Mau Investasi Emas Tapi Harga Sudah Tinggi? Simak Dulu Ulasan Ini
loading...
A
A
A
JAKARTA - Harga emas telah mengalami kenaikan dari level ratusan ribu rupiah sebelum masa pandemi Covid-19 hingga mencapai Rp1 juta per gram selama beberapa pekan terakhir. Hal ini lantas memunculkan pertanyaan, apakah dengan harga saat ini, emas masih layak beli atau justru sebaliknya?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Lifepal.co.id melakukan riset terkait investasi logam mulia tersebut. Secara umum, riset tersebut menilai membeli emas saat ini maupun menunggu saat harganya turun sejatinya tidak masalah. Mengapa demikian? Berikut ulasannya.
Sebagai instrumen investasi berbentuk aset riil, emas memang menjadi instrumen investasi yang terkenal bisa mengalahkan inflasi. Meskipun harganya mengalami fluktuasi secara harian, akan tetapi dalam jangka panjang harga emas terus mengalami kenaikan.
(Baca Juga: Buruan! Harga Emas Antam Naik Rp1.030.000 per Gram)
Berdasarkan data dari Bullion Rates dan situs Logam Mulia, kenaikan harga emas per tahun secara rata-rata dari Agustus 2010 hingga Agustus 2020 adalah 11,8%. Selain di tahun 2019 dan 2020, terjadi pula lonjakan emas yang cukup signifikan di tahun 2010 menuju 2011.
Memasuki Agustus 2013 hingga 2018, pergerakan emas justru kurang menarik meski tidak terlihat lesu. Dalam rentang waktu tersebut, rata-rata pergerakan harga emas dalam setahun justru cuma tumbuh 2% saja.
Seperti apakah keuntungan dari investasi emas secara jangka pendek? Sebagai gambaran, jika seseorang membeli emas pada bulan Agustus 2019, sebut saja dengan harga Rp720 ribu per gram, dengan harga buyback di tanggal 25 Agustus 2020, yang sebesar Rp971 ribu per gram, maka dia sudah untung 34,9% setahun.
Namun menurut data historis di tahun 2018, jika saja seseorang membeli emas di akhir Agustus 2017 dan menjualnya di akhir Agustus 2018, kemungkinan besar keuntungan yang diperolehnya hanya 2% saja. Tapi jika seseorang membeli emas di 25 Agustus 2010 dan menyimpannya hingga Agustus 2020, maka nilai emasnya sudah naik 156,7%.
Fenomena ini menunjukkan bahwa emas juga bukanlah investasi dengan tingkat pengembalian yang pasti. Ada kalanya di jangka pendek, kenaikan harga emas terlihat signifikan, begitu pun sebaliknya.
(Baca Juga: Investasi Emas di Tengah Pandemi Corona Dinilai Perlu)
Yang pasti, contoh-contoh tadi menggambarkan bahwa emas sangat baik digunakan untuk investasi jangka panjang. Termasuk di antaranya adalah untuk kebutuhan dana pensiun.
Sebagai instrumen investasi yang dikenal dengan istilah safe haven, kenaikan harga emas umumnya disebabkan karena kondisi perekonomian atau pasar yang sedang tidak baik. Sebut saja, seperti yang terjadi pada Agustus 2011 pada saat harga emas pertama kalinya menembus Rp500 ribu per gram.
Seperti diketahui, momentum kenaikan harga emas terjadi berbarengan dengan imbas krisis Amerika Serikat dan Eropa di 2008, yang berdampak pada bertambahnya tingkat pengangguran di Yunani sebesar 18,3% di Agustus 2011.
Sementara itu di tahun 2019 dan 2020, harga emas kembali mengalami penguatan karena isu Perang Dagang China vs Amerika Serikat, serta pandemi Covid-19.
Selain ketidakpastian ekonomi, emas juga merupakan komoditas barang tambang yang tidak dapat diperbaharui. Semakin lama dikeruk, maka cadangannya pun akan semakin tipis pula. Sesuai dengan hukum ekonomi, jika persediaan suatu barang menipis di pasaran maka barang tersebut jadi langka dan harganya pun akan naik.
Keberadaan emas sejatinya bisa dimanfaatkan sebagai pelindung fluktuasi nilai investasi terutama jika kita memiliki aset berupa saham. Kondisi perekonomian yang buruk cenderung memicu penurunan harga saham di pasar modal, sehingga banyak investor yang mencairkan aset sahamnya untuk dibelikan emas.
Sebab, di kala perekonomian terpuruk, emas bisa membantu mengamankan nilai modal investasi yang menurun di pasar modal. Sebaliknya, ketika kondisi perekonomian mulai membaik, maka investor cenderung meninggalkan emas dan memindahkan dana mereka kembali ke saham.
Sebagai pengingat, performa Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di akhir Januari hingga Mei 2020 minus hingga 19% akibat pandemi Covid-19. Tapi bagi mereka yang membeli emas pada akhir Januari 2020 justru bisa menikmati keuntungan 19% pada Mei 2020.
(Baca Juga: Emiten Perbankan, Pengeboran dan Tambang Emas Direkomendasi Layak Diburu Investor)
Dengan harga jual emas yang sudah tembus Rp1 juta, sebagian orang juga berpikir bahwa emas tidak lagi terjangkau. Akan tetapi, saat ini tersedia pembelian emas secara online sesuai dengan budget yang kita miliki per bulan. Maka, cara ini terbilang bisa menjadi alternatif yang cukup cerdas untuk berinvestasi emas.
Lewat platform jual beli emas online, kita berkesempatan membeli emas dengan harga murah karena dilakukan dengan cara mencicil. Bahkan, dengan budget di bawah Rp50 ribu pun bisa.
Ketika harga emas mengalami penurunan, maka hal itu tentu menjadi kesempatan baik bagi untuk membelinya. Namun, patut diingat kembali bahwa investasi emas adalah investasi jangka panjang. Jangan berharap harga emas yang dibeli akan mengalami kenaikan signifikan dalam waktu dekat.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Lifepal.co.id melakukan riset terkait investasi logam mulia tersebut. Secara umum, riset tersebut menilai membeli emas saat ini maupun menunggu saat harganya turun sejatinya tidak masalah. Mengapa demikian? Berikut ulasannya.
Sebagai instrumen investasi berbentuk aset riil, emas memang menjadi instrumen investasi yang terkenal bisa mengalahkan inflasi. Meskipun harganya mengalami fluktuasi secara harian, akan tetapi dalam jangka panjang harga emas terus mengalami kenaikan.
(Baca Juga: Buruan! Harga Emas Antam Naik Rp1.030.000 per Gram)
Berdasarkan data dari Bullion Rates dan situs Logam Mulia, kenaikan harga emas per tahun secara rata-rata dari Agustus 2010 hingga Agustus 2020 adalah 11,8%. Selain di tahun 2019 dan 2020, terjadi pula lonjakan emas yang cukup signifikan di tahun 2010 menuju 2011.
Memasuki Agustus 2013 hingga 2018, pergerakan emas justru kurang menarik meski tidak terlihat lesu. Dalam rentang waktu tersebut, rata-rata pergerakan harga emas dalam setahun justru cuma tumbuh 2% saja.
Seperti apakah keuntungan dari investasi emas secara jangka pendek? Sebagai gambaran, jika seseorang membeli emas pada bulan Agustus 2019, sebut saja dengan harga Rp720 ribu per gram, dengan harga buyback di tanggal 25 Agustus 2020, yang sebesar Rp971 ribu per gram, maka dia sudah untung 34,9% setahun.
Namun menurut data historis di tahun 2018, jika saja seseorang membeli emas di akhir Agustus 2017 dan menjualnya di akhir Agustus 2018, kemungkinan besar keuntungan yang diperolehnya hanya 2% saja. Tapi jika seseorang membeli emas di 25 Agustus 2010 dan menyimpannya hingga Agustus 2020, maka nilai emasnya sudah naik 156,7%.
Fenomena ini menunjukkan bahwa emas juga bukanlah investasi dengan tingkat pengembalian yang pasti. Ada kalanya di jangka pendek, kenaikan harga emas terlihat signifikan, begitu pun sebaliknya.
(Baca Juga: Investasi Emas di Tengah Pandemi Corona Dinilai Perlu)
Yang pasti, contoh-contoh tadi menggambarkan bahwa emas sangat baik digunakan untuk investasi jangka panjang. Termasuk di antaranya adalah untuk kebutuhan dana pensiun.
Sebagai instrumen investasi yang dikenal dengan istilah safe haven, kenaikan harga emas umumnya disebabkan karena kondisi perekonomian atau pasar yang sedang tidak baik. Sebut saja, seperti yang terjadi pada Agustus 2011 pada saat harga emas pertama kalinya menembus Rp500 ribu per gram.
Seperti diketahui, momentum kenaikan harga emas terjadi berbarengan dengan imbas krisis Amerika Serikat dan Eropa di 2008, yang berdampak pada bertambahnya tingkat pengangguran di Yunani sebesar 18,3% di Agustus 2011.
Sementara itu di tahun 2019 dan 2020, harga emas kembali mengalami penguatan karena isu Perang Dagang China vs Amerika Serikat, serta pandemi Covid-19.
Selain ketidakpastian ekonomi, emas juga merupakan komoditas barang tambang yang tidak dapat diperbaharui. Semakin lama dikeruk, maka cadangannya pun akan semakin tipis pula. Sesuai dengan hukum ekonomi, jika persediaan suatu barang menipis di pasaran maka barang tersebut jadi langka dan harganya pun akan naik.
Keberadaan emas sejatinya bisa dimanfaatkan sebagai pelindung fluktuasi nilai investasi terutama jika kita memiliki aset berupa saham. Kondisi perekonomian yang buruk cenderung memicu penurunan harga saham di pasar modal, sehingga banyak investor yang mencairkan aset sahamnya untuk dibelikan emas.
Sebab, di kala perekonomian terpuruk, emas bisa membantu mengamankan nilai modal investasi yang menurun di pasar modal. Sebaliknya, ketika kondisi perekonomian mulai membaik, maka investor cenderung meninggalkan emas dan memindahkan dana mereka kembali ke saham.
Sebagai pengingat, performa Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di akhir Januari hingga Mei 2020 minus hingga 19% akibat pandemi Covid-19. Tapi bagi mereka yang membeli emas pada akhir Januari 2020 justru bisa menikmati keuntungan 19% pada Mei 2020.
(Baca Juga: Emiten Perbankan, Pengeboran dan Tambang Emas Direkomendasi Layak Diburu Investor)
Dengan harga jual emas yang sudah tembus Rp1 juta, sebagian orang juga berpikir bahwa emas tidak lagi terjangkau. Akan tetapi, saat ini tersedia pembelian emas secara online sesuai dengan budget yang kita miliki per bulan. Maka, cara ini terbilang bisa menjadi alternatif yang cukup cerdas untuk berinvestasi emas.
Lewat platform jual beli emas online, kita berkesempatan membeli emas dengan harga murah karena dilakukan dengan cara mencicil. Bahkan, dengan budget di bawah Rp50 ribu pun bisa.
Ketika harga emas mengalami penurunan, maka hal itu tentu menjadi kesempatan baik bagi untuk membelinya. Namun, patut diingat kembali bahwa investasi emas adalah investasi jangka panjang. Jangan berharap harga emas yang dibeli akan mengalami kenaikan signifikan dalam waktu dekat.
(fai)