Saatnya Indonesia Beralih Menggunakan Energi Bersih
loading...
A
A
A
Selain dari sisi pembangkitan yang menjadi sumber energi untuk pengisian batre mobil listrik, perlu juga digunakan alternatif solar panel yang dipasang di rumah-rumah para pemilik mobil listrik. "Tetapi perlu ada review terhadap Peraturan Menteri ESDM Nomor 49 tahun 2018 khususnya terkait dengan harga net metering,"tegas Fabby.
Penyediaan energi bersih dinilai penting karena hasil kajian IEA menyebutkan energi bersih berpotensi menurunkan dampak negatif polusi udara hingga 50% pada 2040. IESR sendiri, telah melakukan kajian mengenai dekarbonisasi sektor transportasi, dengan menganalisis rangkaian instrumen kebijakan yang diperlukan untuk meningkatkan peran kendaraan listrik untuk mencapai Persetujuan Paris.
Hasil kajian IESR yang dipublikasikan beberapa waktu lalu menyebutkan, masuknya kendaraan listrik pada pasar mobil penumpang dan sepeda motor memiliki potensi menurunkan emisi gas rumah kaca dari sektor transportasi darat, terutama dari penggunaan kendaraan pribadi.
Untuk mewujudkan potensi tersebut, IESR menilai, dibutuhkan berbagai dukungan kebijakan dari pemerintah, baik kebijakan fiskal maupun non fiskal seperti penyediaan infrastruktur pengisian kendaraan listrik umum. Yang tidak kalah penting adalah mengganti pembangkit batubara dengan energi terbarukan supaya emisi gas rumah kaca tidak berpindah dari transportasi ke pembangkit listrik.
Di Indonesia, emisi dari sektor transportasi hampir mencapai 30% dari total emisi CO2, dimana emisi tertinggi terutama berasal dari transportasi darat, yang berkontribusi pada 88% dari total emisi di sektor ini. Termasuk di dalamnya adalah mobil penumpang dan sepeda motor, yang tumbuh dengan pesat seiring dengan penggunaannya sebagai moda perjalanan utama di daerah perkotaan.
Menurut IESR, Indonesia harus mengambil tindakan mitigasi perubahan iklim secara drastis di sektor transportasi. Menurut proyeksi The Climate Action Tracker, total emisi Indonesia setara dengan 3,75 – 4% dari total emisi global pada tahun 2030.
Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Bob Azam mengungkapkan, pengembangan mobil listrik oleh pabrikab global memang bertujuan untuk mengurangi penggunaan energi fosil dan menghadirkan lingkungan yang bersih. "Karena itu, kami sependapat apabila dari sisi hulunya yakni penyediaan listriknya juga menggunakan energi yang bersih,"paparnya.
Bob memberikan contoh, di AS dan Vietnam, pasokan listrik yang juga digunakan untuk mengisi batre mobil listrik telah menggunakan energi bersih. "Untuk penyediaan energi bersih ini, Vietnam malah unggul dibandingkan Jepang,"tuturnya.
Mobil listrik (electric vehicle/EV) maupun Plug in Hybrid Electric Vehivcle (PHEV) memiliki tingkat emisi nol. Karenanya, mobil jenis ini merupakan mobil yang ramah lingkungan. Namun, dalam publikasi Departemen Energi AS yang bertajuk Energy Efficiency & Renewable Energy menyebutkan, emisi dapat dihasilkan dari sumber tenaga listrik seperti pembangkit listrik. Di wilayah geografis yang menggunakan sumber energi berpolusi rendah untuk pembangkit listrik, PHEV dan EV biasanya memiliki keunggulan emisi yang baik dibandingkan kendaraan konvensional serupa yang berbahan bakar bensin atau solar. Di wilayah yang sangat bergantung pada batu bara untuk pembangkit listrik, PEV mungkin tidak menunjukkan manfaat emisi yang kuat. (Baca Juga : Kemenperin Kembangkan Energi Terbarukan dengan Sistem 4.0)
Memastikan ketersediaan energi bersih yang dapat menjangkau seluruh Indonesia bukanlah perkara mudah. Apalagi, dari sisi geografis dan infrastruktur belum memadai dalam menerangi 17 ribu pulau - pulau yang ada di Indonesia. Karenanya, hingga 2025, Indonesia berambisi untuk meningkatkan sumber energi bersih dan terbarukan hanya 25%. Namun demikian, perlu kiranya pengembangan sumber energy bersih tersebut dalam jangka pendek diikuti dengan efisiensi energi yang berasal dari energi fosil.
Penyediaan energi bersih dinilai penting karena hasil kajian IEA menyebutkan energi bersih berpotensi menurunkan dampak negatif polusi udara hingga 50% pada 2040. IESR sendiri, telah melakukan kajian mengenai dekarbonisasi sektor transportasi, dengan menganalisis rangkaian instrumen kebijakan yang diperlukan untuk meningkatkan peran kendaraan listrik untuk mencapai Persetujuan Paris.
Hasil kajian IESR yang dipublikasikan beberapa waktu lalu menyebutkan, masuknya kendaraan listrik pada pasar mobil penumpang dan sepeda motor memiliki potensi menurunkan emisi gas rumah kaca dari sektor transportasi darat, terutama dari penggunaan kendaraan pribadi.
Untuk mewujudkan potensi tersebut, IESR menilai, dibutuhkan berbagai dukungan kebijakan dari pemerintah, baik kebijakan fiskal maupun non fiskal seperti penyediaan infrastruktur pengisian kendaraan listrik umum. Yang tidak kalah penting adalah mengganti pembangkit batubara dengan energi terbarukan supaya emisi gas rumah kaca tidak berpindah dari transportasi ke pembangkit listrik.
Di Indonesia, emisi dari sektor transportasi hampir mencapai 30% dari total emisi CO2, dimana emisi tertinggi terutama berasal dari transportasi darat, yang berkontribusi pada 88% dari total emisi di sektor ini. Termasuk di dalamnya adalah mobil penumpang dan sepeda motor, yang tumbuh dengan pesat seiring dengan penggunaannya sebagai moda perjalanan utama di daerah perkotaan.
Menurut IESR, Indonesia harus mengambil tindakan mitigasi perubahan iklim secara drastis di sektor transportasi. Menurut proyeksi The Climate Action Tracker, total emisi Indonesia setara dengan 3,75 – 4% dari total emisi global pada tahun 2030.
Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Bob Azam mengungkapkan, pengembangan mobil listrik oleh pabrikab global memang bertujuan untuk mengurangi penggunaan energi fosil dan menghadirkan lingkungan yang bersih. "Karena itu, kami sependapat apabila dari sisi hulunya yakni penyediaan listriknya juga menggunakan energi yang bersih,"paparnya.
Bob memberikan contoh, di AS dan Vietnam, pasokan listrik yang juga digunakan untuk mengisi batre mobil listrik telah menggunakan energi bersih. "Untuk penyediaan energi bersih ini, Vietnam malah unggul dibandingkan Jepang,"tuturnya.
Mobil listrik (electric vehicle/EV) maupun Plug in Hybrid Electric Vehivcle (PHEV) memiliki tingkat emisi nol. Karenanya, mobil jenis ini merupakan mobil yang ramah lingkungan. Namun, dalam publikasi Departemen Energi AS yang bertajuk Energy Efficiency & Renewable Energy menyebutkan, emisi dapat dihasilkan dari sumber tenaga listrik seperti pembangkit listrik. Di wilayah geografis yang menggunakan sumber energi berpolusi rendah untuk pembangkit listrik, PHEV dan EV biasanya memiliki keunggulan emisi yang baik dibandingkan kendaraan konvensional serupa yang berbahan bakar bensin atau solar. Di wilayah yang sangat bergantung pada batu bara untuk pembangkit listrik, PEV mungkin tidak menunjukkan manfaat emisi yang kuat. (Baca Juga : Kemenperin Kembangkan Energi Terbarukan dengan Sistem 4.0)
Memastikan ketersediaan energi bersih yang dapat menjangkau seluruh Indonesia bukanlah perkara mudah. Apalagi, dari sisi geografis dan infrastruktur belum memadai dalam menerangi 17 ribu pulau - pulau yang ada di Indonesia. Karenanya, hingga 2025, Indonesia berambisi untuk meningkatkan sumber energi bersih dan terbarukan hanya 25%. Namun demikian, perlu kiranya pengembangan sumber energy bersih tersebut dalam jangka pendek diikuti dengan efisiensi energi yang berasal dari energi fosil.