Menjaga Sungai Bengawan Solo, Industri Benahi Pengolahan Limbah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Saat ini, Jawa Tengah (Jateng) sebagai daerah pengembangan industri baru telah melahirkan beberapa kawasan, di antaranya Kawasan Industri Kendal, Batang dan Kawasan Industri Brebes. Di samping itu, Jateng juga sudah jadi daerah tujuan investasi di pulau Jawa, terutama di wilayah Semarang Raya dan Solo Raya.
(Baca Juga: Kemenperin Bikin Inovasi Digital Cegah Pencemaran Lingkungan )
Terkait pertumbuhan industri, tentu menimbulkan konsekuensi hadirnya pencemaran. Untuk itu, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah menyiapkan teknologi pencegahan pencemaran industri melalui Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri (BBTPPI).
Di sisi lain, untuk menjawab permasalahan itu, BBTPPI Kemenperin mengadakan Bimbingan Teknis (Bimtek) Pengelolaan Limbah Industri secara online di Semarang. Melibatkan IKM produk pangan, batik dan industri yang berada di sekitar Solo Raya.
Pesertanya meliputi 40 Industri Menengah Besar, 50 IKM di Solo Raya dan 110 industri lain se-Jateng yang berpotensi bermasalah dalam pengolahan limbah, akhir pekan lalu.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kemenperin, Doddy Rahadi, mengatakan, pihaknya saat ini telah mengidentifikasi isu-isu yang harus dihadapi di sektor industri tanah air. Salah satunya adalah isu pencemaran sungai Bengawan Solo akibat limbah industri dan peternakan di sekitar DAS Bengawan Solo.
"Hal ini sejalan dengan kebijakan Gubernur Provinsi Jateng terkait dengan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran pada sungai Bengawan Solo," kata Doddy dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (26/9/2020).
(Baca Juga: Kemenperin Ciptakan Teknologi Pengolahan Limbah Cair )
Untuk mengendalikan dampak negatif dari limbah industri, menurutnya, pengelolaan limbah yang dihasilkan harus sesuai dengan karakteristik dari limbah tersebut. Karena saat ini perkembangan teknologi pengelolaan limbah industri terus berkembang sejalan dengan makin tingginya permasalahan lingkungan.
Dia menyampaikan, juga apresiasi untuk BBTPPI yang telah melakukan inovasi-inovasi teknologi dalam pengelolaan limbah industri, seperti PLANET 2020 (Pollution Prevention based on Anaerobic-Aerobic-Wetland Integrated Technology 2020). HAOP (Hybrid Advance Oxidation Process), Elektro-Flotasi, Online Monitoring Emisi (Adaptive Monitoring System) dan Online Monitoring Air Limbah.
"Saya mengimbau untuk dunia industri tidak perlu lagi bergantung teknologi impor dalam mengelola limbahnya. Karena Kemenperin telah memiliki teknologi pengolahan limbah cair yang berbasis teknologi biologi, fisika, kimia, maupun teknologi lanjutan bersifat Advance Oxidation Process," urainya.
Sementara Plt Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Jateng, Widi Hartanto menambahkan, di wilayah Solo Raya terdapat 260 industri besar, dua ribuan IKM-UKM dan usaha ternak babi di sekitar sungai Bengawan Solo. Diduga, pencemaran sungai Bengawan Solo bersumber dari industri, peternakan tersebut dan limbah domestik.
(Baca Juga: Mau Beli Baju? Ini Bahan-Bahan Kain yang Lebih Ramah Lingkungan )
Widi menyatakan, terkait itu Gubernur Jateng memberikan waktu 1 tahun untuk industri membenahi pengolahan limbahnya terhitung sejak Desember 2019. Artinya, pihak industri hanya punya waktu 3 bulan lagi.
"Industri besar rata-rata telah memiliki IPAL, hanya harus dipastikan lagi apa IPAL-IPAL itu telah efektif? Yaitu telah mengolah limbah sampai memenuhi baku mutu secara konsisten," ungkapnya.
Permasalahan muncul di IKM dan peternakan, yang jumlahnya tidak sedikit, sehingga pemerintah harus bersinergi mencari jalan keluarnya. Karena membuat IPAL Komunal atau IPAL secara mandiri dan tepat guna merupakan salah satu solusi yang paling cepat.
Sedangkan terkait limbah industri di sungai Bengawan Solo, Kepala BBTPPI, Ali Murtopo Simbolon menyatakan, kesiapannya mendukung pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran pada sungai tersebut.
Di mana berdasarkan SK Gubernur Jateng No 660.1/23 Tahun 2020 tentang Pembentukan Tim Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran pada Sungai Bengawan Solo di Provinsi Jateng, BBTPPI telah ditunjuk menjadi anggota pada Kelompok Kerja 3 Pengendalian Pencemaran Point Source (Sumber Tentu) Industri Besar/Menengah, IKM/UKM, Rumah Sakit dan Hotel.
"Kami telah mengunjungi 15 industri yang berpotensi bermasalah dengan pengolahan limbahnya. Termasuk BBTPPI akan melakukan pembinaan terhadap 26 industri yang Propernya masih Merah/Hitam. Terakhir, kami juga telah menindaklanjuti kunjungan kerja Bapak Gubernur Jateng ke IKM Batik, Pangan, Peternakan Babi dan PT Acidatama," urai Ali.
Rencananya, bimtek akan mengeluarkan rekomendasi-rekomendasi dari tenaga ahli BBTPPI terhadap berbagai permasalahan yang dihadapi industri dalam operasional serta optimalisasi IPAL. Hasil uji limbah yang fluktuatif dan belum memenuhi baku mutu untuk beberapa parameter seperti warna, TSS, COD dan biaya pengolahan limbah yang tinggi.
"Untuk itu, BBTPPI siap memberikan pendampingan lebih lanjut bagi industri yang membutuhkan guna perbaikan kinerja dari IPAL dan efisiensi operasionalnya," tutup Ali.
(Baca Juga: Kemenperin Bikin Inovasi Digital Cegah Pencemaran Lingkungan )
Terkait pertumbuhan industri, tentu menimbulkan konsekuensi hadirnya pencemaran. Untuk itu, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah menyiapkan teknologi pencegahan pencemaran industri melalui Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri (BBTPPI).
Di sisi lain, untuk menjawab permasalahan itu, BBTPPI Kemenperin mengadakan Bimbingan Teknis (Bimtek) Pengelolaan Limbah Industri secara online di Semarang. Melibatkan IKM produk pangan, batik dan industri yang berada di sekitar Solo Raya.
Pesertanya meliputi 40 Industri Menengah Besar, 50 IKM di Solo Raya dan 110 industri lain se-Jateng yang berpotensi bermasalah dalam pengolahan limbah, akhir pekan lalu.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kemenperin, Doddy Rahadi, mengatakan, pihaknya saat ini telah mengidentifikasi isu-isu yang harus dihadapi di sektor industri tanah air. Salah satunya adalah isu pencemaran sungai Bengawan Solo akibat limbah industri dan peternakan di sekitar DAS Bengawan Solo.
"Hal ini sejalan dengan kebijakan Gubernur Provinsi Jateng terkait dengan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran pada sungai Bengawan Solo," kata Doddy dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (26/9/2020).
(Baca Juga: Kemenperin Ciptakan Teknologi Pengolahan Limbah Cair )
Untuk mengendalikan dampak negatif dari limbah industri, menurutnya, pengelolaan limbah yang dihasilkan harus sesuai dengan karakteristik dari limbah tersebut. Karena saat ini perkembangan teknologi pengelolaan limbah industri terus berkembang sejalan dengan makin tingginya permasalahan lingkungan.
Dia menyampaikan, juga apresiasi untuk BBTPPI yang telah melakukan inovasi-inovasi teknologi dalam pengelolaan limbah industri, seperti PLANET 2020 (Pollution Prevention based on Anaerobic-Aerobic-Wetland Integrated Technology 2020). HAOP (Hybrid Advance Oxidation Process), Elektro-Flotasi, Online Monitoring Emisi (Adaptive Monitoring System) dan Online Monitoring Air Limbah.
"Saya mengimbau untuk dunia industri tidak perlu lagi bergantung teknologi impor dalam mengelola limbahnya. Karena Kemenperin telah memiliki teknologi pengolahan limbah cair yang berbasis teknologi biologi, fisika, kimia, maupun teknologi lanjutan bersifat Advance Oxidation Process," urainya.
Sementara Plt Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Jateng, Widi Hartanto menambahkan, di wilayah Solo Raya terdapat 260 industri besar, dua ribuan IKM-UKM dan usaha ternak babi di sekitar sungai Bengawan Solo. Diduga, pencemaran sungai Bengawan Solo bersumber dari industri, peternakan tersebut dan limbah domestik.
(Baca Juga: Mau Beli Baju? Ini Bahan-Bahan Kain yang Lebih Ramah Lingkungan )
Widi menyatakan, terkait itu Gubernur Jateng memberikan waktu 1 tahun untuk industri membenahi pengolahan limbahnya terhitung sejak Desember 2019. Artinya, pihak industri hanya punya waktu 3 bulan lagi.
"Industri besar rata-rata telah memiliki IPAL, hanya harus dipastikan lagi apa IPAL-IPAL itu telah efektif? Yaitu telah mengolah limbah sampai memenuhi baku mutu secara konsisten," ungkapnya.
Permasalahan muncul di IKM dan peternakan, yang jumlahnya tidak sedikit, sehingga pemerintah harus bersinergi mencari jalan keluarnya. Karena membuat IPAL Komunal atau IPAL secara mandiri dan tepat guna merupakan salah satu solusi yang paling cepat.
Sedangkan terkait limbah industri di sungai Bengawan Solo, Kepala BBTPPI, Ali Murtopo Simbolon menyatakan, kesiapannya mendukung pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran pada sungai tersebut.
Di mana berdasarkan SK Gubernur Jateng No 660.1/23 Tahun 2020 tentang Pembentukan Tim Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran pada Sungai Bengawan Solo di Provinsi Jateng, BBTPPI telah ditunjuk menjadi anggota pada Kelompok Kerja 3 Pengendalian Pencemaran Point Source (Sumber Tentu) Industri Besar/Menengah, IKM/UKM, Rumah Sakit dan Hotel.
"Kami telah mengunjungi 15 industri yang berpotensi bermasalah dengan pengolahan limbahnya. Termasuk BBTPPI akan melakukan pembinaan terhadap 26 industri yang Propernya masih Merah/Hitam. Terakhir, kami juga telah menindaklanjuti kunjungan kerja Bapak Gubernur Jateng ke IKM Batik, Pangan, Peternakan Babi dan PT Acidatama," urai Ali.
Rencananya, bimtek akan mengeluarkan rekomendasi-rekomendasi dari tenaga ahli BBTPPI terhadap berbagai permasalahan yang dihadapi industri dalam operasional serta optimalisasi IPAL. Hasil uji limbah yang fluktuatif dan belum memenuhi baku mutu untuk beberapa parameter seperti warna, TSS, COD dan biaya pengolahan limbah yang tinggi.
"Untuk itu, BBTPPI siap memberikan pendampingan lebih lanjut bagi industri yang membutuhkan guna perbaikan kinerja dari IPAL dan efisiensi operasionalnya," tutup Ali.
(akr)