Bukan Omnibus Law, Malah Trump yang Bikin IHSG Terbang
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pengamat ekonomi dari CORE Indonesia Piter Abdullah menilai kinerja positif IHSG hari ini lebih dipengaruhi sentimen global dibandingkan kabar pengesahan Omnibus Law oleh DPR dan pemerintah. Setidaknya terdapat sejumlah sentimen positif global yang mempengaruhi IHSG hari ini.
"Kabar utama adalah berita baik terkait kesehatan Presiden Trump akibat Covid-19. Sentimen kedua berita akan cairnya stimulus fiskal di Amerika Serikat (AS) diperkirakan akan menyebabkan banjirnya likuiditas global," ujar Piter di Jakarta, Selasa (6/10/2020).
Dia juga menilai Omnibus Law Cipta Kerja masih belum menjadi pemicu utama yang menarik perhatian pelaku pasar. "Saya kira Omnibus Law tidak atau belum menjadi sentimen positif. Karena investor pasti paham ini masih mendapatkan penolakan yang keras. Tidak hanya dari pekerja, tetapi juga kalangan akademisi dan penggerak lingkungan," ujarnya.
Sedangkan Chief Economist TanamDuit Ferry Latuhihin juga mengatakan masalah pro kontra Omnibus Law Cipta Kerja di kalangan buruh akan selesai seiring waktu. Namun yang penting Omnibus Law ini membuat pasar tenaga kerja atau labor market di Indonesia akan menjadi lebih fleksibel atau tidak kaku. "Hal itu sudah ditanggapi positif oleh para pengusaha. Namun hari ini market kita masih dibayangi aksi demonstrasi," ujar Ferry.
Baca Juga: Tolak Omnibus Law, Mahasiswa UNS Demo Sebelas Maret Menggugat
Lebih lanjut dia melihat potensi pemulihan ekonomi di Indonesia dengan pola V-Shape recovery. Dia mengaku optimistis dengan pasar modal dan perekonomian nasional dalam jangka panjang. Karena itu langkah terbaik menurut dia dengan menempatkan investasi pada saham kategori IDX30 setidaknya minimal dengan jangka waktu satu tahun. "Pasar mungkin masih fluktuatif dalam jangka pendek. Tapi kita harus fokus pada tren jangka panjang 'riding the long-run trend'. Minimal durasi satu tahun," ujarnya.
"Kabar utama adalah berita baik terkait kesehatan Presiden Trump akibat Covid-19. Sentimen kedua berita akan cairnya stimulus fiskal di Amerika Serikat (AS) diperkirakan akan menyebabkan banjirnya likuiditas global," ujar Piter di Jakarta, Selasa (6/10/2020).
Dia juga menilai Omnibus Law Cipta Kerja masih belum menjadi pemicu utama yang menarik perhatian pelaku pasar. "Saya kira Omnibus Law tidak atau belum menjadi sentimen positif. Karena investor pasti paham ini masih mendapatkan penolakan yang keras. Tidak hanya dari pekerja, tetapi juga kalangan akademisi dan penggerak lingkungan," ujarnya.
Sedangkan Chief Economist TanamDuit Ferry Latuhihin juga mengatakan masalah pro kontra Omnibus Law Cipta Kerja di kalangan buruh akan selesai seiring waktu. Namun yang penting Omnibus Law ini membuat pasar tenaga kerja atau labor market di Indonesia akan menjadi lebih fleksibel atau tidak kaku. "Hal itu sudah ditanggapi positif oleh para pengusaha. Namun hari ini market kita masih dibayangi aksi demonstrasi," ujar Ferry.
Baca Juga: Tolak Omnibus Law, Mahasiswa UNS Demo Sebelas Maret Menggugat
Lebih lanjut dia melihat potensi pemulihan ekonomi di Indonesia dengan pola V-Shape recovery. Dia mengaku optimistis dengan pasar modal dan perekonomian nasional dalam jangka panjang. Karena itu langkah terbaik menurut dia dengan menempatkan investasi pada saham kategori IDX30 setidaknya minimal dengan jangka waktu satu tahun. "Pasar mungkin masih fluktuatif dalam jangka pendek. Tapi kita harus fokus pada tren jangka panjang 'riding the long-run trend'. Minimal durasi satu tahun," ujarnya.
(nng)