Pelaku Industri Pembiayaan yang Sehat Diprediksi Tersisa 70%, Sisanya Sekarat

Minggu, 27 September 2020 - 23:09 WIB
loading...
Pelaku Industri Pembiayaan yang Sehat Diprediksi Tersisa 70%, Sisanya Sekarat
Bila penyaluran bank masih selektif dan NPF terus meningkat diperkirakan, pelaku industri pembiayaan yang sehat turun menjadi hanya 70% sisanya sekarat. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) 2B OJK Bambang W. Budiawan mengingatkan, hingga kuartal pertama tahun ini kondisi sektor multifinance masih positif. Ini terlihat dari sisi aset, piutang dan laba.

(Baca Juga: Gaswatt, Banyak Perusahaan Pembiayaan Terancam Bangkrut )

Namun ini semua menanti perpanjangan program restrukturisasi karena akan ada tekanan berat pada multifinance dengan kondisi non-performing financing (NPF) atau pembiayaan bermasalah saat ini.

"Kami lakukan stress test bila tekanan NPF yang meningkat. Kondisi permodalan multifinance yang sehat pada Juni sebesar 85% akan menurun, tergantung perpanjangan restrukturisasi. Bila penyaluran bank masih selektif dan NPF terus meningkat diperkirakan yang sehat turun menjadi hanya 70% sisanya sekarat," ujar Bambang dalam diskusi Special Dialogue yang digelar IDX Channel beberapa waktu lalu.

Dia mengingatkan, pembiayaan multifinance banyak di segmen otomotif. Sedangkan saat ini sektor otomotif anjlok cukup dalam karena banyak pabrik tutup. Sehingga diperkirakan negatif pertumbuhannya di akhir tahun ini. "Harapan kami multifinance bisa positif, tapi kita harus realistis. Kemungkinan pertumbuhannya negatif di akhir tahun ini," ujarnya.

Direktur Keuangan Adira Finance, I Dewa Made Susila mengatakan, bisnis perseroan turun dalam kinerja aset turun terus hingga saat ini. Menurutnya ini karena ekspansi pembiayaan baru yang rendah. "Di sisi lain hampir sepertiga nasabah kami minta restrukturisasi penundaan cicilan 3-6 bulan untuk pembayaran cicilan. Bahkan bulan Mei hanya 2/3 konsumen yang mampu mencicil," ujar Made.

Meskipun ada relaksasi PSBB bisa sedikit menambah kemampuan tingkat pembayaran cicilan yang naik hingga ke 80-85% dari masa normal di kisaran 95-100%. Namun saat ini kami tetap harus bayar berbagai cicilan juga ke bank, pasar modal, dan pemilik modal. "Konsekwensinya sangat berat untuk pelaku multifinance," ujarnya.

(Baca Juga: Awas! Kredit Macet Gelombang Dua Bikin Pengusaha Leasing Tambah Njerit )

Kondisi PSBB menurut dia sangat memukul kemampuan cicilan nasabah perseroan. Karena lebih dari 50% nasabahnya merupakan segmen menengah ke bawah dengan kemampuan tabungan terbatas. "Tantangan berat saat ini melayani nasabah, tapi tetap menjalankan protokol kesehatan. Masa sekarang ini lebih berat dari krisis sebelumnya. Angka NPF kami per Agustus sudah ditekan ke level 3% dari 4% saat PSBB," ujarnya.

Sementara itu Direktur Keuangan BRI Haru Koesmahargyo juga mengatakan, krisis akibat pandemi covid19 berbeda dari sebelumnya. Hal paling jelas adalah sektor UMKM yang juga ikut tertekan sementara sebelumnya sektor ini dikenal tahan krisis.

"Kredit bermasalah kami sudah naik dari Juni 2019 tingkat NPL 2,4% tapi di Juni tahun ini 2,9%. Semua bisa terkena virus sehingga UMKM yang biasanya tahan krisis sekarang juga terkena," ujar Haru.

Menurutnya yang harus menjadi perhatian saat ini adalah keringanan bagi pelaku usaha di saat krisis dan penyaluran modal kerja baru di saat pemulihan ekonomi. "Debitur akan butuh modal kerja baru untuk pemulihan ekonomi. Pemerintah sudah menyiapkan dana pemulihan yang besar salah satunya melalui perbankan," ujarnya.
(akr)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1656 seconds (0.1#10.140)