Bio Farma Menjawab Permintaan Luhut soal Alat PCR dan Rapid
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan meminta agar Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan PT Bio Farma (Persero) segera memproduksi alat polymerase chain reaction (PCR) dan alat rapid test. Langkah itu untuk memenuhi kebutuhan alat kesehatan dalam negeri.
Head of Corporate Communication Bio Farma Iwan Setiawan menanggapi pernyataan tersebut. Dia mengatakan, manajemen Bio Farma menyambut baik usulan Luhut. ( Baca juga:'Eng Ing Eng', Pengesahan RUU Ciptaker Soal Upah Berubah di Ujung Sidang )
Bahkan, jauh sebelum Luhut menginginkan agar BUMN farmasi secara mandiri memproduksi PCR dan rapid test, perseroan sudah lebih dulu mulai memproduksi real time-polymerase chain reaction kit (RT-PCR) yang dilakukan sejak awal Mei 2020.
"Bio Farma sudah mulai memproduksi RT-PCR kit dimulai pada awal Mei 2020," ujar Iwan saat dihubungi, Minggu (4/10/2020).
RT-PCR tersebut berupa reagen kit untuk pemeriksaan atau mengidentifikasi orang terpapar Covid-19 dengan metode RT-PCR. Metode ini merupakan gold standar untuk mengetahui positif tidaknya orang terinfeksi Covid-19.
Bahkan, Direktur Utama Bio Farma Honesti Basyir mengatakan, pihaknya produksi RT-PCR sekitar 240 ribu unit per bulan. Kapasitas produksi alat kesehatan itu akan dinaikkan menjadi 1,5 juta unit, dan pada akhirnya menjadi 2 juta unit pada September 2020.
Terkait hal ini, Iwan menyebut, pihaknya sudah memenuhi semua target produksi PCR kit. Hasil produksi itu pun telah didistribusikan ke sejumlah rumah sakit (RS) di seluruh daerah di Indonesia. ( Baca juga:Tiga Bulan Enggak Bisa Twitteran, Din Syamsuddin Bikin Akun Baru )
Produsen obat-obatan itu pun terus meningkatkan produksinya karena permintaan dari RS terus meningkat. Meski begitu, hasil produksi dilakukan secara komersial. "Kita running, sesuai target produksinya. Saat ini kita produksi untuk secara komersial dan sudah didistribusikan ke seluruh daerah. Produksi akan tetap dilakukan karena permintaan terhadap PCR kit meningkat, baik dari RS dan lain-lain," kata dia.
Sebelumnya, Luhut meminta agar kapasitas produksi domestik dapat terserap terlebih dahulu dan impor dilakukan bila produksi dalam negeri tidak mencukupi. Bahkan, secara teknis, dia menyebutkan alat tes PCR Bio Farma sudah bisa produksi 1,5 juta dan bisa naik 3,5 juta per bulan.
“Tapi yang betul-betul mesti diperhatikan adalah stok reagennya. Reagen ini saya minta Pak Honesti (Dirut Bio Farma) untuk juga produksi dalam negeri. Produksi dalam negeri masih terbatas, sekarang bagaimana kita tingkatkan kapasitas itu,” kata Luhut.
Head of Corporate Communication Bio Farma Iwan Setiawan menanggapi pernyataan tersebut. Dia mengatakan, manajemen Bio Farma menyambut baik usulan Luhut. ( Baca juga:'Eng Ing Eng', Pengesahan RUU Ciptaker Soal Upah Berubah di Ujung Sidang )
Bahkan, jauh sebelum Luhut menginginkan agar BUMN farmasi secara mandiri memproduksi PCR dan rapid test, perseroan sudah lebih dulu mulai memproduksi real time-polymerase chain reaction kit (RT-PCR) yang dilakukan sejak awal Mei 2020.
"Bio Farma sudah mulai memproduksi RT-PCR kit dimulai pada awal Mei 2020," ujar Iwan saat dihubungi, Minggu (4/10/2020).
RT-PCR tersebut berupa reagen kit untuk pemeriksaan atau mengidentifikasi orang terpapar Covid-19 dengan metode RT-PCR. Metode ini merupakan gold standar untuk mengetahui positif tidaknya orang terinfeksi Covid-19.
Bahkan, Direktur Utama Bio Farma Honesti Basyir mengatakan, pihaknya produksi RT-PCR sekitar 240 ribu unit per bulan. Kapasitas produksi alat kesehatan itu akan dinaikkan menjadi 1,5 juta unit, dan pada akhirnya menjadi 2 juta unit pada September 2020.
Terkait hal ini, Iwan menyebut, pihaknya sudah memenuhi semua target produksi PCR kit. Hasil produksi itu pun telah didistribusikan ke sejumlah rumah sakit (RS) di seluruh daerah di Indonesia. ( Baca juga:Tiga Bulan Enggak Bisa Twitteran, Din Syamsuddin Bikin Akun Baru )
Produsen obat-obatan itu pun terus meningkatkan produksinya karena permintaan dari RS terus meningkat. Meski begitu, hasil produksi dilakukan secara komersial. "Kita running, sesuai target produksinya. Saat ini kita produksi untuk secara komersial dan sudah didistribusikan ke seluruh daerah. Produksi akan tetap dilakukan karena permintaan terhadap PCR kit meningkat, baik dari RS dan lain-lain," kata dia.
Sebelumnya, Luhut meminta agar kapasitas produksi domestik dapat terserap terlebih dahulu dan impor dilakukan bila produksi dalam negeri tidak mencukupi. Bahkan, secara teknis, dia menyebutkan alat tes PCR Bio Farma sudah bisa produksi 1,5 juta dan bisa naik 3,5 juta per bulan.
“Tapi yang betul-betul mesti diperhatikan adalah stok reagennya. Reagen ini saya minta Pak Honesti (Dirut Bio Farma) untuk juga produksi dalam negeri. Produksi dalam negeri masih terbatas, sekarang bagaimana kita tingkatkan kapasitas itu,” kata Luhut.
(uka)