Awas! Kredit Macet Gelombang Dua Bikin Pengusaha Leasing Tambah Njerit
loading...
A
A
A
JAKARTA - Industri pembiayaan leasing atau multifinance tidak luput dari dampak pandemi virus corona. Di era pandemi ini, bisnis leasing harus rela melakukan restrukturisasi besar-besaran terhadap para nasabahnya yang terkena dampak langsung Covid-19, mulai dari penundaan pembayaran cicilan, hingga perpanjangan tenor pembiayaan.
Kepala Departemen Pengawasan IKNB 2B OJK Bambang W. Budiawan mengatakan, langkah restrukturisasi tersebut harus dilakukan demi menjaga agar tidak terjadi lonjakan rasio pembiayaan bermasalah atau non performing financing (NPF) secara masif. "Namun, restrukturisasi ini sejatinya bukan solusi terakhir, karena setelahnya, ada permasalahan likuiditas dan solvabilitas yang mengintai multifinance. Di tengah pengetatan likuiditas yang dialami bank sebagai source of funding terbesar mutifinance, tentu, multifinance harus mencari alternatif pendanaan lainnya," kata Bambang dalam Infobanktalknews, di Jakarta Rabu (12/8/2020).
Baca Juga: Penyebab Debt Collector Masih Menagih Meski Ada Pelonggaran Kredit
Adapun OJK mencatat ada 144 perusahaan pembiayaan dari total 182 perusahaan pembiayaan yang memiliki pendanaan dari kreditur, di mana 26 di antaranya telah mengajukan restrukturisasi ke para krediturnya. Untuk mendukung Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) kinerja industri perusahaan pembiayaan terap positif, OJK juga berniat untuk memperpanjang program restrukturisasi. "Kebijakan restrukturisasi mungkin akan kita perpanjang baik untuk perbankan dan pembiayaan, karena pemulihan ekonomi kita ini akan sangat bergantung pada pemulihan kesehatan masyarakat," tukas Bambang.
Chairman Infobank Institute Eko B Supriyanto, menambahkan beberapa hal yang akan sangat mempengaruhi industri pembiayaan adalah penundaan cicilan akibat Covid-19 (relaksasi atas penundaan pembayaraan cicilan selama 3 bulan), larangan eksekusi kendaraan jaminan, terhentinya permintaan kredit motor atau mobil baru dan menyangkut jaminan fiducia. "Nah ini penundaan pembayaran cicilan dan larangan eksekusi akan berakibat kepada pendapatan. Sehingga yakin profit and loss perusahaan multifinance sangat terkonfirmasi mengalami penurunan," tegasnya.
Baca Juga: OJK Catat 10.620 Nasabah Leasing Mengajukan Restrukturisasi
Untuk itu, perusahaan multifinance yang melakukan restrukturisasi tetap harus mengantisipasi dengan baik agar debitur yang direstrukturisasi dapat pulih kembali. Bank harus membuka diri bagi perusahaan multifinance yang akan melakukan restrukturisasi. "Kami juga berharap bank dapat segera memberi kepercayaan kepada mtifinance dalam pengucuran kredit lagi, dan tentu multifinance juga harus meningkatkan GCG dan risk profile nya yang lebih baik," tegas Eko.
Perusahaan pembiayaan yang melakukan restrukturisasi, tetap harus mewaspadai kredit macet gelombang dua. Sebab biasanya tidak semua yang direstrukturisasi akan pulih kembali. "Pengalaman, ada 30% yang tidak bisa mengangsur kembali. Tapi Mudah-mudahan ekonomi dan daya beli kembali pulih, sehingga tidak sampai angka 30%," harap dia.
Kepala Departemen Pengawasan IKNB 2B OJK Bambang W. Budiawan mengatakan, langkah restrukturisasi tersebut harus dilakukan demi menjaga agar tidak terjadi lonjakan rasio pembiayaan bermasalah atau non performing financing (NPF) secara masif. "Namun, restrukturisasi ini sejatinya bukan solusi terakhir, karena setelahnya, ada permasalahan likuiditas dan solvabilitas yang mengintai multifinance. Di tengah pengetatan likuiditas yang dialami bank sebagai source of funding terbesar mutifinance, tentu, multifinance harus mencari alternatif pendanaan lainnya," kata Bambang dalam Infobanktalknews, di Jakarta Rabu (12/8/2020).
Baca Juga: Penyebab Debt Collector Masih Menagih Meski Ada Pelonggaran Kredit
Adapun OJK mencatat ada 144 perusahaan pembiayaan dari total 182 perusahaan pembiayaan yang memiliki pendanaan dari kreditur, di mana 26 di antaranya telah mengajukan restrukturisasi ke para krediturnya. Untuk mendukung Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) kinerja industri perusahaan pembiayaan terap positif, OJK juga berniat untuk memperpanjang program restrukturisasi. "Kebijakan restrukturisasi mungkin akan kita perpanjang baik untuk perbankan dan pembiayaan, karena pemulihan ekonomi kita ini akan sangat bergantung pada pemulihan kesehatan masyarakat," tukas Bambang.
Chairman Infobank Institute Eko B Supriyanto, menambahkan beberapa hal yang akan sangat mempengaruhi industri pembiayaan adalah penundaan cicilan akibat Covid-19 (relaksasi atas penundaan pembayaraan cicilan selama 3 bulan), larangan eksekusi kendaraan jaminan, terhentinya permintaan kredit motor atau mobil baru dan menyangkut jaminan fiducia. "Nah ini penundaan pembayaran cicilan dan larangan eksekusi akan berakibat kepada pendapatan. Sehingga yakin profit and loss perusahaan multifinance sangat terkonfirmasi mengalami penurunan," tegasnya.
Baca Juga: OJK Catat 10.620 Nasabah Leasing Mengajukan Restrukturisasi
Untuk itu, perusahaan multifinance yang melakukan restrukturisasi tetap harus mengantisipasi dengan baik agar debitur yang direstrukturisasi dapat pulih kembali. Bank harus membuka diri bagi perusahaan multifinance yang akan melakukan restrukturisasi. "Kami juga berharap bank dapat segera memberi kepercayaan kepada mtifinance dalam pengucuran kredit lagi, dan tentu multifinance juga harus meningkatkan GCG dan risk profile nya yang lebih baik," tegas Eko.
Perusahaan pembiayaan yang melakukan restrukturisasi, tetap harus mewaspadai kredit macet gelombang dua. Sebab biasanya tidak semua yang direstrukturisasi akan pulih kembali. "Pengalaman, ada 30% yang tidak bisa mengangsur kembali. Tapi Mudah-mudahan ekonomi dan daya beli kembali pulih, sehingga tidak sampai angka 30%," harap dia.
(nng)