Serba Salah, Rokok Mahal pun Tak Jamin Bikin Perokok Anak Turun

Selasa, 06 Oktober 2020 - 16:39 WIB
loading...
Serba Salah, Rokok Mahal pun Tak Jamin Bikin Perokok Anak Turun
Menaikkan harga rokok dinilai belum tentu akan menekan jumlah perokok usia dini. Foto/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Gabungan Perusahaan Rokok (Gapero) menyatakan dukungannya terhadap pemerintah dalam menekan prevalensi merokok anak . Meski demikian, Gapero tak yakin kebijakan menaikkan harga rokok akan menekan jumlah perokok anak.

Menurut Ketua Gapero Sulami Bahar, faktor dominan penyebab merokok di usia dini dikarenakan ada anggota keluarga yang juga merokok, pengaruh pendidikan, lingkungan sosial, teman sekolah dan kondisi psikologis.

"Tentunya kami sendiri dari industri rokok tidak menghendaki adanya kenaikan prevalensi merokok anak karena kita sudah mengikuti peraturan pemerintah," kata Sulami Bahar di Jakarta, Selasa (6/10/2020).

(Baca Juga: Harga Murah Biang Kerok Munculnya Perokok Anak, Ada Aturan Absrud?)

Sulami menilai harga rokok mahal tidak menjamin penurunan prevalensi anak merokok. Dia merujuk pada hasil penelitian yang menunjukkan bahwa jika harga rokok naik, 43% akan memilih beralih ke produk lain. Namun, sebanyak 57% tidak beralih produk rokok, sehingga harga yang berubah tidak berpengaruh terhadap perubahan konsumsi rokok usia dini.

Sulami berharap, pemerintah dapat fokus mengoptimalisasi kebijakan yang sudah ada. Di antaranya seperti program pendidikan wajib belajar, pengadaan program sosialisasi di sekolah, maupun kegiatan di tingkat desa bagi orang tua tentang pengaruh merokok di usia dini.

Selain itu, penegasan aturan tentang pemasaran terbatas, pengoptimalan berbagai program peningkatan taraf hidup masyarakat, dan program pemberian susu dan makanan bergizi secara gratis bagi balita Indonesia melalui Posyandu.

Upaya edukasi dan sosialisasi ini, tegas dia, merupakan tanggung jawab berbagai pihak dari mulai pemerintah, pihak swasta, dan orang tua. Yang diperlukan menurutnya adalah kerja sama semua pihak untuk implementasi secara giat. Regulasi PP 109/2012 sudah sangat komprehensif dan tidak perlu diubah.

"Industri rokok keberadaannya sudah sangat tertekan dari kenaikan cukai dan terlebih kondisi perekonomian sedang sulit karena pandemi Covid-19. Jangan sampai pemerintah mengambinghitamkan industri rokok karena hal ini, industri rokok adalah salah satu sektor padat karya yang menghindari rasionalisasi buruh rokok dan memberikan kontribusi yang nyata tapi tidak diberikan proteksi yang baik oleh pemerintah," tambahnya.

(Baca Juga: Simalakama Cukai Rokok Naik, Ingin Turunkan Perokok Anak Tapi Bunuh Pabrik Kecil)

Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Oscar Primadi mengatakan wacana untuk melakukan perluasan Pictorial Health Warning (PHW) yang terdapat dalam kemasan rokok, dari yang sebelumnya 40% menjadi 75% hingga 90% dengan harapan menurunkan angka prevalensi merokok anak.

"Pengawasan terhadap anak harus dilakukan agar mereka tidak tergiur dan mencoba. Keberadaan iklan rokok memberikan dampak kepada anak dan perokok pemula akan memanfaatkan kondisi ini," katanya.

Seperti diketahui, perluasan PWH merupakan salah satu poin yang didorong oleh Kementerian Kesehatan dalam merevisi PP 109 Tahun 2012. Saat ini, PP 109 Tahun 2012 telah mengatur instrumen pengendalian rokok, di mana termasuk kebijakan pelarangan penjualan kepada anak di bawah 18 tahun dan wanita hamil, melakukan pembatasan iklan, promosi, dan ketentuan penggunaan peringatan bergambar di kemasan dan iklan rokok.

Berdasarkan Riskesdas 2018, prevalensi perokok Indonesia saat ini berada di angka 33,8% di mana sebelumnya berada di angka 36,3% tahun 2013.
(fai)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1707 seconds (0.1#10.140)