Perbankan Syariah Diyakini Jadi Penopang Ekonomi Nasional
loading...
A
A
A
JAKARTA - Perbankan syariah terbukti dapat bertahan di tengah pandemi Covid-19, dengan pertumbuhan yang lebih baik dibanding bank konvensional. Di tengah ancaman menghadapi resesi, mampukah perbankan syariah menjadi penopang pertumbuhan ekonomi nasional?
Perkumpulan Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) mencatat, hingga Juli 2020 pertumbuhan pembiayaan perbankan syariah berhasil mencapai angka 10,23% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year on year/yoy). Sedangkan bank konvensional hanya mampu mencatat pertumbuhan 1,04% yoy. (Baca: Berkata Kotor dan Keji, Dosa yang Sering Diremehkan)
Sedangkan dari sisi aset, perbankan syariah juga mengalami pertumbuhan diangka 9,8% atau jauh lebih unggul dibandingkan pertumbuhan aset bank konvensional yang masih berada diangka 5,37%. Adapun dana pihak ketiga (DPK), perbankan syariah mengalami pertumbuhan sebesar 8,7%, sedikit lebih tinggi dibanding DPK perbankan konvensional yang sebesar 8,44%.
“Alhamdulillah secara keseluruhan perbankan syariah masih baik pada pembiayaan, DPK, ataupun aset. Artinya apa? Ini menunjukan bahwa bank syariah semakin diminati oleh masyarakat dan masyarakat semakin percaya dengan produk produk bank syariah,” kata Ketua Umum Asbisindo Toni E.B. Subari saat menghadiri webinar di Jakarta akhir pekan lalu.
Rasio likuiditas (LDR/FDR) juga masih berada diposisi yang cukup, dimana per Juli 2020 tercatat sebesar 88,83% sedangkan posisi permodalan (CAR) sebesar 20,93%. Menurut Toni, ini menunjukan bahwa ditengah pandemi masih ada kelonggaran dari sisi likuiditas.
“Likuditas bank syariah masih cukup. Pertumbuhan DPK kami juga masih bagus. Artinya masyarakat masih menggunakan dana nya dengan cukup baik,” terangnya.
Sementara itu, dari sisi risiko pembiayaan atau non performing financing masih aman di bawah 5% yakni sekitar 3.5%. Secara umum perbankan syariah berpotensi tumbuh dan berkembang meski tekanan menimpa ekonomi makro dan industri keuangan akibat pandemi. Peluang pertumbuhan ini tercermin dari terjaganya kinerja positif industri perbankan syariah. (Baca juga: Mahasiswa ITS Buat Aplikasi Pemantau Kondisi Manula)
Tren yang sama juga terjadi dari sisi pembiayaan dan pendanaan. Pertumbuhan dua indikator ini pada industri perbankan syariah selalu melampaui angka yang diraih perbankan konvensional.
“Hal ini membuktikan bahwa perbankan syariah bisa menjadi penopang ekonomi nasional bersama dengan perbankan konvensional,” tambahnya.
Meski berpotensi tumbuh pesat, sejumlah tantangan harus dijawab pelaku industri perbankan syariah saat ini. Salah satunya, perbankan syariah harus terus menggencarkan upaya meningkatkan tingkat inklusi dan literasi keuangan syariah masyarakat.
Perkumpulan Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) mencatat, hingga Juli 2020 pertumbuhan pembiayaan perbankan syariah berhasil mencapai angka 10,23% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year on year/yoy). Sedangkan bank konvensional hanya mampu mencatat pertumbuhan 1,04% yoy. (Baca: Berkata Kotor dan Keji, Dosa yang Sering Diremehkan)
Sedangkan dari sisi aset, perbankan syariah juga mengalami pertumbuhan diangka 9,8% atau jauh lebih unggul dibandingkan pertumbuhan aset bank konvensional yang masih berada diangka 5,37%. Adapun dana pihak ketiga (DPK), perbankan syariah mengalami pertumbuhan sebesar 8,7%, sedikit lebih tinggi dibanding DPK perbankan konvensional yang sebesar 8,44%.
“Alhamdulillah secara keseluruhan perbankan syariah masih baik pada pembiayaan, DPK, ataupun aset. Artinya apa? Ini menunjukan bahwa bank syariah semakin diminati oleh masyarakat dan masyarakat semakin percaya dengan produk produk bank syariah,” kata Ketua Umum Asbisindo Toni E.B. Subari saat menghadiri webinar di Jakarta akhir pekan lalu.
Rasio likuiditas (LDR/FDR) juga masih berada diposisi yang cukup, dimana per Juli 2020 tercatat sebesar 88,83% sedangkan posisi permodalan (CAR) sebesar 20,93%. Menurut Toni, ini menunjukan bahwa ditengah pandemi masih ada kelonggaran dari sisi likuiditas.
“Likuditas bank syariah masih cukup. Pertumbuhan DPK kami juga masih bagus. Artinya masyarakat masih menggunakan dana nya dengan cukup baik,” terangnya.
Sementara itu, dari sisi risiko pembiayaan atau non performing financing masih aman di bawah 5% yakni sekitar 3.5%. Secara umum perbankan syariah berpotensi tumbuh dan berkembang meski tekanan menimpa ekonomi makro dan industri keuangan akibat pandemi. Peluang pertumbuhan ini tercermin dari terjaganya kinerja positif industri perbankan syariah. (Baca juga: Mahasiswa ITS Buat Aplikasi Pemantau Kondisi Manula)
Tren yang sama juga terjadi dari sisi pembiayaan dan pendanaan. Pertumbuhan dua indikator ini pada industri perbankan syariah selalu melampaui angka yang diraih perbankan konvensional.
“Hal ini membuktikan bahwa perbankan syariah bisa menjadi penopang ekonomi nasional bersama dengan perbankan konvensional,” tambahnya.
Meski berpotensi tumbuh pesat, sejumlah tantangan harus dijawab pelaku industri perbankan syariah saat ini. Salah satunya, perbankan syariah harus terus menggencarkan upaya meningkatkan tingkat inklusi dan literasi keuangan syariah masyarakat.