Apa Efek Dedolarisasi Terhadap Harga Minyak Dunia?
loading...
A
A
A
JAKARTA - Beberapa tanda-tanda dedolarisasi terlihat jelas di ruang komoditas, dimana transaksi energi dilakukan dengan menggunakan mata uang non-USD. Misalnya produk minyak Rusia yang diekspor ke timur dan selatan dijual dalam mata uang lokal pembeli, atau dalam mata uang negara-negara yang dianggap Rusia bersahabat.
Di tempat lain, India, China, dan Turki semuanya menggunakan atau mencari alternatif untuk greenback. Meski begitu mayoritas perdagangan minyak dunia masih menggunakan dolar AS .
"Sebagian besar minyak dunia masih dijual seharga dolar. Tetapi dengan Rusia, pengekspor minyak terbesar kedua di dunia, menjual ekspor minyak buminya dalam mata uang lokal pelanggannya, produsen lain kemungkinan bisa mengikutinya," kata Kepala Strategi Komoditas Global di JP Morgan, Natasha Kaneva.
Dampaknya akan paling terasa di AS (Amerika Serikat), di mana de-dolarisasi kemungkinan akan menyebabkan depresiasi yang luas dan kinerja yang buruk dari aset keuangan AS.
"Untuk ekuitas AS, pengembalian langsung akan dipengaruhi secara negatif oleh divestasi atau realokasi dari pasar AS dan hilangnya kepercayaan. Kemungkinan juga akan ada tekanan pada imbal hasil riil karena divestasi parsial pendapatan tetap AS oleh investor, atau diversifikasi atau pengurangan alokasi cadangan internasional," kata Alexander Wise, selaku peneliti strategis di JP Morgan.
Namun efek dedolarisasi pada pertumbuhan AS tidak pasti. Sementara dolar yang tertekan secara struktural dapat menggerus daya saing AS, itu juga dapat secara langsung menurunkan investasi asing dalam ekonomi AS. Selain itu, pelemahan dolar pada prinsipnya dapat menciptakan tekanan inflasi di AS dengan menaikkan biaya barang dan jasa impor, meskipun diperkirakan kemungkinan efek ini relatif kecil.
Masuknya Arab Saudi menjadi kunci, lantaran negara ini membantu AS dalam mendorong mata uang dolar ke status hegemoni dunia melalui pembentukan sistem petrodolar.
Petrodollar adalah istilah untuk menggambarkan sejumlah besar dolar yang tersedia dalam cadangan khusus untuk membeli minyak. Minyak diperdagangkan dalam dolar untuk menciptakan kesederhanaan dalam perdagangan internasional, tetapi juga karena alasan yang disebutkan di atas – penggunaan dolar AS secara paksa, dan dominasi umum ekonomi Amerika.
AS telah menempatkan minyak sebagai inti dari kebijakan luar negerinya, dengan kesepakatan de facto dengan Arab Saudi pada tahun 1975 yang mengonsolidasikan hal ini, memperdagangkan kontrak militer dan perlindungan militer senilai sekitar USD2 miliar untuk jaminan bahwa penjualan minyak dilakukan secara eksklusif dalam dolar.
OPEC juga diyakinkan segera setelah itu untuk menetapkan harga minyak mereka dalam dolar, dan selanjutnya, menginvestasikan kembali petrodolar surplus mereka ke dalam surat utang pemerintah AS, sebagai imbalan atas tingkat perlindungan militer dan ekonomi yang sama, yang selanjutnya memperkuat petrodolar.
Pergerakan terkini dari Arab Saudi menunjukkan bahwa dominasi petrodolar mungkin akan ditantang untuk pertama kalinya. Mungkinkan ini menjadi pertanda dolar AS akan kehilangan posisi teratas.
Bahkan dalam beberapa waktu terakhir, muncul rumor berakhirnya perjanjian antara Amerika Serikat dengan Arab Saudi terkait perdagangan komoditas minyak bumi dalam denominasi dolar AS atau dikenal dengan petrodolar.
Perjanjian selama 50 tahun itu dikabarkan berakhir pada pertengahan 2024 lalu. Akibat dari berakhirnya kesepakatan petrodolar, maka Arab Saudi bersama dengan negara-negara pengekspor minyak yang tergabung dalam OPEC dapat menjual minyaknya dalam mata uang lain. Tidak harus terikat dengan dolar AS selama ini.
Efeknya bakal melemahkan denominasi dolar AS secara global. Daya beli dunia terhadap mata uang dolar AS semakin menurun sehingga nilanya menjadi relatif tidak stabil dan tidak kuat seperti sebelumnya.
Ketika transaksi perdagangan komoditas minyak bumi dunia tidak lagi mengharuskan menggunakan dolar AS, maka permintaan terhadap valuta asing ini juga menurun tajam.
Sisi lainnya kebijakan ini berpeluang memicu gejolak harga dan inflasi dunia, khususnya saat Arab Saudi dan OPEC memilih menggunakan satuan mata uang yang berbeda-beda dalam menetapkan harga minyak bumi.
Negara-negara importir minyak yang sangat tergantung dari suplai dunia akan sangat rentan menghadapi volatilitas harga energi sehingga berpotensi mengalami gangguan dalam perencanaan keuangan pemerintah di masing-masing negara.
Namun belum diketahui secara pasti apakah benar kesepakatan petrodolar hanya sebuah rumor atau memang sudah terjadi secara perlahan. Hal ini tentunya menjadi kabar buruk bagi dominasi dolar AS.
Di tempat lain, India, China, dan Turki semuanya menggunakan atau mencari alternatif untuk greenback. Meski begitu mayoritas perdagangan minyak dunia masih menggunakan dolar AS .
"Sebagian besar minyak dunia masih dijual seharga dolar. Tetapi dengan Rusia, pengekspor minyak terbesar kedua di dunia, menjual ekspor minyak buminya dalam mata uang lokal pelanggannya, produsen lain kemungkinan bisa mengikutinya," kata Kepala Strategi Komoditas Global di JP Morgan, Natasha Kaneva.
Apa dampak dari dedolarisasi?
Pada dasarnya, de-dolarisasi akan menggeser keseimbangan kekuatan di antara negara-negara, dan ini pada gilirannya dapat membentuk kembali ekonomi dan pasar global.Dampaknya akan paling terasa di AS (Amerika Serikat), di mana de-dolarisasi kemungkinan akan menyebabkan depresiasi yang luas dan kinerja yang buruk dari aset keuangan AS.
"Untuk ekuitas AS, pengembalian langsung akan dipengaruhi secara negatif oleh divestasi atau realokasi dari pasar AS dan hilangnya kepercayaan. Kemungkinan juga akan ada tekanan pada imbal hasil riil karena divestasi parsial pendapatan tetap AS oleh investor, atau diversifikasi atau pengurangan alokasi cadangan internasional," kata Alexander Wise, selaku peneliti strategis di JP Morgan.
Namun efek dedolarisasi pada pertumbuhan AS tidak pasti. Sementara dolar yang tertekan secara struktural dapat menggerus daya saing AS, itu juga dapat secara langsung menurunkan investasi asing dalam ekonomi AS. Selain itu, pelemahan dolar pada prinsipnya dapat menciptakan tekanan inflasi di AS dengan menaikkan biaya barang dan jasa impor, meskipun diperkirakan kemungkinan efek ini relatif kecil.
Petrodolar
Mantan penasehat CIA, James Rickards, yang juga bankir investasi mengatakan, dorongan untuk mata uang baru yang dipelopori oleh kelompok BRICS+ akan mempengaruhi perdagangan dunia. Investasi asing langsung dan portofolio investor dengan cara yang dramatis dan tak terduga, dapat juga menyebabkan gejolak geopolitik.Masuknya Arab Saudi menjadi kunci, lantaran negara ini membantu AS dalam mendorong mata uang dolar ke status hegemoni dunia melalui pembentukan sistem petrodolar.
Petrodollar adalah istilah untuk menggambarkan sejumlah besar dolar yang tersedia dalam cadangan khusus untuk membeli minyak. Minyak diperdagangkan dalam dolar untuk menciptakan kesederhanaan dalam perdagangan internasional, tetapi juga karena alasan yang disebutkan di atas – penggunaan dolar AS secara paksa, dan dominasi umum ekonomi Amerika.
AS telah menempatkan minyak sebagai inti dari kebijakan luar negerinya, dengan kesepakatan de facto dengan Arab Saudi pada tahun 1975 yang mengonsolidasikan hal ini, memperdagangkan kontrak militer dan perlindungan militer senilai sekitar USD2 miliar untuk jaminan bahwa penjualan minyak dilakukan secara eksklusif dalam dolar.
OPEC juga diyakinkan segera setelah itu untuk menetapkan harga minyak mereka dalam dolar, dan selanjutnya, menginvestasikan kembali petrodolar surplus mereka ke dalam surat utang pemerintah AS, sebagai imbalan atas tingkat perlindungan militer dan ekonomi yang sama, yang selanjutnya memperkuat petrodolar.
Pergerakan terkini dari Arab Saudi menunjukkan bahwa dominasi petrodolar mungkin akan ditantang untuk pertama kalinya. Mungkinkan ini menjadi pertanda dolar AS akan kehilangan posisi teratas.
Bahkan dalam beberapa waktu terakhir, muncul rumor berakhirnya perjanjian antara Amerika Serikat dengan Arab Saudi terkait perdagangan komoditas minyak bumi dalam denominasi dolar AS atau dikenal dengan petrodolar.
Perjanjian selama 50 tahun itu dikabarkan berakhir pada pertengahan 2024 lalu. Akibat dari berakhirnya kesepakatan petrodolar, maka Arab Saudi bersama dengan negara-negara pengekspor minyak yang tergabung dalam OPEC dapat menjual minyaknya dalam mata uang lain. Tidak harus terikat dengan dolar AS selama ini.
Efeknya bakal melemahkan denominasi dolar AS secara global. Daya beli dunia terhadap mata uang dolar AS semakin menurun sehingga nilanya menjadi relatif tidak stabil dan tidak kuat seperti sebelumnya.
Ketika transaksi perdagangan komoditas minyak bumi dunia tidak lagi mengharuskan menggunakan dolar AS, maka permintaan terhadap valuta asing ini juga menurun tajam.
Sisi lainnya kebijakan ini berpeluang memicu gejolak harga dan inflasi dunia, khususnya saat Arab Saudi dan OPEC memilih menggunakan satuan mata uang yang berbeda-beda dalam menetapkan harga minyak bumi.
Negara-negara importir minyak yang sangat tergantung dari suplai dunia akan sangat rentan menghadapi volatilitas harga energi sehingga berpotensi mengalami gangguan dalam perencanaan keuangan pemerintah di masing-masing negara.
Namun belum diketahui secara pasti apakah benar kesepakatan petrodolar hanya sebuah rumor atau memang sudah terjadi secara perlahan. Hal ini tentunya menjadi kabar buruk bagi dominasi dolar AS.
(akr)