Perppu Reformasi Keuangan Berpotensi Timbulkan Disharmonisasi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Staf Ahli Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ryan Kiryanto mengatakan saat ini lembaga tersebut fokus pada upaya pemulihan ekonomi nasional daripada mengurusi isu mengenai Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Reformasi Sistem Keuangan .
Seperti diketahui, saat ini pemerintah tengah menyiapkan Perppu reformasi sistem keuangan untuk memperkuat stabilitas sektor keuangan. Dalam Perppu tersebut salah satu aturan yang muncul adalah peran pengawasan perbankan nasional akan dikembalikan dari OJK ke Bank Indonesia (BI).
(Baca Juga: Menyelamatkan Lembaga Negara OJK)
Kendati demikian, jika perubahan peran pengawasan itu benar akan dilakukan, Ryan menilai hal ini berpotensi menimbulkan ketidaksinkronan. Pengawasan sektor jasa keuangan menurutnya bisa tidak akan selaras karena pengawasan dan kebijakan yang berbeda.
"Mungkin potensi miskomunikasi, miskoordinasi, bahkan disharmonisasi itu berpotensi terjadi," kata Ryan dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Rabu (2/9/2020).
Ryan menjelaskan, poin penting berdirinya OJK adalah pengawasan dan pembuat kebijakan yang seirama agar tidak terjadi krisis di sektor perbankan seperti yang terjadi pada 2008 lalu.
"Pengawasan jasa keuangan yang sifatnya terintegrasi, jadi ini yang dimiliki OJK. Sehingga sejak berdirinya OJK kita bisa melihat kondisi sistem keuangan di Indonesia masih bisa dijaga dengan baik," tambahnya.
(Baca Juga: Perppu Reformasi Keuangan: Upaya Mendegradasi BI dan OJK)
Ketika ditanya lebih lanjut soal Revisi Undang-Undang nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia (BI), Ryan enggan menanggapi hal itu. Dia menganggap hal itu berada di ranah politik.
"Kami memandang bahwa itu domain politik, jadi kita tidak masuk ke ranah sana. Kita masuk ke zona pengawasan terintegrasi. Bagi OJK tentu sampai hari ini masih solid menjalankan tupoksi kita," tegasnya.
Seperti diketahui, saat ini pemerintah tengah menyiapkan Perppu reformasi sistem keuangan untuk memperkuat stabilitas sektor keuangan. Dalam Perppu tersebut salah satu aturan yang muncul adalah peran pengawasan perbankan nasional akan dikembalikan dari OJK ke Bank Indonesia (BI).
(Baca Juga: Menyelamatkan Lembaga Negara OJK)
Kendati demikian, jika perubahan peran pengawasan itu benar akan dilakukan, Ryan menilai hal ini berpotensi menimbulkan ketidaksinkronan. Pengawasan sektor jasa keuangan menurutnya bisa tidak akan selaras karena pengawasan dan kebijakan yang berbeda.
"Mungkin potensi miskomunikasi, miskoordinasi, bahkan disharmonisasi itu berpotensi terjadi," kata Ryan dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Rabu (2/9/2020).
Ryan menjelaskan, poin penting berdirinya OJK adalah pengawasan dan pembuat kebijakan yang seirama agar tidak terjadi krisis di sektor perbankan seperti yang terjadi pada 2008 lalu.
"Pengawasan jasa keuangan yang sifatnya terintegrasi, jadi ini yang dimiliki OJK. Sehingga sejak berdirinya OJK kita bisa melihat kondisi sistem keuangan di Indonesia masih bisa dijaga dengan baik," tambahnya.
(Baca Juga: Perppu Reformasi Keuangan: Upaya Mendegradasi BI dan OJK)
Ketika ditanya lebih lanjut soal Revisi Undang-Undang nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia (BI), Ryan enggan menanggapi hal itu. Dia menganggap hal itu berada di ranah politik.
"Kami memandang bahwa itu domain politik, jadi kita tidak masuk ke ranah sana. Kita masuk ke zona pengawasan terintegrasi. Bagi OJK tentu sampai hari ini masih solid menjalankan tupoksi kita," tegasnya.
(fai)