BKI Mendorong Kualitas Kapal untuk Pertahankan Status Whitelist Bendera Indonesia
loading...
A
A
A
JAKARTA - PT Biro Klasifikasi Indonesia (Persero) atau BKI, Lead dari Holding BUMN Jasa Survei IDSurvey , mengajak seluruh pihak terkait untuk bersama-sama meningkatkan kualitas kapal berbendera Indonesia. Hal ini dilakukan guna mempertahankan status Indonesia dalam kategori whitelist Tokyo MoU, yang merupakan indikator penting dalam menjaga reputasi pelayaran Indonesia di pasar global.
Ajakan tersebut disampaikan oleh Deputi Direktur Bisnis Manajemen Klasifikasi BKI, Arief Budi Permana, dalam seminar bertajuk "Sinergi dan Optimalisasi Peran Stakeholders dalam Mempertahankan Whitelist Tokyo MoU", yang digelar pada Kamis, 14 November 2024 di Hotel Borobudur, Jakarta.
Seminar ini bertujuan untuk memperkuat komitmen seluruh pihak dalam meningkatkan kualitas kapal niaga Indonesia yang berlayar ke luar negeri, terutama terkait dengan keselamatan dan keamanan kapal.
Pada sambutannya, Arief menjelaskan bahwa “Sejak tahun 2020, Indonesia menyandang status whitelist di laporan tahunan Tokyo MoU, sebuah pencapaian yang tentunya tidak lepas dari kerja sama yang solid di antara semua pihak yang terlibat di industri maritim. Keberhasilan ini adalah hasil kolaborasi erat antara perusahaan kapal, operator, manajemen, dan tentunya dukungan dari pihak-pihak seperti BKI selaku badan klasifikasi yang diberikan pelimpahan, Kementerian Perhubungan, serta seluruh pemangku kepentingan lainnya."
"Semua pihak yang berperan telah memberikan kontribusi penting dalam menjaga kualitas dan performa kapal bendera Indonesia, sehingga kita dapat mempertahankan posisi ini dan terus meningkatkan reputasi maritim Indonesia di mata dunia," ungkapnya.
"Perlu saya sampaikan bahwa, kegiatan ini dilakukan BKI secara rutin dalam rangka menjaga fokus dalam perannya melakukan pemastian terhadap standard internasional. Selaras juga dengan misi asta cita dalam aspek ekonomi biru atau maritime sustainability dan pengembangan SDM yang tidak terbatas pada standar, kompetensi, kualitas industri maritim,” ujar Arief.
Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia telah berhasil memperbaiki posisinya di Tokyo MoU, sebuah organisasi yang mengawasi kepatuhan kapal terhadap standar keselamatan internasional. Indonesia berhasil keluar dari status blacklist dan masuk dalam kategori whitelist sejak tahun 2020.
Pencapaian ini sangat vital, mengingat status whitelist memberikan keuntungan bagi kelancaran perdagangan internasional dan logistik Indonesia. BKI melalui seminar kali ini menekankan pentingnya kerja sama antara semua pihak terkait—baik pemerintah, asosiasi pelayaran, dan perusahaan pelayaran—untuk menjaga dan bahkan meningkatkan status whitelist ini, mengingat detensi kapal dapat merugikan reputasi Indonesia di dunia pelayaran.
Direktur Jenderal Perhubungan Laut, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) yang diwakili oleh Dr. Capt. Miftahul Hadi, S.ST, MM, M.Mar mengatakan, bahwa BKI sebagai RO yang ditunjuk memiliki peran yang sangat besar untuk menjaga status whitelist. Lebih lanjut beliau mengatakan bahwa ada beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk menjaga status whitelist dan meningkatkan kemaritiman.
“Ada pesan dari Bapak Dirjen, langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh seluruh stakeholder, pertama meningkatkan pengawasan dan penegakan regulasi. Kedua, pelatihan kepada awak kapal. Ketiga sistem perbaikan kapal yang sesuai dengan Planned Maintenance System yang ada. Selanjutnya, kerjasama internasional serta terkait kualitas inspeksi, kami dibagian PSC akan membuat strategic detention item yang berulang, sehingga bisa menjadi concern para pelaku usaha. Keenam berkolaborasi dengan asosiasi," terang Miftahul Hadi.
"Melalui seminar ini diharapkan dapat memperkuat komitmen standar keselamatan untuk menjaga maritim kita dan memposisikan Indonesia sebagai negara maritim yang disegani di kancah global. Saya yakin kerjasama dan komitmen kuat seluruh pemangku kepentingan dapat meningkatkan kemaritiman secara internasional," lanjutnya.
Pada presentasi narasumber, disampaikan bahwa dalam beberapa tahun terakhir, detensi kapal di luar negeri khususnya China menunjukkan tren peningkatan signifikan. Detensi ini tidak hanya terjadi pada kapal-kapal berbendera Indonesia dan tidak terbatas pada kapal yang diklasifikasikan oleh BKI saja, juga termasuk yang disertifikasi oleh klas asing lainnya tanpa terkecuali.
Hal ini dinilai perlu diapresiasi bahwa tidak semua kapal yang diperiksa PSCO akan mengalami detensi, tapi ada juga kapal-kapal bendera indonesia yang diperiksa dan zero deficiency. Serta bahwa target inspeksi kapal bendera Indonesia dilakukan sesuai dengan New Inspection Regime Tokyo MoU, yaitu berdasarkan tipe kapal, umur kapal, dan sebagainya.
Dimana Kapal Bendera Indonesia sebagian besar akan terdampak untuk dilakukan pemeriksaan lebih sering oleh port state control officer akibat tipe dan khususnya umur kapal. BKI tetap berkomitmen untuk mendekatkan layanan kepada para pengguna jasa khususnya untuk menambah jaringan layanan internasionalnya.
Seminar ini dihadiri oleh berbagai stakeholder, termasuk perwakilan dari Kementerian Perhubungan, asosiasi pelayaran INSA, dan perusahaan-perusahaan pelayaran Indonesia. Diharapkan melalui sinergi yang kuat antar semua pihak, kualitas kapal Indonesia dapat terus meningkat, dan detensi kapal dapat diminimalisir, menjaga reputasi pelayaran Indonesia di mata dunia.
Ajakan tersebut disampaikan oleh Deputi Direktur Bisnis Manajemen Klasifikasi BKI, Arief Budi Permana, dalam seminar bertajuk "Sinergi dan Optimalisasi Peran Stakeholders dalam Mempertahankan Whitelist Tokyo MoU", yang digelar pada Kamis, 14 November 2024 di Hotel Borobudur, Jakarta.
Seminar ini bertujuan untuk memperkuat komitmen seluruh pihak dalam meningkatkan kualitas kapal niaga Indonesia yang berlayar ke luar negeri, terutama terkait dengan keselamatan dan keamanan kapal.
Pada sambutannya, Arief menjelaskan bahwa “Sejak tahun 2020, Indonesia menyandang status whitelist di laporan tahunan Tokyo MoU, sebuah pencapaian yang tentunya tidak lepas dari kerja sama yang solid di antara semua pihak yang terlibat di industri maritim. Keberhasilan ini adalah hasil kolaborasi erat antara perusahaan kapal, operator, manajemen, dan tentunya dukungan dari pihak-pihak seperti BKI selaku badan klasifikasi yang diberikan pelimpahan, Kementerian Perhubungan, serta seluruh pemangku kepentingan lainnya."
"Semua pihak yang berperan telah memberikan kontribusi penting dalam menjaga kualitas dan performa kapal bendera Indonesia, sehingga kita dapat mempertahankan posisi ini dan terus meningkatkan reputasi maritim Indonesia di mata dunia," ungkapnya.
"Perlu saya sampaikan bahwa, kegiatan ini dilakukan BKI secara rutin dalam rangka menjaga fokus dalam perannya melakukan pemastian terhadap standard internasional. Selaras juga dengan misi asta cita dalam aspek ekonomi biru atau maritime sustainability dan pengembangan SDM yang tidak terbatas pada standar, kompetensi, kualitas industri maritim,” ujar Arief.
Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia telah berhasil memperbaiki posisinya di Tokyo MoU, sebuah organisasi yang mengawasi kepatuhan kapal terhadap standar keselamatan internasional. Indonesia berhasil keluar dari status blacklist dan masuk dalam kategori whitelist sejak tahun 2020.
Pencapaian ini sangat vital, mengingat status whitelist memberikan keuntungan bagi kelancaran perdagangan internasional dan logistik Indonesia. BKI melalui seminar kali ini menekankan pentingnya kerja sama antara semua pihak terkait—baik pemerintah, asosiasi pelayaran, dan perusahaan pelayaran—untuk menjaga dan bahkan meningkatkan status whitelist ini, mengingat detensi kapal dapat merugikan reputasi Indonesia di dunia pelayaran.
Direktur Jenderal Perhubungan Laut, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) yang diwakili oleh Dr. Capt. Miftahul Hadi, S.ST, MM, M.Mar mengatakan, bahwa BKI sebagai RO yang ditunjuk memiliki peran yang sangat besar untuk menjaga status whitelist. Lebih lanjut beliau mengatakan bahwa ada beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk menjaga status whitelist dan meningkatkan kemaritiman.
“Ada pesan dari Bapak Dirjen, langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh seluruh stakeholder, pertama meningkatkan pengawasan dan penegakan regulasi. Kedua, pelatihan kepada awak kapal. Ketiga sistem perbaikan kapal yang sesuai dengan Planned Maintenance System yang ada. Selanjutnya, kerjasama internasional serta terkait kualitas inspeksi, kami dibagian PSC akan membuat strategic detention item yang berulang, sehingga bisa menjadi concern para pelaku usaha. Keenam berkolaborasi dengan asosiasi," terang Miftahul Hadi.
"Melalui seminar ini diharapkan dapat memperkuat komitmen standar keselamatan untuk menjaga maritim kita dan memposisikan Indonesia sebagai negara maritim yang disegani di kancah global. Saya yakin kerjasama dan komitmen kuat seluruh pemangku kepentingan dapat meningkatkan kemaritiman secara internasional," lanjutnya.
Pada presentasi narasumber, disampaikan bahwa dalam beberapa tahun terakhir, detensi kapal di luar negeri khususnya China menunjukkan tren peningkatan signifikan. Detensi ini tidak hanya terjadi pada kapal-kapal berbendera Indonesia dan tidak terbatas pada kapal yang diklasifikasikan oleh BKI saja, juga termasuk yang disertifikasi oleh klas asing lainnya tanpa terkecuali.
Hal ini dinilai perlu diapresiasi bahwa tidak semua kapal yang diperiksa PSCO akan mengalami detensi, tapi ada juga kapal-kapal bendera indonesia yang diperiksa dan zero deficiency. Serta bahwa target inspeksi kapal bendera Indonesia dilakukan sesuai dengan New Inspection Regime Tokyo MoU, yaitu berdasarkan tipe kapal, umur kapal, dan sebagainya.
Dimana Kapal Bendera Indonesia sebagian besar akan terdampak untuk dilakukan pemeriksaan lebih sering oleh port state control officer akibat tipe dan khususnya umur kapal. BKI tetap berkomitmen untuk mendekatkan layanan kepada para pengguna jasa khususnya untuk menambah jaringan layanan internasionalnya.
Seminar ini dihadiri oleh berbagai stakeholder, termasuk perwakilan dari Kementerian Perhubungan, asosiasi pelayaran INSA, dan perusahaan-perusahaan pelayaran Indonesia. Diharapkan melalui sinergi yang kuat antar semua pihak, kualitas kapal Indonesia dapat terus meningkat, dan detensi kapal dapat diminimalisir, menjaga reputasi pelayaran Indonesia di mata dunia.
(akr)