Pembentukan Dewan Moneter Dikhawatirkan Gerus Indepedensi BI

Selasa, 08 September 2020 - 10:15 WIB
loading...
Pembentukan Dewan Moneter...
Foto/dok
A A A
JAKARTA - Wacana pembentukan Dewan Moneter yang digaungkan oleh Badan Legislasi DPR mendapat sorotan banyak pihak. Pembentukan lembaga baru ini dikhawatirkan akan menggerus independensi Bank Indonesia (BI).

Pembentukan Dewan Moneter mengemuka dalam draf revisi Undang-Undang No 23/1999 tentang Bank Indonesia. "Saya pribadi berharap rencana pembentukan dewan moneter tidak lagi muncul ke depannya. Pembentukan dewan moneter diyakini akan menggerus independensi Bank Sentral dan apabila itu terjadi, akan berdampak negatif terhadap sektor keuangan terutama lagi di tengah kondisi krisis saat ini yang disebabkan oleh wabah Covid-19," jelas pengamat ekonomi Piter Abdullah saat dihubungi di Jakarta kemarin. (Baca: PSG Ingin Jadikan Linonel Messi Trisula Mematikan)

Menurut Piter, rencana pembentukan dewan moneter sebaiknya tidak lagi muncul dalam pembahasan di DPR. Amendemen UU BI, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), sesungguhnya memang diperlukan setelah dikeluarkannya UU PPKSK pada 2018.

Dia menuturkan, kebutuhan amendemen ini menjadi lebih terasa setelah kita mengalami tekanan yang luar biasa di tengah pandemi Covid-19. Namun demikian, pemerintah dan DPR sangat perlu berhati-hati dalam melakukan amendemen, baik itu amendemen UU BI yang saat ini sudah masuk prolegnas strategis (yang artinya akan diutamakan) maupun amendemen UU OJK dan UU LPS.

Piter mengatakan, hendaknya pemerintah tetap menempatkan amendemen ini untuk kepentingan jangka panjang, bukan kepentingan jangka pendek, hanya untuk mengantisipasi krisis akibat pandemi semata.

"Amendemen UU BI hendaknya (harus) tidak mengganggu gugat independen BI. Posisi BI sebagai lembaga independen harus dipertahankan untuk menjaga kepercayaan pasar baik pasar domestik maupun (terutama) pasar internasional," ungkap dia. (Baca juga: Gegara Resesi, Singapura Mulai Tak Ramah Pada TKA)

Selain itu, amendemen UU BI hendaknya ditujukan untuk memperkuat kewenangan BI. Di sisi lainnya juga memberi ruang kepada pemerintah dan DPR bahkan masyarakat dalam meminta akuntabilitas BI, khususnya terkait kebijakan yang sudah diambil. “Dengan demikian, BI tetap independen dalam pengambilan kebijakan, namun lebih bertanggung jawab atau akuntabel,” jelasnya.

Penguatan aspek akuntabilitas BI ini, lanjut dia, bisa dilakukan dengan memperkuat posisi dan peran Badan Supervisi Bank Indonesia (BSBI). Pasca amendemen, sambung dia, BSBI hendaknya menjadi lembaga yang tidak hanya mengawasi aspek operasionalnya BI. Justru tugas pokok BSBI adalah melakukan analisis terhadap kebijakan yang diambil oleh BI dan melaporkannya kepada Presiden dengan tembusan kepada DPR. Atas dasar laporan BSBI, Presiden dan DPR dapat menilai kinerja dewan gubernur BI sekaligus bisa meminta pertanggungjawaban atas kinerja tersebut.

Hal lain yang bisa dimasukkan dalam amendemen UU BI adalah terkait peran BI dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Tugas BI idealnya tidak hanya mengurusi inflasi. "Namun demikian, saya berpendapat tidak tepat juga apabila BI diberi tugas ikut menargetkan pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek. Karena BI tetap harus dalam posisi balancing terhadap pemerintah yang secara natural akan mengejar pertumbuhan jangka pendek," jelas Piter.

Dia menilai, akan lebih pas apabila fungsi BI menjaga stabilitas (inflasi) disandingkan dengan fungsi BI mengejar pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan dalam jangka panjang. BI tidak hanya menjaga inflasi, tetapi juga mempertimbangkan target pertumbuhan ekonomi jangka panjang. “Di atas segalanya itu, BI melaksanakan tugasnya secara independen,” katanya.

Sementara ekonom senior Indef Fadhil Hasan mengatakan, revisi UU BI tidak tepat bila semangatnya ingin mengamputasi independensi bank sentral. Independensi BI melalui UU No 2/2020 sebetulnya sudah membuat pincang karena BI tidak independen lagi dengan skema burden sharing yang disepakati serta membeli surat utang negara dengan di pasar perdana dengan bunga 0%. (Baca juga: India Kalahkan Brasil Dalam Jumlah Infeksi Virus Corona)

"Kini Perppu dan RUU BI akan menyebabkan independensi tidak hanya pincang, tapi berisiko menjadi teramputasi secara permanen dari Bank Indonesia. Kedua Perppu dan RUU BI diperkirakan akan menjadikan bank sentral masuk menjadi bagian dari pemerintah sebagaimana peranan kementerian lembaga dalam kabinet," jelasnya.

Fadli menambahkan, dalam draf revisi UU BI menyebutkan bahwa BI dapat menyelamatkan bank sistemik yang gagal melalui fasilitas pembiayaan darurat yang tata cara dan ketentuannya harus sesuai dengan UU terpisah. "Dalam hal ini BI dikesankan sebagai juru bayar atau cetak uang yang bebannya dikembalikan lagi ke Bank Indonesia dan pemerintah," cetus dia.

Menurut dia, Perppu 1/2020 yang telah menjadi UU No 2/2020 tersebut telah mencampuri independensi BI dalam pembelian surat utang negara (SUN) dan independensi dalam memberikan pinjaman likuiditas khusus (PLK) kepada bank sistemik yang mengalami kesulitan likuiditas. Hal tersebut juga tidak memenuhi persyaratan pinjaman likuiditas jangka pendek yang dijamin oleh Pemerintah dan diberikan berdasarkan Keputusan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). (Baca juga: Bisnis Esek-Esek Terancam Tinggal Cerita Gara-Gara Teledildonik)

Tergerusnya hak independen membeli SUN dan memberikan PLK tersebut menyebabkan Bank Indonesia sudah pincang dalam menjalankan tugasnya, khususnya menjaga stabilitas keuangan. "Langkah ini dapat dimengerti karena keadaan perekonomian yang darurat dan extraordinary. Namun, jangan terlalu jauh melangkah dengan menjadikan independensi BI menjadi permanen yang justru membahayakan stabilitas sistem keuangan dan ketahanan perekonomian nasional dalam jangka menengah panjang," sebut dia.

Apabila revisi UU BI dilanjutkan, sambung dia, maka akan membuat stabilitas sistem keuangan dalam bahaya. "Buktinya sekarang ini nilai tukar rupiah justru melemah di tengah penguatan nilai mata uang negara lain. Pasar telah merespons negatif rencana ini," katanya. (Lihat videonya: Inilah Kriteria Wanita Muslimah yang Dirindukan Surga)

Dia pun mengingatkan, jangan sampai ada kepentingan personal dan sekelompok orang yang ingin menguasai kelembagaan keuangan Indonesia. "Kami juga merekomendasikan agar jangan terburu-buru terbitkan revisi UU BI. Pemerintah sebaiknya fokus kepada penyelamatan ekonomi melalui stimulus ekonomi dan memastikan penyerapan anggaran lebih baik," ungkap Fadli. (Kunthi Fahmar Sandy)
(ysw)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1129 seconds (0.1#10.140)