Seberapa Menakutkan PSBB DKI Jakarta Jilid II, Ayo Hitung-hitungan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Chief Economist TanamDuit Ferry Latuhihin mengatakan, sudah selazimnya reaksi market yang sering terjadi merupakan overreaction atau reaksi yang berlebihan. Termasuk pada kasus PSBB yang kembali diberlakukan Pemda DKI Jakarta.
Menurutnya secara kontribusi ekonomi, output DKI hanya menyumbang 15% dari total PDB. "Ini bukan PSBB secara nasional seluruh Indonesia dan juga bukan total shut down," ujar Ferry di Jakarta, Kamis (10/9/2020).
(Baca Juga: Ketika IHSG Terjungkal dan Rupiah Terpental, Harga Emas Justru Perkasa )
Lagipula dia menilai, praktik WFH sekarang sudah tidak asing lagi. Kalau pekerja berbagai kantor tidak bisa masuk kantor, mereka sudah ada pengalaman melakukan WFH. "Mereka masih bisa berproduksi walaupun tentunya tidak seleluasa masuk kantor. Oleh karena itu saya tetap sarankan investor masuk market atau BUY," ujarnya.
Sementara Chief Economist BNI Sekuritas Damhuri Nasution mengatakan, kebijakan relaksasi terhadap PSBB atau PSBB transisi, membuat sebagian masyarakat mulai kembali beraktivitas di luar rumah. Usaha-usaha yang non-esensial yang aktivitasnya dibatasi selama PSBB jilid I mulai bergeliat kembali. Sehingga aktivitas perekonomian secara keseluruhan perlahan-lahan mulai naik dari level terendahnya pada bulan Mei 2020.
"Hal ini antara lain terlihat pada penjualan motor, mobil, indeks penjualan ritel, indeks kepercayaan konsumen, dan lain-lain. Meskipun sudah ada perbaikan, tapi sesungguhnya level aktivitas perekonomian kita masih jauh di bawah level pre-pandemi," ujar Damhuri.
Kemudian dengan adanya PSBB jilid II yang akan dimulai tanggal 14 Sep 2020, maka pelaku pasar memperkirakan perbaikan-perbaikan ekonomi tersebut akan redup kembali. Sehingga pemulihan ekonomi akan semakin lama dan peluang ekonomi nasional jatuh ke jurang resesi di 2020 semakin besar. Hal ini tentu akan berdampak negatif terhadap kinerja perusahaan emiten di bursa.
(Baca Juga: Menko Airlangga Singgung Penyebab IHSG Anjlok Tadi Pagi )
"Sehingga dampaknya membuat cukup banyak investor melepas portofolionya di pasar saham. Ini menggerus IHSG hari ini 258 poin menjadi 4.891 atau turun 5% dari penutupan hari Rabu di level 5.149," ujarnya.
Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah menilai, tanpa pengetatan PSBB sekalipun resesi sudah diyakini akan terjadi. Sementara kini PSBB kembali diperketat walaupun hanya di Jakarta.
Pada masa PSBB transisi lalu perekonomian sudah bergerak kembali walaupun masih sangat terbatas. Penyaluran kredit mulai tumbuh terutama dengan dorongan likuiditas dari pemerintah. "Semua akan berbalik melambat kembali," ujar Piter.
Dia melanjutkan, fokusnya akan berapa lama pengetatan ini berlangsung. Kalau misalnya hingga akhir tahun tentu dampaknya akan besar. Perekonomian akan benar-benar kembali terpuruk. Penyaluran kredit akan kembali terhenti, walaupun NPL akan bisa diredam dengan kebijakan restrukturisasi kredit.
"Memang penanggulangan wabah harus diutamakan. Harapan terbaiknya dengan pengetatan PSBB ini jumlah kasus covid-19 bisa benar-benar melandai," ujarnya.
Menurutnya secara kontribusi ekonomi, output DKI hanya menyumbang 15% dari total PDB. "Ini bukan PSBB secara nasional seluruh Indonesia dan juga bukan total shut down," ujar Ferry di Jakarta, Kamis (10/9/2020).
(Baca Juga: Ketika IHSG Terjungkal dan Rupiah Terpental, Harga Emas Justru Perkasa )
Lagipula dia menilai, praktik WFH sekarang sudah tidak asing lagi. Kalau pekerja berbagai kantor tidak bisa masuk kantor, mereka sudah ada pengalaman melakukan WFH. "Mereka masih bisa berproduksi walaupun tentunya tidak seleluasa masuk kantor. Oleh karena itu saya tetap sarankan investor masuk market atau BUY," ujarnya.
Sementara Chief Economist BNI Sekuritas Damhuri Nasution mengatakan, kebijakan relaksasi terhadap PSBB atau PSBB transisi, membuat sebagian masyarakat mulai kembali beraktivitas di luar rumah. Usaha-usaha yang non-esensial yang aktivitasnya dibatasi selama PSBB jilid I mulai bergeliat kembali. Sehingga aktivitas perekonomian secara keseluruhan perlahan-lahan mulai naik dari level terendahnya pada bulan Mei 2020.
"Hal ini antara lain terlihat pada penjualan motor, mobil, indeks penjualan ritel, indeks kepercayaan konsumen, dan lain-lain. Meskipun sudah ada perbaikan, tapi sesungguhnya level aktivitas perekonomian kita masih jauh di bawah level pre-pandemi," ujar Damhuri.
Kemudian dengan adanya PSBB jilid II yang akan dimulai tanggal 14 Sep 2020, maka pelaku pasar memperkirakan perbaikan-perbaikan ekonomi tersebut akan redup kembali. Sehingga pemulihan ekonomi akan semakin lama dan peluang ekonomi nasional jatuh ke jurang resesi di 2020 semakin besar. Hal ini tentu akan berdampak negatif terhadap kinerja perusahaan emiten di bursa.
(Baca Juga: Menko Airlangga Singgung Penyebab IHSG Anjlok Tadi Pagi )
"Sehingga dampaknya membuat cukup banyak investor melepas portofolionya di pasar saham. Ini menggerus IHSG hari ini 258 poin menjadi 4.891 atau turun 5% dari penutupan hari Rabu di level 5.149," ujarnya.
Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah menilai, tanpa pengetatan PSBB sekalipun resesi sudah diyakini akan terjadi. Sementara kini PSBB kembali diperketat walaupun hanya di Jakarta.
Pada masa PSBB transisi lalu perekonomian sudah bergerak kembali walaupun masih sangat terbatas. Penyaluran kredit mulai tumbuh terutama dengan dorongan likuiditas dari pemerintah. "Semua akan berbalik melambat kembali," ujar Piter.
Dia melanjutkan, fokusnya akan berapa lama pengetatan ini berlangsung. Kalau misalnya hingga akhir tahun tentu dampaknya akan besar. Perekonomian akan benar-benar kembali terpuruk. Penyaluran kredit akan kembali terhenti, walaupun NPL akan bisa diredam dengan kebijakan restrukturisasi kredit.
"Memang penanggulangan wabah harus diutamakan. Harapan terbaiknya dengan pengetatan PSBB ini jumlah kasus covid-19 bisa benar-benar melandai," ujarnya.
(akr)