minyak sawit , kebijakan energi AS dinilai tetap berdampak besar pada pasar minyak nabati, termasuk sawit, secara global.

Hal itu diungkapkan oleh analis dari Bloomberg Alvin Tai di acara Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) ke-20 di Nusa Dua, Bali, Jumat (8/11) lalu. Alvin mengatakan, di AS diesel masih menjadi bahan bakar transportasi kedua terbesar dengan penggunaan mencapai 22%, sementara bahan bakar nabati (biofuel) hanya sekitar 6%. Namun, imbuh dia, tren menunjukkan peningkatan penggunaan renewable diesel dan biodiesel, yang diprediksi melampaui konsumsi diesel berbasis petroleum pada tahun 2024 dengan konsumsi mencapai 4,5 juta barel per hari.



"Ketersediaan bahan baku ini meningkat dari kurang dari 10 juta metrik ton pada 2021 menjadi sekitar 15 juta metrik ton pada 2024. Meskipun ada potensi pertumbuhan lebih lanjut, permintaan biodiesel diperkirakan mencapai 25,7 juta metrik ton per tahun, sehingga banyak pihak yang pesimis terhadap tercapainya proyeksi ini mengingat keterbatasan pasokan bahan baku," ujarnya.

Alvin menjelaskan, saat ini bahan baku biodiesel dan renewable diesel AS sebagian besar berasal dari minyak kedelai, yakni 44%. Selanjutnya, adalah minyak daur ulang dan lemak (33%), minyak jagung (15%), serta minyak kanola (5%). Dengan penerapan kebijakan baru berupa kredit pajak 45Z yang menggunakan jejak karbon sebagai tolok ukur, menempatkan Used Cooking Oil (UCO) pada posisi teratas dan minyak sawit Indonesia dengan nilai karbon tertinggi.

Sementara itu, Wakil Menteri Pertanian Sudaryono mengatakan Indonesia juga terus mendorong agenda energi terbarukan yang lebih luas melalui peningkatan pencampuran biodiesel. Dengan mengadopsi B35 pada tahun 2023, Indonesia telah mengurangi ketergantungan bahan bakar fosil dan menghemat lebih dari USD7,9 miliar untuk impor bahan bakar fosil.



"Sasaran B50 merupakan perubahan signifikan dalam kebijakan energi, yang bertujuan untuk mengurangi ketergantungan bahan bakar fosil, mengurangi emisi gas rumah kaca, dan mendukung pertanian lokal. Namun, perluasan ini dapat berdampak pada ketahanan pangan dan juga pasokan minyak sawit, terutama untuk ekspor," paparnya pada pembukaan IPOC sehari sebelumnya.

Senada dengan Alvin Tai dan Sudaryono, Dorab Mistry yang juga merupakan pembicara pada acara IPOC mengungkapkan hadirnya program biodiesel di berbagai negara sangat mendorong penyerapan minyak nabati dunia. Namun, stagnasi produksi minyak sawit membuat harganya tidak lagi kompetitif, bahkan cenderung mahal, sehingga daya saing menurun. "Terjadi peningkatan produksi minyak nabati, namun stagnasi produksi komoditas kelapa sawit. Stagnasi ini didorong oleh persoalan domestik seperti teknologi, peremajaan, dan bibit," kata dia.

Dalam jangka panjang, lanjutnya, melemahnya harga minyak bumi, tren politik subsidi pemerintah terhadap biofuel tetap menjadi faktor penentu fluktuasi harga minyak nabati. "Dengan kata lain, capricious climate masih akan mewarnai perjalanan minyak nabati di tahun 2025," ungkap Dorab Mistry.

Dia melanjutkan, cuaca di Amerika Selatan juga berpotensi mendorong kenaikan harga, terutama jika ada penundaan kebijakan biofuel. Di sisi lain, harga minyak kedelai diprediksi tetap kuat, didorong oleh tingginya permintaan biodiesel AS serta perubahan insentif dari blenders credit menjadi producers credit. "Permintaan juga diperkirakan semakin meningkat seiring kebijakan terkait Sustainable Aviation Fuel," tambahnya.
(fjo)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Lanjut Baca Berita Terkait Lainnya
Berita Terkait
Menuju Industri Sawit...
Menuju Industri Sawit Berkelanjutan lewat Empat Pilar Utama
Sawit Aset Strategis...
Sawit Aset Strategis Dukung Swasembada Pangan dan Energi
GAPKI Dukung Peningkatan...
GAPKI Dukung Peningkatan Baku Mutu Limbah Sawit Kurangi Emisi Karbon
GAPKI Minta Dibentuk...
GAPKI Minta Dibentuk Badan Khusus untuk Perbaiki Tata Kelola Industri Sawit
Produksi CPO Indonesia...
Produksi CPO Indonesia Stagnan, Apa Kabar Mandatori B40?
Khawatirkan Suplai,...
Khawatirkan Suplai, Importir Sawit Indonesia Lakukan Antisipasi
Jadi Ancaman, Aturan...
Jadi Ancaman, Aturan EUDR Berpotensi Diikuti Negara lain
Industri sawit dan Pemerintah...
Industri sawit dan Pemerintah Sepakat Dorong Produktivitas
Pemerintah Tegaskan...
Pemerintah Tegaskan Dukungan Terhadap Industri Sawit
Rekomendasi
Mudik Lebaran 2025:...
Mudik Lebaran 2025: Terjadi 150 Kasus Kecelakaan, 8 Orang Tewas
Mengapa India Pilih...
Mengapa India Pilih Beli 156 Helikopter Tempur Buatan Dalam Negeri Senilai Rp120 Triliun Ketimbang Produksi Asing?
Uni Eropa Bersiap untuk...
Uni Eropa Bersiap untuk Perang Besar, Berikut 4 Indikatornya
Berita Terkini
Viral! Penumpang Garuda...
Viral! Penumpang Garuda Indonesia Asyik Ngevape di Dalam Pesawat
14 menit yang lalu
LPDB Perkuat Ekonomi...
LPDB Perkuat Ekonomi Syariah Berbasis Koperasi melalui Pembiayaan Dana Bergulir
7 jam yang lalu
Cara Pelopor Cat Pelapis...
Cara Pelopor Cat Pelapis Anti Bocor Pererat Tali Silaturahmi di Bulan Ramadan
7 jam yang lalu
Mudik Aman Sampai Tujuan,...
Mudik Aman Sampai Tujuan, BKI Berangkatkan Pemudik ke 6 Rute
8 jam yang lalu
Khawatir ART mudik?...
Khawatir ART mudik? Tenang Saja! Toko Ini Tetap Buka Selama Libur Lebaran
8 jam yang lalu
BRI Peduli, Tebar Kebaikan...
BRI Peduli, Tebar Kebaikan di Hari Nyepi dengan Bantu Sembako dan Renovasi Pura
9 jam yang lalu
Infografis
NATO Eropa Takut Trump...
NATO Eropa Takut Trump akan Hentikan Dukungan Senjata AS
Copyright ©2025 SINDOnews.com All Rights Reserved