Gegara Resesi, Singapura Mulai 'Tak Ramah' pada TKA

Senin, 07 September 2020 - 10:52 WIB
loading...
Gegara Resesi, Singapura Mulai Tak Ramah pada TKA
Perubahan kebijakan terhadap tenaga kerja asing akibat resesi mulai menjadikan Singapura tak lagi jadi favorit bagi ekspatriat di Asia. Foto/Ilustrasi/Dok. SINDOnews
A A A
SINGAPURA - Singapura telah lama menjadi tujuan favorit bagi ekspatriat asing yang mencari pekerjaan di Asia, dengan reputasi kebersihan dan efisiensi yang diimbangi dengan gaji tinggi, tarif pajak rendah, dan gaya hidup yang nyaman.

Namun, saat resesi yang dipicu pandemi Covid-19 mulai terasa dan tingkat pengangguran melonjak, hal itu mungkin akan berubah. Sebab, hambatan untuk merekrut tenaga kerja asing mulai meningkat dan karyawan asing dihadapkan pada gelombang pemutusan hubungan kerja. Beberapa bahkan khawatir dengan meningkatnya retorika permusuhan dan tidak lagi merasa seperti di rumah.

(Baca Juga: Diminati Pembeli Singapura Hingga Italia, UMKM Raup Omzet Rp4,86 M di Ajang KKI 2020)

Dilansir Telegraph, Senin (7/9/2020), pada pekan lalu Menteri Negara Ketenagakerjaan Singapura Gan Siow Huang mengatakan bahwa perusahaan harus "mengutamakan" orang Singapura asli ketika mempekerjakan, dan mempertahankan warga negara daripada orang asing jika PHK tidak dapat dihindari.

Di tengah meningkatnya minat terhadap Singapura sebagai pusat global alternatif bagi Hong Kong yang bermasalah, pemerintah negara kota itu bulan lalu menaikkan biaya mempekerjakan orang asing dengan meningkatkan persyaratan upah minimum untuk visa "Izin Kerja".

Di bawah tekanan politik dalam negeri, pemerintah juga menambahkan 47 perusahaan ke daftar pantauan atas dugaan praktik perekrutan yang diskriminatif antara orang asing dan penduduk lokal. Daftar tersebut, terutama dari sektor jasa keuangan dan profesional, menambah ratusan perusahaan lain yang sudah diawasi.

Namun, menambah rasa ketidakpastian, Perdana Menteri Lee Hsien Loong pada pelan lalu memperingatkan bahwa berfokus ke dalam justru akan menjadi pukulan bagi negara selama resesi.

Calvin Cheng, seorang pengusaha Singapura, mengatakan negaranya menghadapi keseimbangan yang sangat rumit dalam jangka pendek. "Anda harus memastikan bahwa sambil menjaga warga negara Anda sendiri, perusahaan juga perlu memiliki akses ke talenta terbaik untuk bertahan dari resesi. Kebutuhan ini bahkan lebih akut bagi Singapura mengingat kami adalah ekonomi paling terbuka di dunia," ujarnya.

Philippe May, direktur pelaksana Arton Capital, sebuah firma penasihat keuangan, mengatakan lingkungan sosial saat ini dan tingkat pengangguran yang meningkat membuat perusahaan lebih enggan untuk merekrut dari luar negeri. "Akseptabilitas orang asing, apalagi pendatang baru mungkin tidak akan sama seperti dulu," tuturnya.

"Pemerintah Singapura berkomitmen untuk menjaga agar negaranya tetap relevan secara internasional dan keterbukaan tertentu terhadap imigrasi diperlukan untuk itu, tetapi mereka sadar bahwa musim penghujan telah tiba dan bahwa umumnya warga Singapura harus didahulukan sehingga mereka kesulitan," tambahnya.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1961 seconds (0.1#10.140)