Bisnis Brand Mewah di Asia Naik Signifikan

Jum'at, 02 Oktober 2020 - 06:35 WIB
loading...
Bisnis Brand Mewah di Asia Naik Signifikan
Pengunjung melihat koleksi produk terbaru di gerai Louis Vuitton disalah satu pusat perbelanjaan di Beijing, China, beberapa waktu lalu. Foto/Reuters
A A A
NEW YORK - Di masa pandemi corona (Covid-19) , brand-brand mewah kini bergantung pada pasar di China ketimbang Eropa dan Amerika Serikat (AS). Ini karena Negeri Panda itu lebih dulu bangkit daripada wilayah lain di dunia yang terimbas virus corona.

China memang mulai bangkit setelah melawan pandemi dengan pertumbuhan ekonomi yang membaik. Di saat negara-negara lain mengalami kontraksi ekonomi pada kuartal II/2020, China justru tumbuh 3,2% (year on year/yoy). Kondisi ini pun berpengaruh langsung pada penjualan produk high-end brand global. Selain penjualan yang merangkak naik, pembukaan butik baru brand mewah juga terus berlanjut. (Baca: Berikut Beberapa Doa Memohon Diberi Kelancaran Rezeki)

Seperti dilaporkan Reuters, di Hainan, China, yang dikenal sebagai surga belanja duty-free bagi para wisatawan dan warga, masyarakat harus mengantre selama satu jam lebih untuk bisa masuk ke butik produk mewah.

“Saya memang terlihat masuk dalam daftar orang yang berbelanja,” kata Zeng Rong (34) seorang auditor di Beijing yang hendak berlibur ke Hainan. “Saya ingin membeli tas Bottega Veneta dan baju serta jaket dari Moncler sebelum cuaca bertambah dingin,” paparnya.

Selain aktivitas penjualan yang meningkat, geliat peragaan busana mewah juga sudah tampak di China. Desainer Louis Vuitton, Virgil Abloh, sudah menggelar peragaan busana musim semi/musim panas di Shanghai pada bulan lalu. Prada juga menggelar pameran koleksi terbaru pada pekan lalu di Shanghai, ibu kota fashion di China. Ketika warga China tidak bisa berwisata ke Milan dan Paris karena lockdown dan pandemi, mereka memilih berbelanja produk mewah di China.

Prada dalam pernyataan resminya mengatakan, bisnis grup di China meningkat 60% pada Juni lalu dan 66% pada Juli lalu. Kelompok bisnis LVMH, label yang memproduksi Louis Vuitton, menyebutkan mereka mengalami kenaikan penjualan produksi hingga 50% di China pada awal April. Demikian juga dengan Louis Vuitton dan Dior yang mengalami peningkatan penjualan hingga dua kali lipat.

“China daratan merupakan tempat dalam kekuatan membeli,” kata Mauro Maggioni, CEO Asia Pasifik Golden Goose yang memiliki 21 tokoh di China, seperti dilansir Reuters. Mereka membuka kembali situs e-commerce di China pada bulan lalu dan berencana membuka butik baru di Hainan. (Baca juga: Bantuan Kuota Data Diminta Pakai Sistem Akumulasi)

Laporan perusahaan analisis keuangan dan pemasaran McKinsey & Company menyatakan, China menguasai separuh dari belanja produk mewah pada 2020 atau mengalami peningkatan 37% bila dibandingkan dengan tahun lalu. Hal itu dikarenakan tidak adanya wisatawan China ke luar negeri sehingga terjadi mereka mendominasi dua pertiga belanja produk mewah.

Total penjualan produk mewah dalam analisis konsultan pemasaran Bain mengalami penurunan 35% dari tahun lalu yang mencapai USD300 miliar. Adapun laporan Savills menyebutkan, produk kosmetik mewah mengalami kenaikan tajam hingga 8% pada semester pertama 2020. Menariknya, jumlah butik produk mewah juga mengalami peningkat 4%.

“Saya melihat potensi pertumbuhan pasar China yang terus meningkat,” kata Deputi Chairman Executive Ferragamo Michele Norsa. Produsen sepatuh mewah itu di saat bersamaan sedang mengkaji penutupan butik mereka di Eropa dan akan membuka lebih banyak di China.

Dengan meningkatnya tuntutan belanja domestik, Pemerintah China juga mendorong rakyatnya belanja di dalam negeri. Mereka memotong tarif impor dan memudahkan produk mewah masuk ke China. Selain itu Pemerintah China juga memperbolehkan belanja di duty-free dari 30.000 yuan menjadi 100.000 yuan. (Baca juga:Penggunaan Masker Kurangi Resiko Tertular Covid-19)

Diminati Kaum Muda

Ketika di banyak negara produk mewah hanya dikonsumsi generasi tua, di China sebaliknya. Produk mewah justru dibeli oleh kalangan anak muda berusia 25–35 tahun. Umumnya mereka mendapatkan uang dari orang tua mereka.

Sebelumnya brand mewah Chanel hingga Louis Vuitton mengalami kenaikan harga yang sangat fantastis saat isolasi wilayah diberlakukan. Kenaikan itu disebabkan suplai produk mewah tidak lancar hingga upaya produsen itu menaikkan harga untuk menekan penurunan penjualan produk mereka.

"Pandemi sudah mulai menurun di China dan negara-negara Asia-Pasifik juga melonggarkan isolasi wilayah," kata Guo Bin, kepala analisis industri ritel Pacific Securities Co. Dia mengungkapkan, kenaikan harga sebagai penolong agar perusahaan tetap bisa mendapatkan keuntungan besar.

Menurut Chanel, mereka meningkatkan harga produk tas ikonik dan beberapa barang berbahan kulit sekitar 5–17% di seluruh dunia. Mereka berdalih bahwa pandemi korona menyebabkan biaya untuk mendapatkan material bahan bakar semakin tinggi dan ketersediaannya juga terbatas. (Lihat videonya: Harga Tes Swab Akan Segera Dievaluasi)

"Penyesuaian (harga) dibuat untuk menjamin kita menghindari perbedaan harga yang berlebihan di antara negara-negara," demikian keterangan Chanel seperti dilansir Reuters.

Menaikkan harga produk brand juga memicu risiko. Di Beijing, Luna Xin, broker keuangan, mengungkapkan dia menyerah untuk membeli Chanel Classic Flap karena harganya melonjak tajam pada Kamis lalu, 14,5%. "Pada September lalu produk tersebut mencapai 39.000 yuan, kini harganya naik 10.000 yuan," katanya. (Andika H Mustaqim)
(ysw)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1932 seconds (0.1#10.140)