Simalakama Listrik EBT, Antara Keinginan Erick dan Target Menteri Tasrif

Rabu, 07 Oktober 2020 - 17:13 WIB
loading...
Simalakama Listrik EBT, Antara Keinginan Erick dan Target Menteri Tasrif
Erick Thohir dan Arifin Tasrif (Foto: Dok KESDM)
A A A
JAKARTA - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menegaskan bahwa permintaan Erick Thohir agar PT PLN (Persero) melakukan penyesuaian Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2020-2029 bukan untuk menghentikan proyek pembangunan pembangkit yang tengah berjalan.

Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan, permintaan Erick Thohir kepada Menteri ESDM Arifin Tasrif dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia ihwal penyesuaian RUPTL 2020-2029 itu sebagai langkah efisiensi terhadap pembangkit listrik PLN yang saat ini mengalami oversupply atau kelebihan pasok.

"Cukup pakai (listrik) punya PLN. Daripada kita pakai baru lagi sayang, menggunakan punya PLN saja. Jadi bukan menghentikan yang lama. Prinsipnya seperti itu, jadi jangan dikatakan kita mau menghentikan yang sudah berjalan. Itu gak benar," ujar Arya dalam sesi wawancara dengan salah satu TV nasional, Jakarta, Rabu (7/10/2020).

Bahkan, Kementerian BUMN mencatat, sejumlah perseroan pelat merah yang membutuhkan listrik akan diarahkan untuk menggunakan pembangkit listrik yang sudah disediakan PLN. Dengan demikian, perseroan negara tidak akan menggunakan pembangkit listrik secara mandiri. Langkah ini, lanjut Arya, sebagai bentuk mendorong efisiensi dan pengolahan pasokan listrik PLN.

"Kan ada beberapa BUMN yang kita punya, yang membutuhkan listrik. Daripada dia membuat yang baru untuk sendiri, lebih baik menggunakan punya PLN," kata dia.

Erick Thohir memang meminta adanya penyesuaian RUPTL 2020-2029 dengan mempertimbangkan tiga hal. Pertama, kapasitas infrastruktur ketenagalistrikan yang telah atau sedang dibangun, proyeksi permintaan (demand), dan kemampuan pendanaan baik yang bersumber dari APBN maupun keuangan PLN.

Sementara itu, Juru bicara BKPM Tina Talisa mengatakan, pihaknya mendukung langkah yang diambil Menteri BUMN untuk menangani persoalan yang tengah dihadapi PLN. Persoalan itu adalah oversupply pasokan listrik dan masalah cash flow perseroan.

Bahkan, Tina menegaskan bahwa langkah yang dilakukan Erick bukanlah menghentikan seluruh perizinan captive power, melainkan hanya akan membatasi perizinannya. Pernyataan ini sekaligus merespons penilaian bahwa surat Erick Thohir akan berdampak pada investasi pembangkit listrik yang dilakukan pihak swasta di dalam negara. ( Baca juga:Neraca Perdagangan hingga Agustus Cetak Surplus, Mendag: Ayo Buat Produk Kreatif )

"Pada prinsipnya, BKPM mendukung kebijakan yang telah ditetapkan oleh Menteri BUMN. Yang harus digarisbawahi adalah pemerintah akan membatasi, bukan akan menghentikan seluruh perizinan captive power," ujar Tina, kepada MNC.

BKPM justru menilai ada beberapa perusahaan yang menganggap pembatasan sebagai hal yang positif. Alasannya, karena perusahaan dapat mengurangi biaya untuk pembangunan pembangkit listrik secara mandiri, khususnya untuk perusahaan yang sedang membangun smelter.

Meski begitu, kata Tina, perlu dilakukan peninjauan kembali dengan seksama. Khususnya, mengidentifikasi perusahaan mana saja yang membutuhkan captive power dan mana perusahan yang atau tidak membutuhkan saat pengerjaan proyeknya. Tinjauan itu dilakukan khususnya di daerah Jawa dan Bali.

"Apakah memang seluruh perusahaan membutuhkan captive power atau tidak dalam pengerjaan proyeknya, khususnya di daerah Jawa dan Bali," kata dia.

Sebelumnya, surat Erick kepada Menteri ESDM salah satunya isinya terkait agar industri menggunakan listrik PLN bocor ke publik usai Menko Airlangga meresmikan pembangkit listrik atap panel surya milik Coca-Cola. Pembangkit listrik milik Coca-Cola itu digadang-gadang sebagai yang terbesar di ASEAN.

Saat ini memang banyak industri yang mulai membangun pembangkitnya sendiri untuk memenuhi kebutuhan listriknya. Selain Coca-Cola, yang terbaru adalah Danone-AQUA yang membangun pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap di pabrik Danone-AQUA yang berlokasi di Klaten, Jawa Tengah.

Pembangkit listrik tenaga surya fotovoltaik (PV) yang dikembangkan, dibangun, dan dioperasikan oleh Total Solar Distributed Generation (DG) Southeast Asia tersebut, memiliki kapasitas 2.919 kWp (kilowatt peak). PLTS Atap tersebut dapat menghasilkan listrik sebesar 4 GWh (Gigawatt hour) per tahun sekaligus mengurangi 3.340 ton emisi karbon per tahun. ( Baca juga:Jokowi Setor 7 Nama Calon Anggota KY ke DPR, Ini Daftarnya )

Surat Erick kepada Menteri ESDM tampaknya juga menjadi pengingat agar kementerian itu tak melulu mendorong industri membangun pembangkitnya sendiri. Soalnya, dengan dasar memenuhi target energi terbarukan sebesar 23% pada tahun 2025, Kementerian ESDM seolah mendukung industri untuk membangung pembangkit listrik sendiri.

Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Kementerian ESDM Harris pernah mengatakan masih ada gap yang cukup lebar antara target dan pemenuhan listrik dari penetrasi energi terbarukan. Saat ini pemenuhan listrik dari energi terbarukan baru mencapai 9,15%.

Tak ayal, Kementerian ESDM pun mendorong energi surya secara besar-besaran. Apalagi, pemerintah telah melakukan pengaturan melalui Permen ESDM Nomor 49 yang kemudian diubah di Permen 13 Tahun 2019 dan terakhir Permen 16 tahun 2019. Langkah itu dilakukan agar PLTS rooftop atau atap bisa lebih menarik lagi, tidak hanya untuk sektor rumah tangga, tetapi juga termasuk industri dan bangunan komersial.

"Kalau ada hal-hal yang perlu diperbaiki akan kami perbaiki, agar mendorong PLTS ini tetap bisa dikembangkan lebih masif lagi di Indonesia," kata Harris.

Kebayangkan kan, jika semua pabrik atau pelaku industri membangun pembangkitnya sendiri, tentu saja penyediaan listrik PLN jadi mubazir. Tak heran kalau kemudian pasokan listrik PLN menjadi berlimpah tak tergunakan.

Makanya, pada Januari kemarin, konsumsi listrik sektor industri mengalami pertumbuhan negatif, yakni sebesar minus 1,61%. Angka itu lebih rendah bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang mencapai 3,79%. Bayangkan kalau semua industri besar membangun pembangkit listriknya sendiri.

Di sisi lain, PLN terus dijejali pasokan-pasokan listrik swasta yang wajib dibelinya. Alamat cilaka buat PLN, jika mereka terus membeli listrik swasta, tapi sulit dan sedikit untuk menjualnya.
(uka)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1209 seconds (0.1#10.140)