Semua Industri dalam Mode Bertahan, Bantuan Tunai Pemerintah Bisa Jadi Sia-Sia

Rabu, 02 September 2020 - 21:29 WIB
loading...
Semua Industri dalam...
Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Pengamat Ekonomi dari Center of Reform on Economic (CORE) Mohammad Faisal mengatakan, kondisi pandemi menyebabkan semua industri berada dalam mode bertahan (survive). Menurut dia, mengukur daya beli dari tingkat konsumsi masyarakat melalui bantuan yang digulirkan pemerintah tidak akan memberikan efek yang besar.

“Efeknya tidak akan besar, tujuannya hanya menjaga daya beli di tingkat domestik saja. Sementara masyarakat juga dengan kondisi begini bertahan atau tidak membelanjakan uang kalau tidak sesuai kebutuhan,” ungkapnya saat dihubungi di Jakarta, Rabu (2/9/2020).

Dia menilai pergerakan daya beli akan kelihatan meningkat jika konsumsi masyarakat di kelas ekonomi menengah dan atas bergairah. “Tapi dengan kondisi pandemi , mau kelas menengah maupun atas juga menahan konsumsinya,” ungkap dia.

Kondisi demikian juga menyebabkan semua sektor industri berada dalam mode bertahan. Artinya, perusahaan akan menjaga kondisi untuk tetap beroperasi tanpa ada ekspansi. Solusinya ada ketika pandemi Covid-19 selesai. “Jadi saat ini sudah ada Satgas Covid-19 dan PEN, eksekusinya saja yang butuh dipercepat. Dan itu minimal hanya bertahan pada sektor industri supaya tidak tutup,” ujar dia.

Di sisi lain, mengenai rencana pemerintah membentuk dewan moneter dinilai tidak penting. Permasalahan Bank Indonesia dan pemerintah hanya ada pada kurangnya koordinasi. “Bank Indonesia harus tetap independen, jangan sampai tidak. Cuma memang ada koordinasi yang kurang di situ. Di sisi lain, OJK juga harus tingkatkan pengawasan pada kondisi seperti ini,” ujar dia. ( Baca juga:800 Juta Pekerjaan Bakal Digantikan Robot, Pemerintah Harus Antisipasi )

Tidak hanya di global, di dalam negeri semua sektor industri kini dihadapkan pada kondisi bertahan. Ketua Umum Ikatan Perusahaan Industri Kapal dan Sarana Lepas Pantai Indonesia (IPERINDO), Eddy Kurniawan Logam, mengatakan kondisi pandemi Covid-19 menghentakkan semua sektor usaha industri, tak terkecuali usaha galangan kapal dan lepas pantai.

"Bahkan untuk menciptakan demand enggak mudah. Karena memang kondisi global yang mengalami koreksi luar biasa. Sekarang, pemerintah harus mengubah parameter yang sekarang diterapkan,” ujarnya.

Parameter yang dimaksud di antaranya jika bunga pinjaman sebelum Covid-19 di angka 9%, dengan kondisi sekarang harusnya bisa turun di bawah 5%. “Jadi jangan samakan kondisi dulu dan sekarang. Harusnya betul-betul sesuai perkembangan,” ungkapnya.

Dia menilai, hampir setiap industri kini tak lagi memikirkan ekspansi dan investasi. Sebaliknya yang dipikirkan adalah bagaimana bertahan dengan sisa dana perusahaan yang ada. “Padahal ini sudah efisiensi, sekarang kita berusaha supaya tidak tutup. Karyawan sudah banyak yang dirumahkan, tinggal perusahaan jangan ikut dirumahkan (ditutup),” ungkapnya. ( Baca juga:Bandara Anyar Yogyakarta Kedatangan Tamu Baru, Siapa? )

Dia menambahkan, dengan kondisi sekarang bank-bank BUMN sudah saatnya tidak memikirkan untung. Selama tidak merugi, bank-bank harus turun tangan membantu sektor industri yang diterpa terjangan Covid-19.

“Mengenai isu dewan moneter saya kira tidak penting. Jangan sampai ada masalah baru yang menimbulkan instabilitas,” pungkasnya.
(uka)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1349 seconds (0.1#10.140)