RI Tawarkan Asuransi ke ASEAN, DPR Sentil Soal Kasus Jiwasraya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah bakal membuat ratifikasi protokol ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS) Ke-7. Melalui ratifikasi ini, Indonesia akan memperjelas komitmen non-life insurance (perusahaan asuransi jiwa) menjadi konvensional dan tafakul atau syariah.
Terkait itu, anggota Komisi XI DPR Fraksi Nasdem, Fauzi H Amro, meminta agar pemerintah harus hati-hati dalam menawarkan produk asuransi Indonesia ke ASEAN. Tujuannya, agar tidak terjadi fraud atau kegagalan dalam mengelola industri asuransi di Indonesia, seperti kasus Jiwasraya.
"Asuransi Indonesia belum kokoh. Makanya, pemerintah harus meningkatkan daya saing, kualitas, dan kuantitas produk jasa keuangan dan asuransi Indonesia dalam beroperasi di pasar negara ASEAN. Jangan sampai dengan perjanjian ini tidak ada feedback begitu pun asuransi," kata Fauzi di Gedung DPR, Senin (5/10/2020). ( Baca juga:Pentolan Apindo Sebut Aksi Mogok Nasional Tidak Sah dan Ada Sanksi Hukumnya )
Dia mengatakan, produk-produk tersebut akan bersaing di negara-negara ASEAN melalui protokol ke-7 jasa keuangan AFAS ini. Jangan sampai masalah kegagalan asuransi bisa mencoreng reputasi Indonesia.
"Negara kita saja asuransinya banyak problem. Kita akan menjual ke negara ASEAN, itu bagaimana trust-nya? Kepercayaan masyarakat ASEAN, di masyarakat kita saja asuransinya susah berinvestasi," bebernya.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan optimistis kerja sama dengan ASEAN bisa mengembangkan industri asuransi di Indonesia. ( Baca juga:Beda Pendapat Mengenai Istimta', Imam Safi'i dan Imam Maliki Mengharamkan )
"Kita harapkan tentu akan ada dampak positif bagi pengembangan infustri asuransi umum syariah Indonesia. Yaitu dengan meningkatkan akumulasi modal untuk pengembangan asuransi umum syariah dan mendorong alih teknologi dalam peningkatan kualitas SDM dan inovasi produk," bebernya.
Senada dengan Sri Mulyani, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan, pelaksanaan komitmen ke-7 AFAS ini sebagai upaya pemerintah mengembangkan serta pendalaman pasar keuangan.
"AFAS ini sifatnya membuka akses pasar keuangan, baik pasar modal, perbankan, maupun asuransi dan spiritnya gradual. Semua sepakat ini gradual karena masing-masing negara sepakat tidak menimbulkan distorsi pasar dalam negeri," pungkasnya.
Terkait itu, anggota Komisi XI DPR Fraksi Nasdem, Fauzi H Amro, meminta agar pemerintah harus hati-hati dalam menawarkan produk asuransi Indonesia ke ASEAN. Tujuannya, agar tidak terjadi fraud atau kegagalan dalam mengelola industri asuransi di Indonesia, seperti kasus Jiwasraya.
"Asuransi Indonesia belum kokoh. Makanya, pemerintah harus meningkatkan daya saing, kualitas, dan kuantitas produk jasa keuangan dan asuransi Indonesia dalam beroperasi di pasar negara ASEAN. Jangan sampai dengan perjanjian ini tidak ada feedback begitu pun asuransi," kata Fauzi di Gedung DPR, Senin (5/10/2020). ( Baca juga:Pentolan Apindo Sebut Aksi Mogok Nasional Tidak Sah dan Ada Sanksi Hukumnya )
Dia mengatakan, produk-produk tersebut akan bersaing di negara-negara ASEAN melalui protokol ke-7 jasa keuangan AFAS ini. Jangan sampai masalah kegagalan asuransi bisa mencoreng reputasi Indonesia.
"Negara kita saja asuransinya banyak problem. Kita akan menjual ke negara ASEAN, itu bagaimana trust-nya? Kepercayaan masyarakat ASEAN, di masyarakat kita saja asuransinya susah berinvestasi," bebernya.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan optimistis kerja sama dengan ASEAN bisa mengembangkan industri asuransi di Indonesia. ( Baca juga:Beda Pendapat Mengenai Istimta', Imam Safi'i dan Imam Maliki Mengharamkan )
"Kita harapkan tentu akan ada dampak positif bagi pengembangan infustri asuransi umum syariah Indonesia. Yaitu dengan meningkatkan akumulasi modal untuk pengembangan asuransi umum syariah dan mendorong alih teknologi dalam peningkatan kualitas SDM dan inovasi produk," bebernya.
Senada dengan Sri Mulyani, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan, pelaksanaan komitmen ke-7 AFAS ini sebagai upaya pemerintah mengembangkan serta pendalaman pasar keuangan.
"AFAS ini sifatnya membuka akses pasar keuangan, baik pasar modal, perbankan, maupun asuransi dan spiritnya gradual. Semua sepakat ini gradual karena masing-masing negara sepakat tidak menimbulkan distorsi pasar dalam negeri," pungkasnya.
(uka)